Senandika;se.nan.di.ka(n)
Adalah seorang watanabe yang bertemu semu apel merah ditengah hamparan salju, Kim Junkyu, lalu jatuh hati pada hangatnya peraduan diantara dua mata sang Kim.Rumahnya,muse-nya, cintanya, segalanya.
Dan adalah seorang Kim, y...
Apa yang terjadi selanjutnya,Kim Junkyu sudah tahu.
Ia sedang di dapur saat itu,ketika mendengar pintu depan dibanting dengan kasar dan suara derap langkah tergesa seseorang ia dengar.Junkyu sudah menebak itu siapa—Watanabe Haruto,dan segala emosinya.
"KIM JUNKYU!"
Watanabe Haruto memanggilnya dengan keras,maka Junkyu berjalan dengan tenang mendekati pria itu.Dan seperti yang Junkyu bayangkan,Haruto menatapnya dengan tatapan nyalang.
"Sehari saja,bisa kau diam dan tidak menambah beban pikiranku,Kim Junkyu?"tanya Haruto skeptic,Junkyu tebak rumor dan foto itu sudah tersebar di Seoul National Ballet.Entah siapa yang melakukannya.
"Kalau ini soal Jang Wonyoung,aku tak ingin dengar,"
Haruto berdecih kecil,"Kau menampar Jang Wonyoung,sudah cukup hari ini orang-orang Seoul National Ballet memojokkanku,tiba-tiba Wonyoung berkata padaku kau menamparnya padahal ia hanya ingin menemui dan menyapamu.Kau ini kenapa hah,Kim Junkyu?merasa besar kau?Wonyoung hanya ingin bersikap baik padamu tapi kau begitu arogan,aku tak pernah menyangka itu Kim Junkyu,"
Kim Junkyu membalas dengan tenang,satu tangannya berpegangan pada kursi karena demi apapun walau ia mencoba bersikap tenang—tubuhnya sedikit gemetar.
"Harusnya kau bisa berpikir,apa yang aku lakukan ini sewajarnya saja setelah apa yang kau dan dia lakukan padaku,dan terimakasih—aku memang arogan,kau mengenalku dengan baik Haruto."
"KAU!!—"
Dan Junkyu tidak akan menunggu lagi,ia sodorkan dokumen itu yang ia ambil dari atas meja.
"A-apa?—"
Junkyu tatap pria yang sudah menemaninya bertahun-tahun itu,hatinya perih mengingat inilah bagaimana mereka berakhir.Ia pikir ia dan Haruto akan bersama-sama seumur hidup,sebagaimana janji pernikahan mereka.Tapi ternyata,semuanya harus berakhir seperti ini...sebelum lukanya semakin dalam,Junkyu harus mengakhirinya—ia harus melindungi dirinya,walaupun terdengar sangat egois.
"Aku mau kita bercerai,Haruto."
"Kau pikir tindakanmu ini bisa menyelesaikan semuanya,hah?Kim Junkyu?—"
Akan tetapi Junkyu sudah tidak peduli lagi,ia letakkan surat itu diatas meja."Pikirkan tindakanmu kembali,setelah waras,katakan pada hakim,"
Dan Kim Junkyu yang melangkah meninggalkan Watanabe Haruto terlebih dulu malam itu,awal mula segala luka yang terjadi di kehidupan keduanya--Junkyu dan Haruto.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Mama,kita mau kemana?"
Itu Sano yang bertanya,melihat Sang Mama yang mengemasi pakaiannya dalam koper besar.Junkyu hanya diam,tidak menjawab pertanyaan sang putra,pikirannya berkecamuk,hatinya seperti diremas kuat oleh suara-suara yang mencegahnya pergi.
Maka Watanabe Sano hanya diam hari itu,menemani Juno adiknya bermain—tak tahu saja kalau mereka akan berpisah setelah ini.
Junkyu menggenggam tangan Sano di tangan kanan dan Juno di tangan kiri,melihat rumah bergaya cottage itu dari luar.Rumah yang selalu menjadi tempat terbaiknya untuk pulang,rumah yang ia bangun bersama Haruto,tempat dimana anak-anaknya tumbuh dan rasakan cinta orangtuanya...semua itu berakhir sudah.
Junkyu seka air matanya,lalu melangkah keluar dari rumah itu—menghampiri Jihoon yang sudah menunggunya.Jihoon peluk sahabatnya itu,berbisik
"You are strong enough,Kyu."
"Terimakasih banyak Ji,terimakasih."balas Junkyu,ia tak bisa membayangkan harus melalui segalanya sendirian tanpa Jihoon dan Hyunsuk.Sano tak tahu apa yang terjadi,yang ia tahu adalah ia benci melihat sang Mama menangis.Sedangkan Juno hanya menatap polos ibu dan sahabat ibunya itu.
"Juno juga mau dipeluk kak Jihoonie,"ujar Juno polos,Junkyu tersenyum,sedangkan Jihoon tertawa kecil.Beringsut memeluk dua anak-anak Junkyu itu,air matanya tidak bisa dibendung melihat anak sekecil ini harus rasakan yang tidak seharusnya mereka rasakan—perpisahan,kehilangan.
"Kalian anak-anak yang baik,"ujar Jihoon,setelah melepas pelukannya,Jihoon menatap dua bersaudara kecil itu.
"Kak Sano,Juno...jangan pernah merasa sendiri,okay?kalian punya Kak Jihoonie dan Uncle Suk yang selalu menyayangi kalian,okay,okay?"Jihoon sodorkan pinky promise pada Juno dan Sano,yang langsung keduanya sambut itu.
"Anak pintar,"
***
Watanabe Haruto memasuki rumahnya yang gelap,semuanya masih sama,segala letak furniturnya—segala barangnya masih sama.Kakinya dengan berat ia langkahkan ke kamarnya dan Junkyu,dengan perlahan ia buka lemari baju itu dan betapa terkejutnya ia melihat sebagian lemari itu kosong.
Ia berjalan setengah tergesa ke kamar sang putra Sano,melihat kamar itu kosong—benar-benar kosong.Junkyu pergi meninggalkannya,membawa anak-anak mereka...dan entah mengapa satu sisi dalam hati haruto bergemuruh.
Watanabe Haruto dudukkan dirinya di kursi meja makan,menatap surat gugatan cerai yang Junkyu kemarin berikan tanpa aba padanya,yang sudah Junkyu tanda tangani.Semuanya terasa membingungkan bagi Haruto,kepalanya berat—dadanya sesak melihat rumah yang biasanya ramai oleh dua putranya dan suara tawa Junkyu kini akan sepi,entah sampai kapan—hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Ia ingin marah,melihat ia dan Junkyu begitu larut dalam egonya,melihat ia begitu bodoh menyakiti Junkyu tanpa henti dan bertubi-tubi hingga Junkyu putuskan untuk pergi lebih dahulu,melihat karirnya hancur perlahan...Semuanya terasa begitu campur aduk bagi Haruto.
Menutup mata sesaat,lalu buka matanya kembali,Haruto ambil pena—tanda tangani surat gugatan cerai itu.Semuanya akan berakhir.