2. bloom

119 20 0
                                    

Seperti yang Nata katakan, Jenda hanya diam saat dihadapkan dengan Adelia. Tidak mengungkit masalahnya kemarin, ia hanya berbincang ringan seputar masalah di kelas hari ini.

Adelia memilih untuk mengikuti arus yang Jenda buat, ia menanggapi dan balik bertanya ketika merasa perlu. Adelia menerima Jenda karena dirinya pernah kagum pada laki-laki tegas yang mahir bermain catur itu.

Dua bulan lalu, sebelum mereka resmi berpacaran. Adelia yang mengikuti klub sains pulang lebih akhir, tapi ternyata klub catur masih melaksanakan kegiatan sore itu. Teman-teman di klub Adelia mengajak gadis itu untuk menonton catur sebentar, awalnya Adelia menolak, karena menurutnya itu tidak menarik sama sekali. Menonton orang yang duduk dan berpikir kemana akan ia pindahkan bidak caturnya? sungguh kegiatan yang membosankan.

Tapi karena paksaan teman-temannya, Adelia mengiyakan ajakan itu dengan setengah hati. Adelia akan mencabut kata-katanya setelah melihat laki-laki dengan rambut hitam legam yang di tata rapi hingga keningnya yang mengkerut terlihat. Adelia malah fokus dengan laki-laki itu dan caranya bermain, tangannya yang besar mengambil bidak lawan yang berhasil ia kalahkan. Terlihat menawan, hingga Adelia lupa cara bernafas untuk beberapa detik saat itu.

Pandangan mereka bertemu ketika laki-laki itu mentertawai lawannya yang kalah. Adelia tersenyum saat merasa bahwa laki-laki itu memandangnya. Siapa sangka senyuman Adelia mampu menarik laki-laki bernama Jenda itu mendekat pada kehidupannya.

Adelia melirik Jenda yang berjalan berdampingan dengannya. Bisakah saat itu Adelia tidak bertemu Jenda? atau biarkan Jenda tidak menyukainya, atau biarkan mereka tidak dekat setelah hanya melempar sebuah senyuman. Adelia tidak bisa menolak lagi saat laki-laki itu mengungkapkan perasaannya dan mengajaknya menjalin hubungan, walaupun sudah Adelia berikan banyak ungkapan tidak setuju, Jenda malah mencoba untuk menyakinkannya.

Awalnya memang berjalan baik, tiga minggu pertama bahkan Adelia sangat merasa nyaman. Tapi kemudian sifat asli Jenda muncul, sikap posesif yang tidak membiarkan Adelia terlalu dekat dengan laki-laki lain, bahkan dengan kelima sahabat laki-lakinya saja selalu Jenda pertanyakan. Apalagi Jenda selalu mencari cara agar selalu berdua dengan Adelia, padahal di sekolah sudah selalu bertemu, seharusnya tak usah setiap hari ia mengajak Adelia jalan-jalan, jujur saja Adelia juga merasa lelah, tak harus setiap waktu juga ia harus bertukar pesan dan tak harus juga setiap malam melakukan sleep call.

Adelia tidak suka tidurnya terusik, dari dulu ia terbiasa menaruh jauh ponselnya sebelum tidur. Ibunya selalu mengajarkan itu, karena radiasi ponsel sangat berbahaya bahkan ketika tidur.

"Sayang, hari ini beneran gak mau jajan?"

Adelia menggeleng pelan dan tersenyum tipis. "Nggak, aku capek."

Adelia tidak berbohong, materi yang menerobos otaknya memporak-porandakan kekuatan tubuhnya. Beberapa hari lalu, guru biologinya meminta si gadis Ardana untuk ikut serta lagi dalam kompetisi biologi, jadi mau tak mau Adelia harus belajar lebih banyak lagi.

"Gimana dengan pulang bareng?"tanya Jenda.

"Aku pulang sama Kendran, itu ditungguin."ucap Adelia menunjuk adik laki-lakinya yang bercanda ria bersama Albara, Kamal dan Steven di parkiran.

"Aku anter sampai sana."

"Gak papa Jen, mereka temen aku."balas Adelia jengah.

Ia tahu apa maksud dari Jenda, laki-laki itu katanya tidak mau Adelia kenapa-kenapa, nanti ini lah, itu lah.

"Lagi, kamu manggil aku kayak gitu lagi. Aku udah bilang yang, gak bisa kah kamu ngasih panggilan lain buat aku? bahkan dulu kamu gak mau pakai aku-kamu kalau gak aku paksa kan?"

Bloom Bloom || SooliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang