BAGIAN. 02

172 64 6
                                    

Dilain tempat, suasana ruangan terlihat sudah mulai kosong semenjak dosen mata kuliahnya itu meninggalkan kelas. Kini dua orang mawasiswa tengah berjalan beriringan sambil sesekali membicarakan suatu topik yang sedang hangat-hangatnya beredar.

“Van, lo udah denger berita soal anak baru dari Fakultas Seni belom?” Tanyanya. Mahasiswa itu berperawakan tinggi putih dengan kacamata bertengger dihidung mancungnya.

“Tau, kenapa emangnya?” Balasnya. Temannya itu terlihat acuh seakan tidak tertarik dengan topik yang sedang mereka bahas.

Gilbas dengan antusias mulai menceritakannya. “Katanya si, baru aja mulai masuk dia udah dapet banyak surat
dari cewek satu Fakultasnya. Gila nggak lo!”

“Yang kayak gitu mah udah sering gue. Nggak tau aja siapa Revalino Virgo Antariksa.” Tukasnya terlihat menyombongkan diri.

“Mulai nih ngomongin diri sendiri. Mentang-mentang ketua BEM.” Ucapnya. Gilbas dengan malas menyuarakan soal jabatan temannya itu di kampus.

Vano tertawa geli ketika melihat ekspresi wajah temannya yang begitu kesal. “Pastinya dong. Harus banggalah sama jabatan sendiri. Ya nggak, Bas.”

Tidak lama keduanya terlihat sampai diarea parkiran kampus dengan banyaknya motor yang saling berjejer dengan rapih. Disitu mereka berpisah karena tempat parkirnya yang berbeda.

“Van, mau balik gue.” Sebelum pamitan keduanya terlihat bersalaman dan berakhir saling menepuk bahu masing-masing.

"Hati-hati lo bawa motornya.”

"Sip, kalau gitu duluan." Gilbas langsung beranjak pergi setelah berpamitan kepadanya.

Tidak lama handphone milik Vano berdering, kemudian tangannya mulai merogoh jauh kedalam kantong celana. Dan terlihat dilayarnya ada sebuah panggilan masuk disana.

“Halo, iya ini gue Vano kenapa?” Ucapnya. Dalam sekejap benda pipih itu langsung menempel di telinganya.

“Lo lagi dimana, udah balik belom?" Tukas seseorang di panggilan tersebut dengan suara bising yang lebih mendominasi.

“Gue lagi di parkiran, kenapa emangnya?” Vano seketika mengerutkan dahinya bingung setelah mendengar suara bising disela panggilannya.

“Lo bisa langsung kesini nggak, di depan Fakultas Managemen ada keributan nih." Terangnya yang sontak saja membuat kedua bola mata Vano melebar.

“Apa! Ada keributan?"

“Iya, mending lo cepet kesini.”

“Oke, gue langsung kesana sekarang.” Ucapnya yang langsung mengakhiri panggilan tersebut.

Dengan sigap Vano langsung lari menuju kearah Fakultas Seni tanpa pikir panjang. Dari pintu masuk sudah telihat banyak sekali mahasiswi sedang berkerumun seakan merebutkan sesuatu.

"Waduh, ini mah diluar ekspektasi gue." pungkasnya. "Gue harus gimana nih, yang ngumpul banyak banget lagi." Vano terlihat bingung dengan apa yang harus dirinya lakukan.

Tiba-tiba saja dirinya mendapatkan ide yang entah dari mana muncul. Vano tertawa menyeringai. "Semuanya bubar! Ada pak Gustav mau kesini." teriaknya.

Seketika mereka semua panik dan lari tunggang langgang tidak tentu arah. Vano yang melihat tertawa begitu geli. Ternyata idenya itu berhasil. Melihat ada mahasiswa di hadapannya yang tengah terdiam. Vano langsung mengajaknya ke area taman untuk sekedar menghirup udara segar.

Vano juga memberikannya sebotol air minuman. “Di minum dulu, keliatan capek banget lo kayaknya."

“Thanks.” Balasnya langsung menenggak habis air mineral yang Vano berikan.

"Ternyata lo sepopuler itu ya di kampus. Gue kira cuma gosip belaka aja." Ucap Vano sambil melihat ekspresi wajahnya yang datar.

Mahasiswa itu tidak banyak berbicara yang dilakukannya hanya terdiam sambil menatap lingkungan sekitar. “Lo anak Fakultas Seni kan?” tanya Vano kepadanya.

Seketika diapun membalasnya dengan anggukan kepala.

“Heran gue, kok nyasarnya jauh banget sampe ke Fakultas Managemen segala.” Jelasnya. Vano sampai tidak habis pikir dengan mahasiswi yang ada di kampusnya itu.

"Nama gue, Angkasa! Salam kenal dan makasih karena udah nolongin gue barusan." Tukasnya. Setelah mengatakan kalimat itu dirinya langsung pamit pergi meninggalkan Vano.

• • • • ° • • • •

Saat ini kantin tengah dipadati oleh siswa dan juga siswi yang sedang mengisi energinya kembali. Namun tidak jarang juga dari mereka memilih untuk bermain dan menghabiskan waktunya disela jam istirahat. Sama halnya dengan yang dilakukan Galaksi sekarang. Siswi itu terlihat sedang bermain dengan wanita cantiknya. Yang dalam artinya menjahilinya.

"Wihh, kayaknya enak nihh! Minta satu dong." Ucapnya. Galaksi yang tiba-tiba saja datang langsung mengganggu dan mengambil makannya tanpa permisi.

Raya menarik napasnya gusar. "Gaga! Bisa nggak jangan gangguin Raya terus?" jelasnya.

Bukannya menjawab Galaksi malah terlihat semakin asik menyuap bulatan bakso kedalam mulutnya. Raya yang jengah langsung cemberut dan kesal dengannya.

Sedangkan teman sebangku Raya yang bernama Alesa hanya bisa terdiam melihat interaksi keduanya. "Ga, bakso di Mas Jaja kan masih banyak. Kenapa lo harus makan punyanya, Raya?" tukasnya.

"Semangkuk berdua itu lebih romantis, Sa! Ya nggak, Ray?" Terangnya tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata.

"Bukannya romantis, bilang aja lo emang lagi nggak ada duit." Balasnya. Alesa sedikit meledeknya dengan tatapan jahil.

Merasa tersinggung Galaksi sontak mengeluarkan dompet kulitnya yang terlihat cukup tebal. "Menghina gue lo, Sa? Nih liat kalau perlu gue bayarin makan siang lo hari ini. Nggak Terima gue dibilang kere."

"Baper banget si lo, Ga! Gue kan bercanda doang, Nggak asik lo." Terka Alesa sambil tersenyum geli melihatnya.

"Ray, liat tuh temen lo. Dibilang gitu aja langsung baper." Sindir Alesa mengompori Galaksi didepan Raya.

Putri Antariksa itu hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kedua temannya yang sekalinya bertemu selalu saja berselisih.

"Kalian berdua debatnya udahan, ya. Raya pusing dengernya," rintihnya terdengar tidak berenergi. Raya memasang wajah cemberut sambil mengomentari kelakuan teman kecilnya itu "Gaga juga! Bukannya beli makanan sendiri malah nyerobot punya orang lain. Rayakan jadi nggak kenyang makannya."

"Gue minta maaf deh. Lain kali nggak gitu lagi," ucapnya. Galaksi merasa bersalah sambil mengelus lembut surai hitam milik Raya. "Lo tunggu sini ada yang mau gue beli bentar."

Galaksi terlihat berlari ke salah satu stan makanan lalu mulai memilih dan mengambilnya dengan tidak lupa membayar.

"Sebagai ganti bakso yang udah gue habisin. Sendwich plus susu coklat," Galaksi menyodorkannya kepada Raya. "Sebanding kan? Jadi jangan marah sama gue." ucapya terdengar lembut dengan seulas senyum dikedua sudut bibirnya.

Sontak Raya tersenyum sambil menerima makanan yang dibelikan oleh Galaksi. "Makasih Gaga." Ucapnya.

"Sama-sama," balasnya. "Jangan lupa dihabisin, ya" Galaksi kembali berucap sambil mengacak-ngacak rambut Raya gemas.

Kemudian sosoknya itupun pergi setelah membuatnya merasa kesal, namun tidak lagi dengan  pemberian kecilnya. Alesa yang merasakan jika teman sebangkynya itu begitu senang tak luput menggodanya. "Ahh, jadi lo enak banget, ya!? Udah punya ortu penyang, kakak yang protektif, plus Galaksi yang super duper posesif sama lo." ucapnya.

"Alesa cemburu, ya? Raya kan tau kalau Alesa suka sama Gaga." Terangnya. Alesa langsung saja terbatuk saat mendengarnya.

"Mana ada! Bohong banget gue suka sama tuh orang." Sanggahnya terlihat malu dengan kedua pipinya yang merona.









>>>To Be Continued<<<

GALAKSARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang