"Sa! kamu kok lesu banget si Mamah liat. Lagi gak enak badan?" Vena yang baru saja datang dari belakang langsung menyajikan sarapan pagi untuk anak sulungnya di meja makan.
Sedangkan Angkasa terlihat meletakkan tas beserta benda pipinya di meja kosong yang ada di sampingnya. "Lagi capek aja sama tugas kampus, Mah!" jelasnya sambil menyuap nasi goreng kedalam mulutnya.
"Makanya kamu tuh jagan terlalu maksain diri kalau udah capek. Tubuh kamu kan juga perlu istirahat." Vena memberikannya nasehat dengan nada yang sedikit khawatir.
"Angkasa gak pernah maksain! Emang tugas kampusnya aja yang lagi banyak." Balasnya mengelak tanpa memalingkan pandangannya sedikitpun.
Seketika raut wajah Vena terlihat pias dengan perasaan khawatirnya. Dengan tulus wanita berkepala empat itu menatap anak semata wayangnya penuh kasih sayang. Angkasa yang menyadari perubahan wajah yang Mamahnya itu tunjukkan membuat perasaannya ikut tidak karuan. Tiba-tiba Angkasa menggenggam sebelah tangan Vena lembut sambil tersenyum kearahnya.
"Mamah gak usah khawatir. Angkasa baik-baik aja." Ujarnya tersenyum begitu lembut menatap wajah bidadari kesayangannya.
Seakan tau apa yang Vena pikirkan Angkasa langsung meyakinkan Mamahnya kalau dirinya akan selalu dalam kondisi terbaik. "Janji sama Mamah kalau kamu akan selalu baik-baik aja?" tukasnya sambil menggenggam erat tangan milik Angkasa serta sesekali menciumnya.
Bukannya membalas Angksa malah terlihat terdiam sambil memikirkan sesuatu. Jeda yang cukup lama membuat Vena mengerutkan dahinya bingung. "Sa, janji ya?" ucap Mamahnya kembali.
"Iya, Angaksa janji!" Balasnya riang dengan seulas senyum lebar. Namun dibalik senyumannya itu tersimpan sebuah rasia yang enggan untuk dirinya ungkapkan kepada Vena. "Kalau gitu Angkasa pamit berangkat ke kampus dulu."
Vena mengangguk cepat. "Hati-hati, ya!"
Dengan begitu Angkasa pergi meninggalkan rumah dengan perasaannya yang bersalah kepada Mamahnya.
Di lain tempat seorang remaja perempuan sedang berselisih kecil disaat sarapan pagi sedang berlangsung. "Pokoknya Raya mau berangkat sekolahnya sama, Kak Vano!" decaknya merajuk kepada kedua orang tuanya.
"Sama Galaksi aja ya, Ray! Kakak lagi gak bisa nih." Bujuk Kakak Laki-lakinya sambil memohon sangat kepadanya.
Sontak adiknya itu langsung menolak dengan raut wajahnya yang kesal. "Gak mau! Pokoknya Raya maunya di anter sama Kak Vano. Titik!" ucapnya terdengar sedikit berteriak.
Vano memijit pangkal hidungnya perlahan sambil menghembuskan napasnya jengah. "Raya! Kakak beneran gak bisa anterin kamu. Bareng Galaksi aja, ya? Kan udah biasa." ujarnya mencoba membujuknya kembali dengan tutur kata yang lembut.
"Raya, gak mau! Kak Vano ngerti gak si." Teriaknya yang sudah terlihat emosi.
Gio yang melihat perdebatan diantara kedua anaknya memilih untuk diam dan memperhatikan saja. Tapi sorot matanya tidak bisa bohong jika kepala keluarga itu terlihat begitu kesal.
"Kamu tuh lagi kenapa si, Ray? Berantem sama Galaksi? Dia ngapain kamu lagi emangnya?" Tanya Vano beruntun tanpa memberikan jeda sedikitpun.
Seketika Raya langsung memikirkan kembali kejadian waktu dirinya tidak sengaja mencium pipi Galaksi saat dipanti asuhan kemarin. Mengingatnya saja sudah membuatnya salah tingkah bahkan hampir gila.
Melihat reaksi adiknya yang terdiam mematung membuatnya mengerutkan dahi dengan hembusan napasnya."Yaudah, kamu berangkatnya bareng sama Kakak." ucap Vano pada akhirnya.
Raya yang mendengar itu sontak langsung memeluk tubuh Vano erat sambil tersenyum penuh arti. "Sayang, Kak Vano!" peliknya kesenangan.
"Kakak juga sayang sama anak manja yang satu ini." Balas Vano sambil mencubit gemas hidung mancung milik adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALAKSARA [TAMAT]
Fiksi RemajaKisah ini bukan menceritakan tentang luar angkasa maupun isinya. Melainkan kisah tentang seorang gadis bernama Rayana Libra Antariksa yang dicintai oleh dua orang pria bernama Angkasa Langit Bimasakti dan Galaksi Bintang Semesta. Dan kisah mereka b...