BAB 28

143 3 0
                                    

"Kau mau mandi sendiri atau kumandikan, Sayang?"

Ia langsung menyingkirkan tangan Azkara. Mendadak lelaki yang lebih tinggi itu mendorongnya ke tembok. Yasmin merasakan usapan lembut di pipi. Tatapan pria itu terasa hangat. Ia menikmati ketampanan dari jarak sedekat ini. Jantungnya berdebar kencang.

"Kau mau menemaniku?" ucapnya lembut. "Aku sungguh merindukanmu."

Dahi dan hidung mereka saling bersentuhan. Yasmin memejamkan mata. Tuan Muda tersenyum. Ia merangkul mesra pinggang wanita yang dipikir adalah istrinya.

Sebelum hal lebih jauh terjadi, desainer itu tersadar. Azkara berstatus suami orang. Yasmin membuang muka dan menurunkan kedua tangan di pinggangnya. Senyum CEO itu menghilang diikuti kepergian gadis itu.

"Aku harus jaga jarak." Ia mengunci kamar.

Di dinding belakang ranjang terpajang bingkai besar pernikahan. Dua pengantin tak lain adalah Azkara dan Meika.

"Di manapun kau berada. Kuharap lekaslah kembali." Matanya awas menilik setiap inci wajah pengantin wanita.

"Wajah kita benar-benar serupa." Ia meraba wajahnya sembari menatap wajah Meika yang tersenyum bahagia.

Dia lanjut berjalan. Gaun-gaun indah berderet rapi dalam lemari.

Di sekat lain pula berisikan jas dan pakaian pria. "Ini pasti milik suami Meika."

Apa yang harus kukenakan? gumamnya melihat sederetan gaun bermacam model dan piama.

Pilihannya jatuh pada gaun berwarna navy berdesain simpel dan elegan.

"Meika, aku izin memakai gaunmu. Aku tak punya apapun di sini. Terima kasih," ujarnya sembari melihat potret Meika di atas nakas.

Tanpa sungkan Yasmin menarik laci meja. Dia berpikir mungkin ada barang yang akan berguna baginya.

"Kosong?" katanya kecewa. Ditutupnya laci itu lalu berganti menarik laci kedua.

"Ini seperti kalungku. Kenapa bisa ada di sini?" Yasmin mengamati kalung berpermata kupu-kupu. Sama persis dengan miliknya yang hilang saat kecelakaan.

Tampak indah sekali di leher putih Yasmin setelah dipasang.

"Setidaknya aku masih punya kalung ini." Ia bergembira. Pemberian orang tuanya sejak dia SMA masih dijaga baik-baik olehnya. Dia bersyukur kalung itu bisa kembali lagi.

"Tapi dari mana pria ini menemukannya? Seharusnya kalung ini hilang atau mungkin ada pada Raline. Akan kutanya padanya nanti."

Liza memandang bulan di langit malam. Semalam dia pergi mengambil paket berisi surat Meika yang sudah direncanakan oleh Malvin dan Raline untuk diberikan kepada Azkara.

"Kenapa orang-orang begitu terobsesi pada Meika? Pertama Akzara lalu Malvin dan sekarang sepupunya. Tidak adakah perempuan lain di dunia ini? Aku muak!"

Ia teringat dengan wanita yang tertabrak tadi. "Kasihan sekali wanita itu. Siapa namanya?" Liza mengingat-ngingat. "Ah, Yasmin."

"Semoga saja dia tidak buruk seperti Meika. Tetap saja aku harus mengawasinya."

Liza mengirim pesan untuk tidak ingin terlibat lagi dalam persoalan Meika. Cukup sampai sini saja ia berkontribusi.

Malvin berada di studio musik. Ia melepas headphone yang terpasang di telinga.

"Terserah kau saja, Liza." Ia meletakkan ponsel setelah membaca pesan dari partner rencananya.

"Sekarang penghalangku telah tersingkirkan. Waktunya untuk menyiapkan pengantinku. Aku harus secepatnya menikahimu, Mei."

Terjebak Asmara Tuan Muda Posesif Where stories live. Discover now