MOBIL melaju di jalanan lengang kota Quinqo. Jaraknya hanya sekitar tiga jam menggunakan kereta listrik bawah tanah dari stasiun kota Quartur. Kami diajak Ayah yang sedang menjalani tugas di kota ini. Sebenarnya pekerjaan Ayah sudah selesai. Dia, beberapa bawahan, dan beberapa kelompok penjaga cincin hanya ditugaskan untuk mencari tahu keberadaan iblis malam yang disinyalir bersembunyi di sekitar dinding cincin kota kelima dari delapan kota penyangga kerajaan Wesfiw ini. Karena tugas itu sudah selesai, jadi kami boleh berlibur keliling kota tropis ini sebelum pulang. Tidak berpasir seperti kota Quartur, kota ini cukup subur dan menyuguhkan banyak pemandangan hijau perbukitan, gedung pencakar langit, wisata arung jeram, dan lainnya. Ditambah karena ini masih libur musim panas, aku dan Nathan tidak perlu cepat-cepat kembali ke kota kami, sekolah tutup sampai sebulan ke depan.
Di perjalanan menuju bukit tertinggi di kota, Nathan merengek-rengek di samping Ayah yang sedang menyetir. Dia ingin menyewa sepeda motor, tapi Ayah tidak mengizinkannya karena ini adalah hari keluarga, tidak boleh ada yang pergi sendirian. “Tidak boleh Tuan Muda. Jika Ayah mengizinkanmu, kau akan pergi meninggalkan kami untuk menjajal trek yang kau suka.”
“Aku janji tidak akan begitu Ayah! Aku mohon Ayah!”
“Sekali tidak, tetap tidak.”
“Ayaaaaah!!” Meskipun umur Nathan sudah empat belas dan tubuhnya sudah tinggi besar, tapi perilakunya ketika merengek tidak jauh berbeda dari anak lima tahun. “Ayolah Ayaaaaah!”
Di tengah-tengah rengekkan Nathan itu, aku bersandar di bahu hangat seseorang sambil berbagi headset yang sedang mengalunkan lagu-lagu mengasyikkan, pas didengar di suasa cerita. Tenang saja, meskipun tubuh laki-laki di sampingku sehangat pemanas, dia tidak lengket dan bau berkeringat.
“Aku suka lagu ini,” katanya, sambil menunduk menatapku ketika lagu berganti dan memperdengarkan intro berupa alunan piano dan musik orkestra dari salah satu musisi terkenal pada zamannya.
“Biasanya kau akan mendengarkan lagu semacam ini ketika apa?” tanyaku dengan nada menantang. Sejak kapan dia suka lagu?
“Ketika hujan.” Lalu tersenyum manis seolah jawabannya adalah kebenaran.
Aku tertawa karena itu. “Kota Quartur tidak pernah hujan. Mungkin ada sih, setahun sekali atau dua kali.”
“Itu sebabnya aku jarang mendengarkan lagu ini.”
“Kalau kau tidak suka mendengarkan lagu, kau tidak perlu memintaku untuk berbagai headset denganmu, Tuan yang Jarang Mendengar Lagu,” balasku, setengah tersenyum. Aku membuat suaraku terdengar kesal ketika mengatakan itu. Gio selalu melakukan hal yang tidak dia suka hanya karena aku melakukannya. Dan ya, dia ikut kami ke kota Quinqo karena Ayah memberinya tugas untuk menjagaku.
“Kau juga tidak suka mendengarkan lagu, kenapa sekarang kau tiba-tiba membeli ipod?” tanyanya, ikut mengubah nada suaranya terdengar menantang.
Aku meletakkan telunjuk di depan bibir sambil mendekatkan wajahku padanya, membuatnya diam. Tapi Gio malah mengikuti apa yang aku lakukan sambil tersenyum menggoda, bahkan sampai wajah kami berjarak kurang dari sejengkal. “Iiihhh.” Aku mendorong wajahnya agar menjauh. Rasanya jengah jika ditatap olehnya dalam jarak sedekat itu. Aku bisa salah tingkah.
“Oh, jadi kau punya maksud terselubung ketika memintaku membelikan ipod berisi lagu-lagu dari penyanyi top dari lima puluh tahun lalu asal Kekaisaran Empiria yang bernuansa klasik?” Seraya membenarkan topi abu-abu yang dia kenakan yang berlambang pemburu iblis. “Kau tahu, aku sampai berjalan seratus meter ke ujung stasiun untuk membelinya ke cabang terdekat toko Apple.”
“Tapi kau tetap membelikannya meskipun kau tahu aku tidak suka lagu, kan?” tuduhku, dengan wajah licik yang dipadukan dengan wajah anak kucing tanpa dosa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Membeku #2
Vampire[Lengkap] [Vampir] [17+] "Aku harus membayar semua yang sudah aku perbuat. Nathan diculik karena aku. Immanuel berjanji jika rencananya akan berhasil. Aku mempercayainya, dia adalah seseorang yang sangat aku cinta, tapi apa yang menunggu kami bukanl...