.
"Aku tak tahu, apa ibumu tahu soal ini? Tapi yang pasti ayahmu menolak untuk mengakuiku sebagai anak kandungnya."
"Ibuku sudah tentu ingin keadilan buat aku, mencoba membawa ini ke pengadilan tapi ayahmu punya kuasa membuatnya tak bisa dibicarakan."
"Pengacara yang awalnya setuju tapi berapa hari setelahnya menolak tidak ingin terlibat dan ibuku mencoba mencari yang lain tapi semuanya sama, menolak tanpa ibuku mengatakannya. Seolah-olah nama ibuku diharamkan."
"Pastinya ibuku tidak putus asa, dia coba membawa ini ke media tapi sekali lagi ayahmu punya kendali untuk itu."
"Dan satu-satunya jalan yang ibuku punya kembali ke negara asalnya karena di negera ini dia tidak bisa berbuat apa-apa, ayahmu memegang semua kendali di tangannya."
"Jadi, rencana ibuku akan menuntut hak ku dengan menggunakan cara hukum di negaranya tapi si brengsek itu menahan kami di sini."
"Kau mau tahu? Apa yang ayahmu lakukan? Dia mengancam ibuku dan nama kami tidak bisa berurusan dengan pihak bandara untuk berlepas."
"Dan ancaman ayahmu, kau mau tahu dia bilang apa? Pria tua itu mengatakan jika ibuku mencari cara lain untuk lepas di negara ini, detik di mana kami berpijak saat itu, di situ juga nyawa kami berakhir."
"Ayahmu mengancam nyawa kami, terutama aku. Ibuku tidak punya pilihan selain mengalah dan terlantar di negara ini tanpa bantuan apapun."
"Sudahlah ibuku yatim piatu, tidak punya siapa-siapa. Di sini dia bersusah payah membesarkan ku sendirian dan untungnya kami masih bisa bertahan."
"Terserah, kalau kau mau percaya atau tidak? Yang pasti aku sudah ceritakan apa yang aku tahu dan ini memang kebenarannya, aku tidak berbohong."
Sekian kali lamunan Jaeyoon membawanya pada percakapan bersama Riki petang tadi, percakapan yang entah seolah merenggut pikirannya menjadi kosong, mencerna setiap cerita.
Sukar sekali dia ingin menerima kebenaran, tapi semua bicara Riki itu Jaeyoon tahu tiada kebohongan. Jelas sekali setiap tutur diutarakan Riki dan raut wajah itu juga menjelaskan betapa tersiksanya serta terlihat amarah yang masih tersimpan begitu tampak.
Kini yang Jaeyoon perlukan adalah kepastian dari ayahnya, sudah mencoba menelepon menyatakan keinginan untuk bertemu tapi berakhir tidak dijawab hingga kiriman pesan baru ayahnya membalas, mengatakan akan mencari waktu untuk ketemu nanti.
Helaan nafas panjang dihembuskan sembari mengusap wajah, Jaeyoon menatap layar laptop tanpa arti, niat awal ingin mengerjakan tugas kuliah malah berakhir melamun jauh.
Kalimat demi kalimat dari Riki masih terus terngiang di telinga membuat kepala kusut memikirkannya.
Ingin kepastian lebih jelas dari mulut ayahnya sendiri. Dan jika itu memang benar Jaeyoon tidak tahu lagi dunia apa yang dia tempatinya saat ini.
Bisa-bisanya ayahnya melakukan hal sekeji itu hanya untuk tidak mau mengakui anak kandungnya sendiri sampaikan harus bermain nyawa.
Ini yang lebih mengagetkan Jaeyoon, apa taruhan nyawa itu hal yang remeh di pandangan ayahnya hingga bisa mengatakan ancaman sebegitu.
Menurutnya ini lebih tidak masuk akal, apa benar ayahnya memang seperti itu?
Apa yang terlihat di kaca televisi dan orang-orang maupun di hadapannya selama ini sekadar topeng belaka?
Ini membuat Jaeyoon semakin ingin tahu kebenaran yang sebenar.
Dan mengingat kalimat terakhir Riki, rasanya Jayeoon akan melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BODYGUARD || sungjake
Fanfiction- dengan segala efeksi, tidak bisa menidakkan perlahan namun pasti perasaan itu ada dan kuat - awalnya disangka ketertarikan Jaeyoon yang menunjukkan secara gamblang pada Sunghoon dipikir cuma sekadar bercanda atau main-main ternyata si tuan muda ya...