BAB 6

711 62 59
                                    

Liza buru-buru beranjak dari sana. Sesampainya di kamar, ia berjalan mondar-mandir. Ia terlihat sedang cemas.

Apa benar itu adalah Meika?

Apa dia berhasil lolos? Tapi kenapa dia tidak langsung pulang ke sini saja?

Apa wanita itu punya rencana lain?

Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Liza kemudian menelepon seseorang. Namun, nomor yang dihubungi tidak aktif.

"Bisa-bisanya saat keadaan gawat seperti ini, dia malah tidak bisa dihubungi!" geramnya.

Liza lalu duduk di kasur, dengan kesal ia melempar bantal.

***

"Arland, siapkan saja semua dana untuk membayar kerugian ini," pinta Azkara.

"Baik, Tuan Muda!"

Arland lalu beranjak pergi membawa beberapa berkas dokumen yang sudah ditandatangani oleh Azkara.

Saat hendak berbelok arah ke kanan koridor, tiba-tiba muncul tangan seseorang di balik tembok koridor tersebut yang mencegatnya. Ia sontak berhenti. Hampir saja dadanya mengenai tangan itu. Orang di balik tembok akhirnya keluar berdiri tepat menghadapnya.

"Emm ... dengar! Aku ... aku ingin meminta foto Meika. Maksudku, foto yang sudah diambil oleh anak buahmu. Foto yang kau tunjukkan pada Azkara tadi."

Arland yang mendengar ucapan Liza, menaikkan sebelah alisnya. Pertanda ia sedang bertanya pada nona di hadapannya.

"Heh! Apa itu! Turunkan alismu!" tegur Liza.

Ia kembali berkata, "Yaa .... Tanpa kuperjelas lagi, kurasa kau sudah tahu kenapa aku meminta fotonya. Maksudku, kenapa aku bisa tahu kalau kau menunjukkan foto itu pada Azka. Tentu kau tau kenapa aku bisa mengetahuinya bukan?"

"Jangan berbelit-belit, Nona!" ucap Arland dengan tegas dan wajahnya yang tanpa ekspresi itu.

"Bisakah kau mengirimkan foto itu kepadaku?" pinta Liza.

"Maaf, Anda bisa memintanya langsung dari Tuan Muda," tolak Arland.

"Tidak! Kau tahukan jika dia tidak suka dengan orang yang menguping. Itu sama saja dengan perbuatan tidak sopan dan lancang. Dia akan marah padaku. Ayolah! Kau hanya perlu mengirim foto itu saja. Setelahnya, aku tidak akan meminta apa pun lagi darimu," bujuk Liza.

Arland masih diam tanpa merespon apa pun. Melihat itu Liza tak menyerah, ia kembali memelas dengan wajah yang sangat terdesak.

"Please, bantu aku!" ucapnya memelas.

"Untuk kejadian pagi tadi, aku minta maaf. Oke? Karena aku sudah minta maaf jadi kirimkan padaku foto itu sekarang juga," pintanya lagi.

"Kau tahu aku orangnya bagaimana kan? Ini demi adikku. Aku terlalu overprotective terhadapnya," ujar Liza kembali. Ia menatap lekat wajah pria di hadapannya.

Merasa tak nyaman dengan tatapan Liza, Arland buru-buru beranjak dari sana. Namun, sebelum pergi ia mengatakan sesuatu.

"Nona, Anda bisa memintanya langsung pada Tuan Azka. Lagi pula, saya tidak menyimpan nomor Anda. Saya permisi!" ucapnya.

Liza dengan cepat mendorong tubuh Arland hingga membentur dinding. Arland kaget sampai berkas-berkas yang dibawanya jatuh ke lantai. Kini mereka saling berhadapan. Liza memegangi kedua tangan Arland dan menempelkannya ke dinding.

Arland melirik bergantian kedua tangannya yang sedang di pegangi Liza. Ia menatap tajam wajah wanita di hadapannya yang kini juga sedang menatap dirinya.

"Jika kau tidak bisa dimintai secara baik-baik! Maka aku akan menggunakan cara lain," ancam Liza.

Dengan sekali berontak, tangannya berhasil terlepas dari genggaman Liza. Liza pun mundur satu langkah darinya. Arland bergegas mengambil berkas-berkas yang jatuh dengan kesal.

Liza masih terus memandangi Arland sembari berpikir keras bagaimana pun ia harus mendapatkan foto Meika tanpa harus memintanya dari Azkara.

Aku harus bisa membujuk pria ini. Hanya dia yang bisa memberikanku foto itu! ucap Liza dalam hati.

Begitu Arland berdiri dan hendak pergi, Liza kembali menghadang jalan pria itu. Arland benar-benar muak menghadapi Liza, ia pun menghela napas dengan kasar.

"Apa susahnya bagimu untuk mengirimkan foto itu padaku, hah?! Aku hanya ingin melihatnya. Aku penasaran, aku ini sangat kepoan," paksa Liza.

Liza kembali berkata, "Baiklah. Aku akan bacakan nomorku dan kau bisa menyimpannya atau jika kau mau, kau saja yang bacakan nomormu lalu aku yang akan menyimpannya."

Liza kemudian membuka ponselnya. Melihat itu, Arland buru-buru pergi dari sana sembari berkata, "Nona, saya harus menemui Nyonya besar. Permisi!"

Pandangan Liza masih tertuju ke layar ponselnya karena mencari ikon kontak nomor. Mendengar Arland berkata demikian, ia pun langsung menoleh mencari Arland yang sudah pergi menuruni tangga.

"Menjengkelkan sekalia dia!" cibir Arland dengan suara pelan, perlahan ia menuruni anak tangga dengan raut wajahnya yang kesal. Ia juga merapikan jasnya yang sedikit berantakan akibat ulah Liza.

"Heyy!" Liza berteriak memanggil Arland.

"Kenapa dia susah sekali dibujuk!" rengeknya.

Ia kemudian berkacak pinggang. "Tunggu dulu, tadi apa kata dia? Dia bilang ingin menemui Nyonya Besar? Oh, jadi dia ingin menemui Mama."

"Lihat saja akan kuberi kau pelajaran, Arland!" ucapnya tersenyum. Liza lekas pergi menyusul Arland ke bawah.


***

Arland menemui Nyonya Besar yang sudah menunggunya di taman rumah. Namanya adalah Mahira Sevana, ibunda dari Azkara dan Liza.

Ia menampilkan senyumnya kepada Nyonya Besar. "Hal apa yang ingin Nyonya Besar bicarakan dengan saya?" tanyanya.

"Bagaimana dengan Meika?" tanya Mahira. Ia memperbaiki posisi duduknya menjadi semakin anggun.

"Nyonya Meika masih dalam proses pencarian, Nyonya Besar."

"Apakah kalian melibatkan polisi?"

"Untuk saat ini belum, Nyonya, karena kami sudah mengetahui letak posisi keberadaan Nyonya Meika."

"Benarkah?"

"Benar, Nyonya. Beberapa anak buah masih mengejar dan mencari Nyonya Meika."

"Kalian kehilangan jejaknya?"

"Iya, Nyonya. Tapi menurut informasi, Nyonya Meika masih berada di kota Z. Jadi akan lebih mudah untuk menemukannya."

"Hhmmm, baiklah. Apa kau bisa melakukan perintahku?"

"Perintah apakah itu, Nyonya?"

"Jika bisa jangan sampai kalian menemukan Meika!" katanya dengan nada ketus.

Arland terkejut. "Maksud Nyonya?" tanyanya tak percaya.

"Aku tidak menyukai wanita itu! Kau tau seberapa bucinnya putraku kepadanya. Malangnya putraku itu tidak tahu watak asli Meika. Aku terpaksa menerima pernikahan mereka. Namun, kau lihat sendiri, kan, Arland? Kini takdir yang memisahkan mereka meski sudah menikah." timpal Mahira. Ia menyeruput kopi hitam Arabic Premium sembari memejamkan matanya menikmati tegukan demi tegukan air kopi yang melewati kerongkongannya.

"Duduklah, Arland! Kau tidak perlu terlalu formal saat berada di rumah ini. Ini minumlah kopinya," perintahnya sambil menyodorkan secangkir kopi pada Arland.

Arland lantas menerima secangkir kopi tersebut lalu duduk dan meminumnya. "Terima kasih, Nyonya Ira!" ucapnya.

"Nyonya, melihat keadaan Tuan Muda saat hilangnya Nyonya Meika, saya merasa sedih. Tidak terlihat semangat dan senyum ceria di wajah Tuan. Ia bilang pada saya bahwa malam ini adalah batas terakhir menunggu informasi tentang istrinya dari anak buah kami. Jika Nyonya belum ditemukan malam ini juga maka Tuan Azkara lah yang akan mencarinya langsung," sambungnya.

"Apa? Azkara terlalu dibudakkan oleh cinta! Kenapa kami harus berada di posisi ini. Seharusnya mereka tidak pernah bertemu!" Mahira mengomel kesal.

Terjebak Asmara Tuan Muda Posesif Where stories live. Discover now