OC | Secret

415 51 2
                                    

Silvi termenung di rooftop, duduk di tepi pembatas sambil memperhatikan area sekolah yang sudah mulai sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Silvi termenung di rooftop, duduk di tepi pembatas sambil memperhatikan area sekolah yang sudah mulai sepi. Ia baru saja membantu Yischa dan Giselle menyelesaikan hukuman yang mereka terima akibat membelanya. Giselle dan Yischa sudah pulang, sedangkan Silvi memilih untuk pergi ke rooftop.

Ia menunduk, menatap sebatang rokok yang ada ditangannya. Otaknya sibuk berpikir, haruskah ia menyalakannya atau tidak. Dulu Silvi adalah seorang perokok saat dirinya masih SMP, mungkin karena pergaulannya salah. Tapi semenjak bertemu dengan teman-teman perempuan kelasnya yang mana langsung menegur saat dirinya mulai mengeluarkan benda bernikotin itu, membuat Silvi lambat-laun menghentikan pengonsumsiannya terhadap rokok.

Ia pusing, rokok adalah satu-satunya hal yang bisa menghibur dirinya. Rasanya, beban hidupnya pergi bersama asap yang ia hembuskan. Namun semenjak ia berhenti merokok, tak ada lagi hal yang menghiburnya hingga akhirnya dia bisa menemukan satu hal.

Yaitu, memberi harapan palsu kepada para lelaki yang mendatanginya dengan maksud tertentu.

Orang-orang mungkin berpikir ia seorang penggoda, menerima lelaki manapun yang mendatanginya dan tidur dengannya. Sayangnya, Silvi tak sebodoh itu untuk melakukannya. Ia hanya bersenang-senang dalam batas yang masih wajar, tak sampai terjerumus dalam hal yang seburuk itu.

Dia seorang playgirl, bukan bitch.

Rumor itu benar.

Tak semuanya, tapi ada beberapa yang benar.

Salah satunya adalah—

—tentang ibunya.

Ibu?

Pantaskah dia disebut seorang ibu?

Selama hidup, Silvi hanya tinggal dengan ibunya. Ayahnya? Entahlah, Silvi tak pernah mengetahuinya.

Bisa dikatakan bahwa Silvi sebenarnya anak yang tidak diharapkan keberadaannya.

Dan mungkin sifatnya ini menurun dari ibunya yang suka bermain lelaki dalam artian tertentu.

Ia lantas menghembuskan nafasnya, haruskah ia berhenti bertindak seperti ini? Untuk sekarang, Silvi bermain dalam batas wajar, entah apa yang akan terjadi di waktu kedepannya.

"Sendiri?"

Silvi terlonjak kaget, untung masih dapat mengontrol diri sehingga ia tidak jatuh ke bawah. Ini lantai empat, bisa melayang nyawanya kalau sampai dia terjun.

"Ismail? Lo ngagetin aja!" ketusnya kesal sambil beranjak turun dari tepi pembatas, ngeri kalau sampai dia kebablasan.

Ismail nyengir, "Hehee... Gue lihat lo dari bawah sekitar lima belas menit tadi, tapi lo kayaknya lagi mikirin sesuatu, jadi gue samperin kesini. Takut aja kalo lo bunuh diri," jelasnya santai.

Silvi lantas memukul pundak Ismail, "Lo jangan sembarangan, ya! Meskipun beban hidup gue besar, tapi gue ga ada kepikiran buat mati muda, apalagi tanpa dijemput," omelnya.

OUR CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang