Perseverance Pt 2

1.5K 74 18
                                    

Flashback ON

Malam sebelum perpisahan. Raib berdiri di balkon lantai 2 rumah Eli, sambil memandangi rembulan buatan klan Sagaras.

Raib sudah punya firasat itu, bahwa Ali mungkin akan memilih menetap bersama satu-satunya keluarga yang pria itu punya, bahwa mungkin ini adalah malam terakhir mereka berada begitu dekat. Walau seperti itu, Raib tetap ingin mempercayai bahwa kemungkinan Ali tak ingin berpisah dengan nya dan Seli tetap ada.

Raib benar-benar tak mengerti ada apa dengan hatinya. Rasanya sesak, nyeri dan berbagai perasaan sedih terus melandanya. Gambaran bagaimana hari-harinya tanpa Ali begitu menyiksanya. Sang Keturunan murni menghembuskan nafas kasar, Ia benar-benar tak suka perasaan  ini.

"Ra, belum tidur?" Itu Ali, pemuda itu menghampirinya. Raib hanya tersenyum. Malam itu Ali terlihat berkali kali lebih tampan. 

"Ada apa?" Tanya Ali, lembut. Nada suara yang sering Ia gunakan saat mereka hanya berdua, tak ada kejahilan di dalamnya. Raib hanya menggeleng, sambil terus mengerjapkan mata, menahan desakan air yang sudah ada di pelupuk matanya.

Raib sangat ingin bertanya selanjutnya Ali akan menetap di mana, tapi Ia takut dengan jawabannya, Maka Ia memilih diam. 

......

......

Puluhan detik mereka lewati dalam diam. Raib menfokuskan atensinya pada rembulan, sementara Ali tanpa sadar sedari tadi terus menatap wajah Raib dari sampling.

"Cantik" Satu kata Ali memecah keheningan di antara mereka.

"Hm?" Raib jelas mendengarnya, namun Ia ingin memastikan. Netranya kini beralih ke Ali yang juga tengah menatapnya.

"Bukankah kau sangat tak adil?"

"Hm?"

"Maksudku kau perempuan terkuat di seluruh galaxy, ditambah kau sangat baik, lalu kau juga sangat cantik. Bukankah itu sangat tak adil?"

Wajah Raib memerah, jantungnya berdetak kencang. Ia tahu mungkin Ali hanya bercanda, tapi tetap saja pujian itu sangat berefek pada jantungnya. Raib ingin merespon, tapi tetap tak menemukan kata yang tepat, yang tak membuat suasana di antara mereka tambah panas.

"Aku tak tahu kalau sekarang Tuan Muda Ali juga pintar menggombal" Raib mencoba mencairkan suasana. Ali hanya tersenyum tapi bukan jenis senyuman yang diinginkan Raib. Itu jenis senyuman  yang dilayangkan Ali ketika mengacak rambutnya, ketika menenangkannya yang sedang cemburu, atau saat menghiburnya ketika bersedih. Jenis senyuman yang hanya Ali tampilkan saat mereka sedang berdua. Perasaan senang tiba-tiba menyelimuti Raib mengingat fakta tersebut.

Lalu keduanya kembali terdiam. Raib baru menyadari begitu dekatnya posisi mereka saat lengannya bersentuhan dengan lengan Ali, jari-jari mereka hanya terpaut beberapa centimeter dan tak ada di antara mereka yang berusaha bergeser. 

Raib memperhatikan saat satu persatu jari-jarinya dibelenggu dalam genggaman tangan Ali, mengirimkan efek kejut yang menyenangkan. Tangan Ali terasa kasar dan hangat di kulitnya, dan Raib menyukai sensasi itu.

Mereka sekarang berdiri saling berhadapan dengan dua tangan saling tertaut. Wajah Raib memerah, hatinya berdebar kencang hingga Raib takut Ali dapat mendengarnya.

"Ra, Aku-" Ali seperti kehilangan suaranya. Keduanya saling bertatapan. Alih-alih berucap sesuatu, Ali menarik Raib ke dalam sebuah pelukan. Raib baru menyadari betapa tinggi Ali, ketika kepalanya tepat bersandar di dada pria itu saat mereka berpelukan. Raib merasakan salah satu tangan Ali mengusap rambutnya, sementara tangan yang lain menariknya lebih rapat, hingga Raib dapat mendengar detak jantung Ali yang bertalu begitu kencang.

After SagarasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang