-II-106-48-

20 6 0
                                    

LIFT bergerak turun ke kedalaman tiga ratus meter. Dari tulisan yang tertera, kami akan turun dalam waktu kurang dari satu menit, namun rasanya sangat lama. Mungkin karena kami baru terlepas dari rasa tegang. Kami semua mematung karena hampir ketahuan. Luas ruangan lift ini sangat luas, dengan tinggi empat meter dan luas 36 meter persegi. 

Sebelumnya kami terus menunggu kelompok vampir yang berada di ruangan lift pergi. Kami juga tidak bisa mundur karena di belakang ada vampir yang sedang menuju ke arah kami. Tepat ketika vampir di belakang kami sudah berjarak beberapa meter dan Evan sudah siap melakukan rencana dadakan, yaitu membantai habis semua vampir di belakang meskipun risikonya kami akan ketahuan. Namun kelompok vampir di depan kami akhirnya meninggalkan ruangan itu dengan masuk ke dalam salah satu lift.

Dan karena jarak kami dan vampir di belakang sudah sangat dekat, Immanuel dan yang lainnya menyeretku dengan gerakan cepat mereka dan langsung masuk ke dalam lift.

“Nathalia, kau sangat tegang,” ujar Immanuel, matanya bersinar ketika menatapku.

Aku menyadari dia sedang menggunakan kemampuannya untuk melihat tekanan darahku. “Apakah separah itu?”

“Cobalah untuk mengatur napas dan lebih tenang,” katanya sambil mempererat genggaman tangannya dan mengusap-usap tanganku dengan ibu jari.

Jantungku malah berdebar hebat. Padahal dia sudah memegang tanganku sejak kami memasuki katedral, tapi aku baru berdebar sekarang. Ini rasanya tidak perlu diperlukan. Aku berusaha mengendalikan diri walaupun rasanya sulit.

“Sekarang jantungmu malah berdetak agak cepat,” katanya. “Ada apa?”

“Tidak ada.” Seraya memalingkan wajah darinya, menyembunyikan pipi yang merona.

“Nathalia, coba lihat apakah di ruangan bawah tanah akan ada banyak vampir, dan temukan cara termudah untuk melewatinya,” ujar Evan.

Aku mengangguk dan kembali memejamkan mata. Aku menyusuri ruangan-ruangan besar di ruang bawah tanah yang jarak lantai dan langit-langitnya terpisah belasan meter dengan total permukaan luas yang megah. Mereka dapat membangun perkebunan dan peternakan di dalam tanah saja sudah sangat hebat, apalagi ditambah dengan teknologi yang mereka miliki. Semua ini membuatku merasa sama sekali kecil, teknologi buatan manusia yang aku ketahui selama ini terkesan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan yang mereka miliki.

“Tidak banyak vampir yang berkeliaran di ruang bawah. Semua yang ada di sana sibuk bekerja di dalam ruangan, merawat tanaman dan hewan ternak.”

“Kita bisa lewat dengan mudah?” tanya Ethan, sedikit nada antusias terdengar dari suaranya.

Aku mengangguk. “Tapi ruang bawah tanah yang berjarak satu kilometer di bawah sana tidak akan membantu kita. Ruangan itu sepuluh kali lebih luas dari ruangan yang akan kita tuju sekarang. Luasnya hampir setara dengan kuas kota Sexo. Dipenuhi vampir laki-laki ... yang berjumlah ratusan ribu atau mungkin jutaan. Aku tidak bisa menghitung berapa tepatnya.” Itu yang paling membuatku tercengang. Mereka bisa membangun tempat yang luasnya hampir menyaingi sebuah kota di dalam perut bumi dan menampung banyak vampir dalam sebuah tempat. Mereka bergerak dengan kecepatan kereta bawah tanah di setiap lorong. Lorong-lorong di sana layaknya jalur cepat di jalan bebas hambatan antar kota. Aku berharap tidak menemukan vampir yang hancur berkeping-keping karena tidak sengaja bertubrukan. Barulah di tempat itu aku melihat banyak laboratorium dengan berbagai macam jenis percobaan yang menurutku mengerikan. Di tempat ini, kelelawar vampir dapat bebas terbang dan bergelantungan di langit-langit gua yang tinggi.

“Coba cari sebisamu dulu, cari laboratorium yang menurutmu mencurigakan,” ujar Evan.

“Kita butuh rencana,” kata Ethan.

Membeku #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang