29 Menepati Janji

309 47 4
                                    

Freya di hantam keterkejutan setelah mengetahui jika Dipta telah meninggal. Parahnya, pria itu meninggal karena mendonorkan jantung untuknya.

Awalnya semua orang tidak mau menceritakan hal yang sebenarnya. Mereka takut kondisi Freya drop. Tapi Keenan memilih menceritakan apa yang terjadi. Freya pernah dibohongi di masa lalu, dan kali ini Keenan tidak mau wanita itu kembali di bodohi.

Dengan tubuhnya yang masih lemas, Freya memandangi surat yang Dipta tinggalkan untuknya. Freya belum berani menyentuhnya.

Freya hanya masih tidak mengerti kenapa Dipta melakukan ini. Bukankah dia tidak mencintainya?

Freya mendekap dadanya yang masih terasa nyeri, dan dibalut dengan perban. Freya merasakan debaran jantung barunya dengan seksama. Benarkah ini milik Dipta?

Dalam keadaan batin yang rapuh, Freya akhirnya meraih surat itu dengan tangan yang gemetar. Tinta di amplop itu memancarkan suatu nostalgia, mengingatkan Freya pada tulisan tangan Dipta yang pernah begitu akrab baginya.

Dengan hati yang berdebar, dia membuka surat itu dan mulai membaca.

"Freya, saat kamu membaca surat ini, mungkin aku sudah tidak disisimu. Aku sudah pergi jauh ke alam lain, menyusul nenek dan orangtua yang sangat aku rindukan. Jangan menangis, jangan merasa bersalah, aku senang dapat membuatmu tetap hidup dan terus di sisi Acha."

Freya mengusap airmatanya yang berlinang semakin deras. Bahkan setelah tiada, pria itu masih saja menyakitinya dan membuatnya menangis.

Dipta pikir dengan mendonorkan jantungnya, Freya akan bahagia?

"Maaf jika aku terus menyakitimu. Apa ini cukup untuk permintaan maafku? Apa ini cukup untuk membuktikan jika aku mencintaimu, bukan sekedar obesesi? Jika waktu bisa diputar ulang, aku ingin sekali menghapus Alissa dari hubungan kita. Aku sungguh menyesal."

"Dasar keparat! Aku tidak akan percaya!" Isaknya tersedu-sedu. "Kenapa kamu melakukan ini?!"

"Dan Frey, lanjutkan hidupmu. Ingat, jangan merasa bersalah. Menikahlah dengan Keenan, dia pria yang baik. Keenan juga melakukan tes untuk mendonorkan jantungnya untukmu, tanpa berpikir panjang. Dia juga sangat mencintaimu. Jika kamu selamat dari maut, kamu harus bahagia. Mulailah masa depan baru dengan Keenan dan beri Acha keluarga yang lengkap. Aku yakin sekali, jika Keenan akan menjaga kalian dengan sangat baik. Bahkan lebih baik dariku." Tulis Dipta pada surat tersebut.

"Mungkin ini sudah sangat basi, tapi aku ingin mengatakannya. Aku sangat mencintaimu! Kamu sangat berarti untukku! Bukan kamu yang gagal menjadi istri, akulah yang gagal menjadi suami. Baik-baik ya? Maafin aku sekali lagi. Semoga kita bertemu di kehidupan selanjutnya."

Freya melipat kembali surat itu, lalu memeluk dadanya yang terasa sangat nyeri. Freya benar-benar masih tidak menyangka jika Dipta dan Keenan berkorban sebegitu besar untuknya. Apa dia pantas mendapat ini semua? Freya tidak percaya diri.

Saat Keenan kembali masuk ke ruangannya seraya membawa seikat bunga untuk menghias kamar, Freya langsung memeluk dan menumpahkan semua emosi dan tangisannya.

"Keenan..." Isaknya.

"Aku tahu." Keenan mengusap puncak kepalanya, dan membalas pelukannya tak kalah erat. "Setiap orang pernah membuat kesalahan, maafkan dia."

"Kenapa Dipta melakukan ini? Kenapa kamu juga berpikir untuk mendonorkan jantungmu untukku? Kamu tahu betapa menyakitkannya untukku karena hal ini? Aku merasa bersalah! Aku tidak pantas untuk mendapat ini semua!"

"Kamu adalah wanita yang aku cintai. Jadi kalaupun kemarin aku yang cocok, kamu juga tidak perlu merasa bersalah. Akan lebih menyakitkan jika kamu yang pergi, dan aku tidak melakukan upaya apapun untuk menyelamatkanmu. Dipta pasti berpikiran hal yang sama."

Freya hanya terdiam dengan isakannya. Ia tidak bisa berkata apapun selain rasa syukur karena dikelilingi orang-orang yang begitu mencintainya.

Freya juga sangat menyesal, karena berpisah dengan Dipta dalam keadaan yang tidak baik. Bahkan Freya melarangnya bertemu Acha.

Dan lagi, apa Freya sanggup menerima Keenan kembali setelah apa yang Dipta lakukan?

Walau Dipta memintanya untuk tidak merasa bersalah, perasaan itu tetap ada. Dan itu menyiksanya.

****

Alissa duduk sendirian di tepi tempat tidur, merangkul lututnya dengan tangan gemetar. Wajahnya dipenuhi dengan perasaan penyesalan, kesepian, dan kehilangan harapan. Dia merasa seperti hidupnya hancur dan tak ada jalan keluar dari kegelapan yang melingkupinya.

Ada masa lalu yang penuh dengan pilihan dan keputusan yang salah, dan Alissa merasa dirinya adalah korban dari segala kesalahannya.

Perkataan Liam benar, dia punya otak untuk berpikir, tidak ia tahu mana yang benar dan salah. Alissa terbakar ambisi dan dibutakan oleh hal-hal yang terlalu ia paksakan.

Penyesalan memang selalu menyakitkan. Sekarang ia kehilangan segalanya. Alissa terbunuh dalam kesunyian yang ia ciptakan sendiri.

Alissa juga tidak sanggup untuk datang ke pemakaman Dipta. Ia akan datang saat hati dan batinnya siap.

Saat Alissa larut dalam lamunannya, samar-samar ia mendengar suara anak kecil dari luar rumahnya. Dan ia kenal betul dengan pemilik suara itu.

"Mama!" Suara anak itu memanggil dengan antusias. "Mama!" Panggilnya lagi dengan lebih keras.

Alissa spontan berlari keluar. Ia segera membuka pintu untuk melihat siapa yang datang. Dan setelah ia berhadapan dengan si pemilik suara.... Alissa langsung tejatuh begitu saja dihadapannya.

Alissa memeluk anak yang sangat ia rindukan dengan sepenuh hati, selama beberapa hari terakhir mereka terpisah.

"Kevin!" Alissa terisak.

"Mama!" Kevin ikut menangis dan mengeratkan pelukan. Sama seperti Alissa, Kevin sangat merindukan ibunya. Biar bagaimanapun, Alissa yang merawatnya sejak bayi. Memberinya asi, dan menyayanginya dengan sepenuh hati.

"Kenapa badanmu kurus sekali?" Alissa meneliti setiap jengkal tubuh anaknya dengan seksama. Kevin menjadi sedikit kurus setelah lama tak bertemu.

"Dia tidak mau makan, dan terus mencarimu." Alden memberitahunya.

Alden tahu, seharusnya ia tidak mempertemukan Kevin dengan Alissa lagi. Wanita jahat yang menukar bayi mereka. Tapi, kesehatan fisik dan mental Kevin lebih penting. Alden dan sang istri sudah sepakat demi kebaikan anaknya.

"Kevin kangen Mama!" Isaknya. "Kevin mau sama Mama aja!"

Alissa masih memeluknya erat. Alissa sangat merindukannya. Apa ini maksud Dipta akan mengembalikan kebahagiaanya? Kevin kembali padanya?

"Kita asuh Kevin bersama." Alden berkata dengan yakin.

"Kamu serius? Aku boleh ikut serta mengasuhnya?" Alissa bertanya dengan airmata bercucuran.

"Anggaplah Kevin punya dua ibu." Alden berkata pelan. "Tapi sebagai syarat, kamu harus tinggal di rumah yang aku siapkan. Dan itu berdekatan dengan rumahku. Kita akan mengasuhnya secara bersama-sama. Itu satu-satunya pilihan yang adil. Dipta yang memberi usul tersebut."

"Apapun syaratnya." Alissa memeluk Kevin dengan lebih erat. Alissa benar-benar bersyukur memiliki kesempatan ini.

Setidaknya walau nantinya, pasti tak sebebas dulu saat bersama Kevin, ia masih bisa bersamanya. Masih bisa melihatnya tumbuh hingga dewasa.

Dan setidaknya, kini Alissa memiliki satu harapan untuk melanjutkan hidup setelah semua kekacauan yang terjadi.

Alden menatap keduanya dengan berkaca-kaca. Sebenarnya ada rasa tak rela Alissa harus bertemu lagi dengan Kevin. Tapi keadaan memaksa.

Kondisi mental istrinya juga belum pulih total. Wanita itu masih harus menjalani berbagai terapi agar sembuh total.

Dan sembari menunggu hari dimana istrinya kembali normal, peran Alissa sangat ia butuhkan. Terlebih Kevin sangat menyayanginya. Kevin terlanjur memiliki ikatan dengan Alissa.

*****

Yang mau baca lebih cepat, silahkan kunjungi karya karsa, NBJ, dan googleplay.

Untuk PDF silakan hub wa 085712089258.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Are My Heartbeat (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang