.
Tak terasa hampir seminggu menginjakkan kaki di tanah kelahiran ternyata tidak terlalu buruk diperkiraan.
Semuanya terlihat menyenangkan cuma harus terbiasa dengan suasana dan orang-orang di sekitar.
Di awal Jaeyoon sempat berpikir, jika dia tak mungkin bertahan di sini dan akan mencari alasan lebih kuat untuk diberitahu kepada si ayah mengapa dirinya tak bisa menetap di Korea.
Tapi ternyata semua diluar dugaan, baru beberapa hari dirinya merasa nyaman tak ada alasan untuk di kemukakan kepada Jeewon jika semuanya nampak baik-baik saja.
Mungkin juga dengan kehadiran Sunghoon membuatnya terlihat lebih mudah dan senang terutama tentang kenyamaan, Sunghoon memberi itu.
Semua dijalani selama berada di sini Sunghoon yang memberitahu dan menjelaskan serta membawa Jaeyoon berjalan-jalan ke mana saja yang menurutnya penting untuk orang Korea tahu. Ditambah sebagian juga Jaeyoon lupa karena membesar di Australia.
Namun dengan adanya Sunghoon semakin membuat Jaeyoon tertarik tentang negara Kimchi itu.
Ingatan tentang negara kelahirannya itu cuma berputar di usia dua belas tahun dimana waktu itu masih terbilang anak menuju usia remaja belum banyak lagi mempelajari soal tanah kelahirannya.
Tapi kini sedikit sebanyak Jaeyoon tahu, terima kasih kepada pengawal yang berprofesi dalam segala hal. Bukan saja dalam mengawasi keselamatannya tapi juga, menjaga, peneman dan selalu memastikan apapun itu soal Jaeyoon.
Sudah seperti teman, kadang terlihat penjaga wali orang tua bahkan seperti abang juga iya. Tapi yang pasti Jaeyoon melihatnya tetap seperti pria idaman.
Pria yang sudah dipastikan akan jadi miliknya nanti ke depannya. Harus.
Bahkan ketika ini keduanya tengah berjalan berdampingan di universitas yang akan menjadi tempat Jaeyoon melanjutkan kuliah.
Pakaian keduanya sangat kontras, Sunghoon mengenakan celana slack hitam, kemeja abu gelap dipadankan dengan kot hitam sepanjang lutut. Manakala diri Jaeyoon sweater putih bercorak biru dan mengenakan celana jeans, serta tas di sampir dibahu kanan, surai pirangnya berponi.
Meski seperti itu dengan raut dingin Jaeyoon nampak seperti judes dan segan untuk didekati apalagi Sunghoon di samping semakin terlihat aura dingin.
Sudah tentu sepanjang berjalan mereka menarik perhatian dengan satu pria yang sedang menunjuk jalan untuk ketemu pemilik kampus.
"Kau mau tahu?" Jaeyoon sedikit berbisik pada Sunghoon di sampingnya.
Masih dengan kaki terus berjalan mengikuti pria yang mengantar mereka, Sunghoon menoleh sekilas pada Jaeyoon. "Apa?"
"Kau terlihat seperti orang tuaku."
Lantas mata Sunghoon melihat dirinya dan Jaeyoon bergantian, serta melihat lirikan orang-orang di sekitar. Pun begitu dia tidak peduli.
"Seperti seorang Paman juga, iya." Lagi berbisik mengusik Jaeyoon.
Sunghoon mengangguk. "Bagus."
Mengernyit Jaeyoon tak paham. "Apa?"
"Kau sadar aku lebih darimu."
Memutar bola mata Jaeyoon. "Cuma tujuh tahun, bedanya. Jangan terlalu merasa kau terlalu tua bagiku."
Tanpa dipinta tangan Jaeyoon merangkul lengan Sunghoon. "Begini-gini kita cocok jadi pasangan."
Tak ingin menanggapi Sunghoon, semua bicara Jaeyoon soal mereka yang cocok bergandingan sebagai kekasih dianggap angin lalu. Karena diusia Jaeyoon itu cuma tahu bercanda tak benar serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
BODYGUARD || sungjake
Fanfiction- dengan segala efeksi, tidak bisa menidakkan perlahan namun pasti perasaan itu ada dan kuat - awalnya disangka ketertarikan Jaeyoon yang menunjukkan secara gamblang pada Sunghoon dipikir cuma sekadar bercanda atau main-main ternyata si tuan muda ya...