OC | "Mau gue kenalin sama cowo ga?"

455 49 0
                                    

"Terima kasih, pak!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terima kasih, pak!"

Ami sedikit membungkuk sopan kepada sosok supir grape yang memberikannya tumpangan untuk pagi ini. Seharusnya dia berangkat bersama kakaknya yang sekalian pergi ke kantor, sayangnya kakak laki-lakinya itu sakit dan tidak masuk.

Ami yang tidak bisa naik motor sendiri itu akhirnya memesan ojek online dengan uang palakan kakaknya.

Ia melangkahkan kakinya memasuki pelataran sekolah yang masih sedikit sepi itu. Maklum, jam masuk masih lima belas menit lagi, biasanya orang-orang datang satu menit sebelum jam masuk.

Ami berhenti sejenak kemudian menoleh ketika merasakan seseorang menepuk pundaknya pelan, rupanya pelakunya adalah Hanif.

"Mi!" panggil sang pria.

"Apa, pi?" balas Ami asal nyeplos.

Hanif agak kaget kemudian segera mengedipkan matanya berkali agar sadar. Ini aneh, padahal Ami selalu seperti itu setiap ada yang memanggilnya seperti demikian, tapi Hanif malah deg-degan.

"M—masuk kelas bareng, yuk!" ajak Hanif.

"Tinggal jalan aja, kenapa pake noel gue segala?" balas Ami yang melanjutkan jalannya, disusul oleh Hanif di belakangnya.

Mau ditolak pun percuma, sebab tujuan mereka adalah di kelas yang sama.

"Lo berangkat naik apa?" tanya Hanif basa-basi, memecah keheningan diantara mereka.

"Motor?"

"Sendiri?"

"Engga, sama abang grape."

Benar sih, maksud dia naik grape motor. Emang sejak awal pertanyaan Hanif yang salah.

"Mi!" panggil Hanif lagi.

"Apa sih, pi?" sahut Ami agak kesal. Daritadi ma mi ma mi, kayak mau bilang sesuatu tapi ditahan.

"Lo jangan panggil gue pi dong, kalo gue baper gimana?" protes Hanif agak ngegas.

Ami mengerutkan dahinya, "Gue 'kan selalu gitu tiap ada yang panggil gue mi," katanya bingung.

Hanif mendengus sejenak, "Mau gue kenalin sama cowo ga?" tanyanya menyampaikan pesan yang sejak tadi ingin dia katakan.

"Engga!" jawab Ami cepat.

"Mikir dulu kek, jangan langsung engga," kata Hanif sambil menyusul langkah Ami yang sedikit dipercepat.

Ami mendengus kemudian berhenti. Ia lantas menatap kearah Hanif sambil mengelus dagunya seolah berpikir, dalam hati sibuk menghitung satu sampai enam puluh agar pas satu menit ia melakukannya.

"Engga!" katanya kemudian.

Hanif tersenyum datar, beneran mikir anaknya. Satu menit Hanif terbuang percuma.

OUR CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang