BAB 8

535 54 70
                                    

"Baiklah, aku punya sesuatu untukmu," imbuh Oliv.

"Apa?"

Oliv mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang membuat Yasmin semakin heran.

"Botol parfum?" tanya Yasmin. Sedari tadi ia terus memperhatikan botol di genggaman Oliv.

"Iya! Ini bukan sembarang botol parfum."

"Tapi kenapa warna airnya begitu?" Jarinya menunjuk botol parfum.

Oliv meletakkan botol itu di meja. "Ini isinya bukan parfum atau air bibit wangi, melainkan air cabai."

"Untuk apa kau membawanya?"

Yasmin tercengang tak mengira Oliv bisa menyediakan benda seperti itu di dalam tas. Ia sebenarnya sempat melihat di televisi dan sosmed mengenai botol parfum atau botol semprot yang diisi air cabai sebagai senjata wanita saat bepergian.

"Untuk jaga-jaga. Ini bisa jadi senjata pamungkas bagi seorang wanita. Apalagi jika sendirian. Tidak mungkin, kan, kalau kita pergi kemanapun harus membawa pisau atau pistol? Jadi lebih baik pakai ini saja. Kita bisa membawanya di dalam tas. Tapi, tetap harus hati-hati jangan sampai tertukar. Niatnya sih ingin semprot parfum yang asli, eh, malah nyemprot yang isinya air cabai. Kan, gak lucu."

"Ooo," balas Yasmin sambil mangut-mangut.

"Ya sudah, bawalah ini. Jika kau diserang atau diganggu, semprot saja matanya pakai ini."

"Hiii .... Apa tidak bahaya untuk mata? Bagaimana jika sampai buta?" Yasmin bergidik ngeri.

Oliv menjelaskan, "Halahh, paling efeknya gak sampai segitunya. Palingan matanya perih, panas, mungkin bengkak gara-gara air cabai. Salah sendiri, lah, kenapa ganggu orang lain. Kita sebagai manusia, ya ... harus berusaha mempertahankan kehidupan dan keamanan diri sendiri. Gitu lohh, anaknya Bu Nisa!" Diakhir ucapannya, ia mengibaskan rambut hitam panjangnya yang tergerai.

"Heh! Apa kau bilang barusan, hah?!"

"Canda, Bund. Santai! Tarik napas .... Tahan 30 menit," kilah Oliv.

Yasmin semakin kesal dengan tingkah dan ucapan rekan kerjanya ini. Ia merengut serta alis yang bertaut pertanda marah.

"Maaf, Yas. Gitu aja ngambek, baperan!" ledeknya.

"Eh, sorry. Serius," ucap Oliv, kali ini dia benar-benar serius meminta maaf.

Yasmin melihat jam di tangannya. "Aku berangkat! Sudah jam delapan." Ia pergi membawa tas kesayangannya. Baru beberapa langkah berjalan, Oliv menghentikannya.

"Tunggu, Yas! bawalah ini." Oliv menyodorkan botol parfum tadi. Yasmin mengambilnya, bergegas ia menuju parkiran.

"Hati-hati, Yas!" teriak Oliv. Yasmin hanya menoleh dan mengangguk padanya.



Yasmin mengendarai mobilnya berbelok ke Jalan Kapuas, kanan-kirinya banyak sekali pepohonan. Ia mengikuti rute yang tertera di kertas. Tidak rumit, hanya perlu mencocokkan nama jalannya saja.

"Kok sepi, ya?" tanya Yasmin.

Ia menyadari bahwa sedari tadi hanya dia yang berkendara di jalanan ini.

Apa cuma ini jalan satu-satunya menuju rumah Nyonya Muda itu? gumamnya.

Yasmin jengkel karena melewati jalanan sepi dan banyak pepohonannya, terlebih lagi ia sendirian di malam hari pula.

Di sisi lain, anak buah Arland yang sedang mencari Meika akan melewati jalan tersebut. Ketika rekan Akbar membelokkan mobil ke jalan itu, dua orang polisi menghentikan mereka.

Terjebak Asmara Tuan Muda Posesif Where stories live. Discover now