-II-066-08-

69 12 1
                                    

TEBAKANKU tidak mungkin salah. Putranya adalah vampir tulen. Dia tidak ingin diberi makan susu dan memilih pergi ke kandang hewan ternak untuk mengisap habis semua darah hewan yang bisa dia hisap. Aku pernah melihat film tentang vampir yang seperti itu. Vampir baru memiliki dahaga yang sulit untuk ditahan. Apalagi putranya adalah bayi. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, tidak tahu jati dirinya, tidak mengerti apa-apa. Sudah pasti ia sendiri yang melakukan itu dalam semalam.

"Ia menemukan gadis bergaun putih yang sangat ia kenal berdiri di sudut kandang dengan posisi seperti hewan buas. Matanya berkilat-kilat memancarkan keinginan untuk membunuh. Taringnya tersungging layaknya belati yang sangat tajam. Suara geraman aneh terdengar menakutkan dari arahnya seperti puma yang marah. Kakek buyutku hanya bisa mematung menatap semua yang terjadi di depan matanya. Otaknya berusaha mencerna semua yang terjadi. Ia senang sekaligus bingung, istrinya bisa kembali tetapi dengan jiwa yang berbeda."

Aku sama terkejutnya dengan semua orang yang mendengar plot twist tidak terduga ini. Maksudku, aku memang tidak mencerna cerita ini dengan baik. Seharusnya aku tahu, vampir bisa menginfeksi manusia yang telah ia gigit agar menjadi seperti dirinya. Tapi aku baru menyadarinya. Sedari awal, Immanuel menceritakan jika manusia yang darahnya dihisap oleh kakek buyutnya tidak berubah menjadi vampir. Aku pun menanyakan itu kepadanya. Dan dia menjawab, "Ia menghisap habis darah dari setiap mangsanya. Membuat racun tersebut tidak memiliki ruang untuk bermutasi."

Itu masuk akal, tapi aku masih memiliki keraguan. "Tapi Mariam sudah mati. Bagaimana mungkin darahnya bisa menyebarkan racun vampir untuk menginfeksi seluruh tubuhnya jika jantungnya saja tidak berdetak? Maksudku, cara kerjanya seperti itu kan?"

"Memang begitu konsepnya," kata Ella. "Jika kau ingin menjadikan manusia itu vampir, kau tidak boleh menghisap habis darahnya, dan manusia itu tidak boleh mati. Tapi bukan berarti manusia yang sudah mati, yang masih memiliki sisa darah dan terkontaminasi oleh racun vampir, tidak bisa menjadi vampir."

Aku terkejut meskipun sedikit pusing. "Jadi bisa?"

"Bisa, tapi waktu yang dibutuhkan untuk bermutasi jadi tidak masuk akal," jawab Evan.

"Maksudnya?" tanyaku. Aku memang banyak tidak mengerti segala hal, tapi aku ingin mengerti soal hal ini.

"Manusia mati yang darahnya sudah terkontaminasi itu tidak diketahui kapan akan berubah menjadi vampir," jelas Immanuel. "Besar sedikitnya darah yang sudah terkontaminasi tidak bisa menentukannya. Begitu pula dengan ras atau keadaan fisik manusia yang terkontaminasi tersebut. Ayahku belum bisa memecahkan misteri apa sebenarnya yang mendasari hal itu. Tapi intinya, manusia dengan sisa darah yang terkontaminasi racun vampir pasti berubah menjadi vampir. Waktunya memang tidak bisa ditentukan, tapi memiliki ciri khusus; jasadnya tidak akan membusuk--meskipun manusia tersebut membutuhkan waktu dua tahun atau lebih untuk kembali bangkit menjadi vampir."

Aku menganggukkan kepala, tanda jika sekarang aku sudah mengerti ... sedikit.

Immanuel berdeham karena suasana tiba-tiba sunyi, hanya terdengar suara bibir yang menyeruput sup silih berganti. "Lanjut?" tanyanya padaku.

Aku menganggukkan kepala untuk menjawabnya.

"Mariam menerjang kakek buyutku. Tapi ia tidak menyerangnya, ia hanya menabraknya untuk membuka jalan. Gerakannya sangat cepat, menyaingi gerakan kakek buyutku ketika staminanya masih terjaga. Kakek buyutku mengejarnya ke dalam kastel dan hampir terlambat. Ia memanggil nama istrinya saat ia akan mencakar wajah putranya yang sedang terlelap. Mariam berbalik dengan tatapan marahnya. Kakek buyutku langsung berkata, 'Mariam, ingatlah dirimu. Kau adalah istriku. Mariam yang baik hati, lugu, penyayang, dan lembut. Kau bukan makhluk keji yang akan membunuh putramu sendiri hanya untuk mengikuti dahagamu yang tidak akan pernah bisa berakhir.' Namun Mariam malah semakin menggeram dan tangannya bergerak untuk mencengkeram anaknya, bersiap menancapkan taringnya. Kakek buyutku dengan cepat menerjang istrinya sampai membentur dinding. Ia mengambil anaknya dari tempat tidur dan bersiap pergi dari tempat itu. Mariam bangkit dan memegang kaki kakek buyutku. Ia melemparkannya ke sembarangan arah. Kakek buyutku menabrak lemari pakaian yang terbuat dari kayu pinus yang kuat sampai hancur. Tangannya tidak sedikit pun terlepas untuk melindungi bayinya. Bahkan bayi itu tidak terbangun mendengar keributan di sekitarnya. Mariam berhasil melumpuhkan kakek buyutku dengan mencekik lehernya, sedangkan kakek buyutku berusaha melindungi putranya. Mariam mendekatkan wajahnya ke arah bayinya dengan tatapan penuh rasa lapar. Namun kata-kata kakek buyutku menghentikannya. 'Itu putramu, Mariam,' katanya, 'ingatlah semuanya. Jiwamu masih tetap ada di sana. Jangan biarkan dahaga itu menguasaimu.'

Membeku #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang