BAGIAN. 30

87 24 3
                                    

"Mau bagaimanapun Angkasa harus secepatnya mendapatkan donor. Karena jika tidak disegerakan keadaannya yang memburuk akan semakin memperparah kondisi tubuhnya." Ujar Dokter Erlang menjelaskannya kepada Vena setelah memeriksa kondisi anaknya.

"Saya mohon bantu anak saya carikan pendonor yang cocok untuknya." Pinta Vena memohon dengan semua harapan yang dirinya gantungkan kepada Dokter tersebut.

Dokter Erlang terlihat termenung. "Kami akan mengusahakannya semaksimal mungkin. Ibu hanya perlu berdo'a semoga Angkasa segera diberikan kesehatan kembali."

Setelah Dokter itu pergi Vena pergi meminta tolong kepada Vano untuk mencarikan pendonor yang cocok dengan anaknya. "Vano! Tante mohon sama kamu. Bantu tante cariin pendonor buat Angkasa."

Dirinya uang merasa tidak enak tidak bisa janji begitu saja oleh orang tua temannya. "Pastinya akan Vano bantu."

Raya yang mendengar jika Angkasa sedang membutuhkan donor ginjal langsung terkejut. Karena pasalnya laki-laki itu belum memberi tahunya soal penyakit yang dirinya derita. Vano yang tau jika adiknya terlihat tidak baik-baik saja menyuruhnya untuk ikut duduk bersama dengan Vena.

Tidak lama setelah itu keduanya mendengar suara teriakan yang begitu kencang dari luar kamar, yang membuat mereka terheran sambil menatap satu sama lain. Vano memutuskan untuk pergi mengeceknya bersamaan dengan Raya yang mengikutinya.

Setelah pintu ruangan Angkasa terbuka lebar di sana terdapat kedua orang tuanya dan juga Galaksi sedang berpelukan satu sama lain. "Bun, ada apa?" Tanyanya sambil melihat kondisi Ema yang semakin buruk saja.

Raya ikut keluar menghampiri Kakaknya. "Bunda, Gaga kenapa?"

Merasa tidak mendapat respon apapun dari mereka membuat Vano semakin penasaran dan segera masuk kedalam kamarnya Galaksi. Saat pintu berwarna putih itu terbuka betapa terkejutnya dia setelah melihat apa yang ada di hadapannya saat ini. Terlebih lagi di saat melihat Galaksi yang seperti mayat hidup.

"Ga? Apa-apaan semua ini?" Tanya Vano melihat ke sekeliling ruangan yang sudah berantakan bagai diterjang angin topan.

Raya yang sedari tadi berada di belakangnya Vano tidak kalah terkejutnya melihat kondisi Galaksi saat ini. Kemudian dengan hati-hati keduanya mendekat kearahnya. "Ga, kenapa kamar lo berantakan gini?" tanya Vano yang memang bener-benar tidak tahu.

"Gaga! Gaga sebenernya kenapa? Raya khawatir." Raya kembali bertanya kepadanya sambil menggoyangkan bahu milik Galaksi.

Galaksi tidak memberikan respon apapun. Yang dirinya tunjukkan hanyalah raut wajah datarnya serta tatapannya yang kosong. Tidak ingin menyerah Raya kembali mengguncang tubuh temannya. "Kok diem aja sih? Raya kan lagi ajak ngobrol" rengeknya. "Gaga denger Raya gak si---"

"Gue udah gak bisa jagain lo lagi mulai dari sekarang." Ujarnya dengan tatapan kosong tanpa melihat lawan bicaranya. "Gue udah gak bisa lagi antar jemput lo. Gue udah gak bisa temenin lo beli boneka beruang yang lo suka. Gue udah gak bisa lakuin itu, Ray!" tukasnya kembali yang saat ini mulai menatap gadisnya penuh dengan kerinduan.

Raya seketika menyatukan kedua alisnya. "Kenapa gitu?" tanyanya.

Galaksi kini kembali terdiam seribu bahasa. Bahkan dua orang di hadapannya ini sudah mulai kebingungan dengannya. Pemuda itu kembali menatap gadisnya dengan sorot mata yang memancarkan rasa cinta.

"Gue lumpuh, Ray!" Tukasnya mencoba tersenyum dibalik rasa sakitnya.

Raya sontak menutup mulutnya sambil mundur perlahan. Sama halnya dengan Vano yang menatapnya tidak percaya. Keduanya terlihat begitu terkejut bahkan sampai tidak bisa berkata-kata lagi.

GALAKSARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang