."Siapa dia?"
Sekian kali di ruang kantor terjadi lagi pemberitahuan atas apa yang diarahkan untuk mencari informasi ataupun hasil dari mengawasi setiap pergerakan.
Mendengar pertanyaan, mengerjap kaku seolah sulit untuk menjelaskan dari orang bawahan. "Aku tidak pasti, tapi kebelakangan ini Jaeyoon sering terlihat bersamanya."
Mengedip mencerna pria berkumis itu. "Tiada satupun info tentang lelaki itu?"
Lagi dan lagi mengerjap ragu. "Aku sudah coba selidiki tapi ternyata sulit mendapatkan informasi tentangnya, tapi yang pasti dia asli orang Jepang."
Semakin berkerut dahi si atasan. "Jepang?" Bertanya bingung.
Mengangguk mengiyakan. "Mungkin mereka dari Jepang yang merantau di negeri ini, hidup di sini. Mungkin?"
Mendengus pria lima puluhan itu. "Kenapa mungkin? Kau harus pastikan. Cari tahu lagi." Desaknya bersama tatapan tajam. "Apa dia cuma teman dikenalan kampus? Cari tahu. Bagaimana bisa kau sulit mendapatkan informasi seseorang."
Menunduk si lawan bicara, merasa bersalah. "Iya, aku akan cari tahu lagi."
"Kau harus pantau dengan benar, jangan sampai terlewat. Siapa tahu itu bisa jadi senjata melawan Jeewon."
.
.
.
Pagi itu tepat jam berdenting tujuh dua puluh empat menit, sosok tinggi Sunghoon berjalan masuk ke dalam kamar ditempati selama tinggal bersama anak Jeewon. Di tangannya terdapat nampan berisi sarapan pagi.
Kedua netra lantas disuguhi dengan pemandangan Jaeyoon terbaring di ranjang atau hampir di pinggir kasur, masih terikat oleh rantai bergari di tangan maupun kaki yang dihubungkan di kaki ranjang.
Meletakkan nampan di meja sisi kasur yang sesaat tatapan Sunghoon lurus melihat raut lelap Jaeyoon, sejenak ada rasa mengasihani melihat raut polos itu yang tak seharusnya ada posisi saat ini.
"Jaeyoon..." lembut suara Sunghoon mengalun disertai menggerakkan perlahan pundak Jayeoon hati-hati.
Tampak bola mata Jayeoon yang masih terpejam itu terlihat bergerak yang kemudian terbuka, mencerna keadaan.
"Bangun, kau harus sarapan dulu."
Namun diri Jaeyoon yang baru tersadar oleh situasi malah bermuka tak bersahabat dan bangun terduduk di pinggir ranjang, menatap tak suka.
"Lepaskan."
Seruan terkesan perintah Jaeyoon, tak diindahkan Sunghoon yang cuma berjongkok di hadapan Jaeyoon.
"Kau sudah berpikir dengan waras?"
Reflek terkekeh kecil Jaeyoon. "Waras apa----"
"Iya, waras. Kalau keputusanmu malam tadi bukan keputusan yang baik."
Ingin tergelak lagi Jaeyoon, tatapannya makin terlihat tak suka.
"Diluar sana bahaya menunggu yang bisa saja nyawamu jadi taruhan. Apalagi ayahmu, tidak mungkin dia membiarkanmu pergi begitu saja, pasti dia akan melakukan sesuatu yang tidak bisa kau duga lagi."
Menunduk kepala Jaeyoon. "Terus? Maksudmu, aku harus tetap di sini hidup dengan orang sepertinya?"
Hanya kerjapan saja dari Sunghoon.
"Aku tidak bisa hidup seperti ini, setelah malam tadi yang aku inginkan adalah kehidupan normalku di Australia." Mendongak kembali Jaeyoon menatap Sunghoon. "Ayahku tadi malam bukan orang yang aku kenal selama ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
BODYGUARD || sungjake
Fanfiction- dengan segala efeksi, tidak bisa menidakkan perlahan namun pasti perasaan itu ada dan kuat - awalnya disangka ketertarikan Jaeyoon yang menunjukkan secara gamblang pada Sunghoon dipikir cuma sekadar bercanda atau main-main ternyata si tuan muda ya...