BAB 19

259 29 3
                                    

Para pengawal itu memergoki Aldrich memapah Yasmin. Kaget melihat banyak pria berseragam hitam, Yasmin melepaskan pegangan Aldrich dari bahunya. Ia kembali takut dan mundur selangkah. Menyadari situasi, Aldrich memberi kode kepada seorang pengawal, bermaksud menyuruh mereka semua untuk turun saja.

"Tenang, mereka adalah penjaga rumah ini. Kurasa mereka ke sini untuk mencariku," ucap Aldrich sembari tersenyum canggung pada Yasmin.

"Kalian turun saja! Nanti saya akan ke bawah juga."

"Ya sudah, Pak! Ayo semuanya kembali turun!" jawab seorang pengawal. Mereka beriringan pergi. Hal itu membuat Aldrich merasa lega. Ia lalu meminta Yasmin untuk ikut turun.

"Ayo kita turun, kondisimu mulai memburuk."

Meski masih takut akhirnya Yasmin memberanikan diri pergi bersama Aldrich.




Perdebatan sengit antar saudari ipar telah selesai. Zea meninggalkan Meika seorang diri di apartemen. Meika berdiam diri tanpa mau kabur lagi. Melihat ada roti dan daging di dalam kulkas, dia lalu memasaknya. Sedari tadi ia belum memakan apa pun.

Masih terasa kekesalan di hati Meika, rasanya ia ingin menghancurkan seluruh benda di sekitarnya. Ternyata cincin nikahnya tidak ada pada Zea, melainkan ada pada pria dalang penculikannya.

"Siapa pria itu? Lancang sekali mengambil cincinku!" oceh Meika sambil mengunyah roti isi daging buatannya.

"Akan kutampar saja dia! Lancang sekali!" Ia menggebrak meja, dadanya naik turun pertanda gejolak amarahnya tengah naik. Kedua tangannya mengurut dahi.

Seharusnya kau katakan padaku nama lelaki itu, Zea! keluhnya dalam hati.

"Siapapun dia, aku tidak peduli! Aku hanya mau cincinku dikembalikan." Ia kembali memakan roti sampai habis.

"Sekarang aku harus apa? Apa yang akan kulakukan?!" Meika kini duduk di sofa depan televisi. Tadi dia sempat mengelilingi seluruh ruangan di unit ia berada. Ada satu kamar tidak bisa dibuka, kamar itu milik Malvin.

Bel apartemen berbunyi, dia bergegas mengecek kamera keamanan terlebih dahulu yang terletak di sisi pintu. Dilihatnya buket bunga berukuran besar terletak di luar. Meika mengambil tongkat bisbol dekat rak sepatu lalu menekan tombol nomor memasukkan kode yang sudah diberikan Zea. Pintu ia buka perlahan dengan berhati-hati.

Dia tak menemukan orang lain di luar, senyap. Meika membawa masuk buket bunga besar dan langsung memeriksa, mungkin saja ada surat atau sesuatu lain di dalamnya. Benar saja, ada sebuah surat terselip di balik beberapa tangkai bunga.

"Aku akan datang jam 9 malam, Honey." Meika membaca surat tersebut lantas melemparnya asal. Seketika ia merasa jijik dengan isi surat itu lantaran tertulis kata "Honey" yang tertuju untuknya.

"Dia mau ke sini? Aku harus cari sesuatu untuk berjaga-jaga jika dia macam-macam nanti. Aku harus tetap waspada."




***

"Ketemu?" tanya Sania pada rombongan pengawal yang baru kembali.

"Mereka ada di rooftop, Nona Sania."

Mendengar jawaban anak buahnya, Nyonya Muda yang masih memejamkan mata sontak melek lalu berkata, "Kenapa tidak kalian bawa turun, hah?"

"Pak Aldrich menyuruh kami untuk turun ke bawah dahulu, Nyonya."

"Astaga, anak itu!" cerca Nyonya Muda.

"Aku tidak mau menunggu lagi! Jika kalian semua tidak bisa membawanya. Biar aku saja yang ke sana!" sungutnya.

"Nyonya!" panggil Sania, ia terus mengejar Nyonya Muda yang jalannya secepat kilat.


Sesampainya di depan kamar rawat, Yasmin menolak lantaran trauma atas perbuatan Riko.

Terjebak Asmara Tuan Muda Posesif Where stories live. Discover now