BAB 23

150 16 0
                                    

"Seharusnya mama masih dirawat di rumah sakit. Aku harus memarahi Dokter Ryan karena membiarkan mama pulang."

"Mama sudah baikan. Kamu kenapa tidak istirahat saja, Az? Mengkhawatirkan mama, tapi tidak mengkhawatirkan diri sendiri," ujar ibu mertua.

"Ma, Azkara belum berhasil menemukan Meika." Ia tertunduk sedih dan merasa tidak berguna sebagai suami.

"Kita akan terus berusaha Azka. Mama yakin, putriku pasti akan kembali." Citra bersikap tegar untuk menutupi kesedihan atas hilangnya Meika. Ia tak mau terlalu membebani Azkara.

Bertepatan pula dengan kepulangan Arland dan Liza dari kantor.

"Syukurlah kau sudah pulang, Azkara. Aku tidak bisa membayangkan hari-hariku bekerja terus dengan asistenmu!" Liza ikut duduk menyantap cemilan yang disajikan.

Azkara memberi Arland kode lewat mata lalu pergi sambil melempar senyum pada Citra dan Mahira.

Kulihat mereka semakin lama sudah seperti kakak adik saja. Liza selalu sewot melihat kedekatan mereka.

Nama Malvin tertera di layar handphone yang berdering membuatnya lari ke kamar. Mulut Liza masih dipenuhi kue yang belum terkunyah sempurna.


***

"Maaf, Tuan Muda. Saya terlalu sibuk mengurus berkas dan projek bulan ini sehingga tidak memperhatikan kepulangan mertua Anda." Arland benar-benar merasa khilaf. Lagi pula tidak mungkin semua masalah dapat ditangani sendiri.

"Ya, tidak masalah. Untunglah keadaan mertuaku sudah membaik. Dokter Ryan tadi juga sudah menjelaskan bahwa mama yang melarangnya untuk mengabariku soal kepulangannya."

"Bagaimana penyelidikan di sana? Petunjuk apa yang Tuan Muda dapat?"

Azkara mendadak tertawa kecil.

"Arland, terserah kau saja. Tapi tolong berhenti memanggilku Tuan Muda di saat kita tidak berada dalam pertemual formal. Aku menganggapmu saudara. Aneh, rasanya kita seperti sedang beradu akting."

"Tolong, jangan mengingatkan saya Tuan Mu-" Arland terdiam.

Dia ikut merasa aneh berkata seformal itu. Sudah menjadi hal biasa bagi mereka tapi bila dilakukan sekarang terdengar seperti orang asing saja.

"Kenapa, hah? Kau menyadari sesuatu?" Azkara merebahkan tubuh di kasur.

"Panggilan itu kan memang pantas untuk Anda."

Azkara berganti posisi menjadi duduk. "Iya, maksudku tidak bisakah kita bicara biasa saja saat sedang di rumah? Intinya kita bisa mengkondisikan ucapan saat berada di tempat yang berbeda."

"Iya, baiklah. Apa pun perintah Anda akan saya laksanakan, Tuan Muda."

"Foto wanita yang kita lihat bukan Meika, melainkan Yasmin. Sayangnya dia sudah meninggal, fakta baru bahwa wajah mereka kembar. Aku masih menunggu informasi baru terkait Meika, Lan."

"Bisa kembar begitu?"

"Yang kutahu Meika anak tunggal. Apa aku harus menceritakan ini pada Mama Citra? Mungkin saja Mama tahu sesuatu." Ia tampak menimang-nimang.

"Ah, sepertinya tidak usah. Yasmin juga sudah meninggal. Biarlah ini jadi urusanku."

Arland mengangguk setuju. "Semoga polisi segera menemukan Meika supaya Azkara Arghantara bisa mendapatkan semangat hidupnya lagi."

"Aamiin. Aku sungguh mengingingkan itu, Arland."

***

Matahari menyingsing ke ufuk barat. Hari sudah senja. Yasmin biasa menghabiskan waktu untuk mendengarkan lagu favorit sembari meminum lemon tea selaku teh kegemaran. Baru dilanjut dengan mengumpulkan ide-ide baru untuk desain pakaian.

Terjebak Asmara Tuan Muda Posesif Where stories live. Discover now