MEREKA berdiri di depan mulut lorong yang tertutup dan sedang mencoba membukanya. Penutup itu seperti sebuah gerbang yang terbuat dari logam, baja, atau bahan yang lebih kuat dari itu mengingat mereka adalah vampir. Matthew membuat tempat ini tidak hanya menggunakan material yang berada dari bumi, karena dia tahu musuh yang dia hadapi bukan manusia.
“Ini mungkin karena daya yang tiba-tiba mati, sistem pengaman jadi aktif,” kata Ella.
“Kita hancurkan secara paksa?” tanya Ethan.
Evan menggelengkan kepalanya. “Terlalu berisiko. Syukur jika pintu langsung terbuka, jika pintu tetap tertutup meskipun sudah kita dobrak, itu hanya akan membuat kita mudah ditemukan dari suara dentuman yang terdengar.”
“Lalu kita harus bagaimana?” tanya Ethan. “Bukankah kau bilang waktu kita sempit?”
“Ethan tenanglah!” ujar Ella.
“Bagaimana mungkin aku bisa tenang jika nasib kita berada di ujung tanduk?!”
Di tengah-tengah perdebatan antara Ella dan Ethan itu, Evan menghampiriku di pangkuan Immanuel. Wajah Evan penuh harap ketika menatap Immanuel. Aku bisa merasakannya meskipun mataku tidak menangkap ekspresi di wajahnya dengan jelas. “Ini yang terakhir,” katanya, penuh harapan.
Immanuel melirikku. Aku tahu ekspresi yang dia tampilkan, aku juga merasakan kekhawatiran yang berasal darinya. Aku memegang dan mengusap pipinya, berusaha menghiburnya bahwa aku akan baik-baik saja. “Aku masih bisa. Lagi pula ini untuk Nathan.”
“Kau adalah wanita yang kuat,” ujar Immanuel, berusaha menyemangatiku. Mungkin itu yang dia pikirkan, dari pada melarangku dan mengatakan kemungkinan buruk dari efek samping apa yang aku lakukan—yang sudah jelas aku tahu, lebih baik dia menyemangatiku dan percaya bahwa aku bisa melakukannya.
Aku tersenyum lalu memejamkan mata. Aku masuk ke dalam lorong dan berhenti di ruangan yang sekarang tidak ada satu pun objek percobaan ... maksudku pemburu iblis malam yang mereka culik. Hanya ada beberapa vampir laki-laki yang terlihat sibuk bergerak ke sana ke mari membereskan sesuatu yang tidak aku mengerti. Aku memperluas penglihatanku menjadi lebih luas sehingga aku dapat melihat segala sudut bahkan lorong-lorong yang bisa menjadi jalan kami ke sana. Aku menemukan satu dan mencoba mengingat-ingatnya. Namun dalam perjalanan kami ke sana tidak akan mulus, lorong masih dipenuhi vampir-vampir yang bergerak secepat kereta. Kami berkemungkinan besar berpapasan dengan mereka dan dicurigai. Namun aku tidak perlu memikirkan itu sekarang. Aku kembali menarik penglihatanku setelah berhasil menghafal rute perjalanan kami. Aku mengatur napasku dan mencoba hanya fokus di sana, seperti apa yang Immanuel katakan sebelumnya setiap kali selesai menggunakan kemampuanku.
“Bagaimana?” tanya Evan.
Aku mengangguk di tengah pandanganku yang masih terasa berputar-putar. “Aku berhasil mengingat satu rute.”
“Kita berangkat sekarang,” ujarnya. Kami semua berdiri dan bersiap-siap.
“Kita mengambil jalur kiri lalu belok kanan di perempatan pertama. Lurus terus sampai mentok. Di sana kita belok kiri lagi dan turun terus sampai mentok tidak ada tangga. Dari sana kita belok kiri dan lurus terus sampai perempatan ke tiga. Barulah kita mengambil arah kanan. Ada pintu di ujung lorong, dari sana kita sudah dekat.”
Berbarengan dengan itu, lampu tiba-tiba menyala dan Evan langsung berkata, “Sekarang.”
Aku kembali dibawa melesat dengan kecepatan angin. Pandanganku tidak jelas. Aku hanya melihat langit-langit yang terbuat dari bahan mirip logam dan lampu-lampu putih panjang yang silih berganti dengan kecepatan tinggi. Aku tidak menyadari ketika ada sesuatu yang janggal telah terjadi. Aku hanya langsung merasakan sakit di bagian kepala dan tersadar sudah terbaring di lantai. Immanuel langsung mendekatiku dan menunduk untuk meraihku ke dekapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Membeku #2
Vampire[Lengkap] [Vampir] [17+] "Aku harus membayar semua yang sudah aku perbuat. Nathan diculik karena aku. Immanuel berjanji jika rencananya akan berhasil. Aku mempercayainya, dia adalah seseorang yang sangat aku cinta, tapi apa yang menunggu kami bukanl...