.
Perumahan yang terletak di kawasan pergunungan menjadi pemandangan Jaeyoon di kala matahari secara perlahan mulai tenggelam.
Di dalam mobil sepanjang perjalanan saat sudah berada di negera kelahirannya tak luput mata melihat.
Meskipun tiada banyak perubahan tapi yang pasti ada sedikit asing di matanya melihat sekeliling kota Seoul.
Hingga kini berhenti tepat di depan rumah yang sudah menarik atensinya.
Rumah minimalis berlantai dua tapi tidak begitu besar, terlihat sederhana.
Rumah yang menjadi pensyaratan Jaeyoon sebelum setuju untuk pulang. Salah satunya tidak ingin tinggal bersama ayahnya di mansion yang tidak pasti apa di tempati atau tidak itu. Sudah tidak mengambil tahu kehidupan sang ayah yang cuma sekadar bertanya kabar interaksi di antara mereka.
Pun tak menidakkan hubungan anak dan ayah masih baik, meski jarang berkomunikasi atau luang waktu.
Kedua kaki Jaeyoon baru menapak turun dari perut mobil setelah lebih dulu supir serta Sunghoon yang duduk di jok depan keluar dan terus mengeluarkan barang di bagasi begitu juga satu mobil yang mengikuti mereka.
Karena barang-barang Jaeyoon tidak cukup banyak cuma ada dua koper pakaian serta beberapa kotak lain adalah barang favorit penuh kenangan.
Sementara mereka mengeluarkan barang dibawa masuk ke dalam rumah, netra Jaeyoon mengelilingi sekitar. Kawasan perumahan ini bisa dibilang mewah meski rumah tidak terlalu besar tapi memberi kesan elegan tersendiri.
Apalagi jarak antara rumah ke rumah berjarak cukup jauh seperti memberi batas, menambahkan kesan privasi.
Lalu kaki ikut mengarah masuk sama menyusul orang-orang ayahnya, sekali lagi ruang rumah memberi Jaeyoon kesan takjub, karena sesuai permintaan.
Tidak ingin terlalu banyak furnicture sekadar secukupnya, sang ayah sangat memahami dan paham kehendaknya.
Sesaat pandangan beralih ke lantai atas yang memang terlihat nyata secara langsung karena begitu masuk lantas disuguhi pemandangan lantai atas dengan undakan tangga di pinggir.
Ini sangat memenuhi keinginannya. Jaeyoon merasa puas seketika.
Saat ini orang-orang bawahan si ayah mulai ingin berpamitan terlihat mereka mengobrol singkat dengan Sunghoon dan kunci mobil turut diberi.
Jaeyoon tidak bodoh untuk mengetahui satu koper asing yang bukan miliknya.
Apalagi kunci dibagi pada Sunghoon dan orang-orang itu mulai beranjak lalu sempat menunduk hormat pada Jaeyoon baru berlalu pergi.
Ditinggalkan berdua buat sesaat dering ponsel memecah hening. Ponsel yang memang Jaeyoon pegang itu lantas dilihat layar persegi tertera nama Papa.
Cepat dijawab Jaeyoon dan langsung terdengar suara tak enak ayahnya.
"Jaeyoon ,maaf. Papa tidak bisa menjemputmu, ini saja baru selesai meeting."
Dibalas hela nafas yang tak terlalu Jaeyoon pusingkan. "It's okay Pa, bukan masalah besar."
"Papa janji besok kita ketemu sekalian bahas perpindahan mu di universitas."
Hanya menggumam mengiyakan Jaeyoon yang sejurus matanya menangkap Sunghoon masih setia berdiri di tempat seolah menunggu.
"Oh, iya Pa, Sunghoon akan tinggal bersamaku?"
Lantas disebrang terdengar panik lagi.
"Maaf Jaeyoon, Papa lupa memberitahumu kalau Sunghoon akan tetap menjaga dan tinggal di situ tapi kalau Jaeyoon tidak selesa Papa bisa cari cara---"

KAMU SEDANG MEMBACA
BODYGUARD || sungjake
Fanfiction- dengan segala efeksi, tidak bisa menidakkan perlahan namun pasti perasaan itu ada dan kuat - awalnya disangka ketertarikan Jaeyoon yang menunjukkan secara gamblang pada Sunghoon dipikir cuma sekadar bercanda atau main-main ternyata si tuan muda ya...