BAB 11

396 48 75
                                    

"Azkara!" panggil Liza sekali lagi.

Ia mengitari kamar adiknya. Mengecek ke kamar mandi dan balkon. Tak jua didapatinya keberadaan sang adik. Pantang menyerah, dia lalu mendatangi seluruh ruangan di lantai dua. Hasilnya nihil. Ia kembali ke kamarnya dan menghubungi Azkara. Namun, nomornya tidak dapat menerima panggilan.

"Dia tidak ada di mana pun. Ditelepon juga tidak aktif. Kemana dia selarut ini? Arland, dia pasti tahu ke mana Azkara." Ia kembali turun untuk menemui Arland.



Bukannya permisi atau mengetuk pintu, Liza malah menerobos masuk begitu saja.

"Kau tahu kemana Azkara pergi? Dia tidak ada di kamarnya."

"Dia pergi untuk mengurus suatu hal yang penting," jawab Arland. Matanya menahan kantuk.

"Iya, tapi kemana, hah? Jangan bilang kalau kau tidak akan memberitahuku. Dengar! Aku berhak untuk tahu."

"Saya sudah berjanji padanya untuk tidak memberitahu siapa pun."

"Ya ampun! Jangan bilang karena alasan itu makanya Azkara menyuruhmu untuk tinggal di sini kembali."

"Saya hanya tinggal beberapa hari di sini."

"Lupakan itu. Sekarang beritahu aku kemana Azkara pergi?" desak Liza.

Arland berdiri menyejajarkan diri di hadapan Liza. "Saya tidak bisa memberitahu Anda atas perintah Tuan Muda sendiri. Tuan Muda melarang saya untuk memberitahu keberadaannya pada siapa pun. Jadi saya hanya mematuhinya. Malam sudah semakin larut, tolong tinggalkan saya karena saya ingin istirahat, Nona."

Liza dengan kesal kembali ke kamarnya. Lihat saja, besok akan kuadukan pada Mama atas perbuatanmu, Arland!kecamnya dalam hati.




***

Malam berganti pagi. Cuaca di kota Z cukup mendung. Tak heran, masih ada orang enggan beranjak dari kasur karena cuaca mendung sangat bersahabat. Seolah mengajak untuk memperpanjang tidur. Rasanya cuaca mendung disertai angin semilir berembus membuat kita merasa nyaman saat tidur. Meski begitu, para anggota Polri tetap harus melaksanakan apel pagi yang bersifat wajib sebelum mereka bekerja atau memulai kegiatannya. Hal itulah yang sekarang sedang berlangsung di kantor polisi kota Z.

Mahira, Arland, dan Liza berkumpul di ruang keluarga.

"Liza mengatakan sejak malam tadi Azkara tidak ada di kamarnya. Di mana anak itu, Arland? Katakan padaku!" Mahira menatap tajam Arland.

"Apa dia pergi mencari Meika?" tanya Mahira sekali lagi.

"Tuan Muda melarang saya mengatakan kemana dia pergi, Nyonya."

"Arland, aku adalah ibunya. Aku berhak tahu dia ada di mana. Apa benar dia mencari Meika? Kau ingin aku mengemis meminta jawabannya padamu?" Mahira mulai melemah, ia menjatuhkan diri di sofa.

Arland tak tega, ia jadi serba salah. Akhirnya ia menjawab, "Benar, Nyonya."

Mata Liza membelalak kaget, ia panik karena Azkara mencari Meika. Bergegas ia pergi dari sana untuk menemui seseorang di tempat lain.

"Sudah kukatakan padamu Meika tidak baik. Kejadian yang menimpa putraku gara-gara dia. Dialah penyebab utama hal itu terjadi. Kau lihat, kan, perubahan yang terjadi pada Azkara ketika dia menjalin hubungan dengan Meika?" Mahira tak lagi mampu membendung air mata yang mengalir membasahi pipinya.

"Nyonya, jangan menangis." Arland menenangkan Mahira yang menangis tanpa suara.

"Bagaimana bisa aku tidak menangis, Arland? Mendengar kata bom peledak di gedung kemarin membuatku takut. Aku tidak bisa menenangkan diriku. Aku panik memikirkan Azkara yang masih belum keluar saat yang lainnya sudah pergi. Jika dia terlambat keluar dari sana maka ...." Ia kembali menangis.

Terjebak Asmara Tuan Muda Posesif Where stories live. Discover now