MATAHARI semakin meninggi. Immanuel masih memelukku dengan penuh kasih sayang. Sedikit demi sedikit, aku merasa tenang dan berhenti menangis, hanya tinggal sisa-sisanya saja yang masih membuat tubuhku berguncang beberapa kali. Karena sekarang aku sudah dalam keadaan sadar sepenuhnya, aku mulai merasa malu atas semua yang telah terjadi. Aku menunggu sampai tubuhku benar-benar tenang dan tidak lagi bergetar akibat sisa tangisan hebat. Lalu aku mulai berbicara, “Immanuel.”
“Kau sudah merasa baik-baik saja?” Suara lembutnya selalu terdengar menenangkan.
Aku mengangguk. “Maaf karena aku selalu begini.”
“Tidak apa-apa,” balasnya, masih memelukku. “Kau sedang dalam masa yang tidak baik. Aku mengerti.”
Dia mungkin cukup pengertian, tapi aku benar-benar malu kepada diriku sendiri. Kenapa aku sampai seperti ini? Apa karena aku tidak pernah berdoa sebelum tidur? Atau karena pikiranku banyak terbebani oleh hal-hal yang awalnya tidak aku percayai? Atau karena apa? Aku kesal karena terus selalu dalam kondisi seperti ini, apalagi di depan Immanuel.
“Kau mau sarapan sekarang?” tanya Immanuel. “Sepertinya ada yang membuatkan panekuk untukmu. Disiram oleh sirop maple yang kental dan beberapa beri segar yang akan menghiasinya. Ada juga krim kocok. Kalau kau mau.”
Aku mengangguk mengiyakan. Aku harus tegar. Aku tidak boleh seperti ini terus. Aku harus lebih kuat dari ini. Mimpi seperti ini tidak boleh lagi mengusikku. Aku harus seperti Wonder Women dari seribu tahun yang lalu agar dapat menyelamatkan Nathan. Mulai dari sekarang, aku tidak boleh lagi memberi makan perasaan yang membuatku terusik. Oke, mulai dari sekarang, aku harus kuat. Mulai dari sekarang. Aku harus terus mengingat kata-kata itu karena kejadian tetap terulang meskipun aku mengatakannya. Aku tidak tahu jika rasanya sangat sulit untuk menjadi tegar.
“Kau mau aku membawa sarapannya ke mari atau kita turun ke bawah?” tanyanya, lagi. Dia melepaskan pelukannya dan menunduk menatapku.
Aku menarik napas dalam sebelum berkata, “Ke bawah.”
Immanuel tersenyum seolah menyemangatiku.
Kami pun berjalan bersama menuju lantai bawah. Aku tidak mau disebut manja meskipun aku masih terlihat manja. Dan aku mengakui jika aku memang manja. Aku harus berusaha lebih baik dari ini agar tidak disebut seperti anak kecil oleh Mariah. Hidupku selalu nyaman dan jauh dari masalah yang berarti selama ini. Dibandingkan dengan kehidupan Mariah yang penuh drama dan tujuan hidup yang jelas, kehidupanku sangat baik-baik saja dan terlampau datar. Jauh dari drama dan kesulitan. Aku tidak boleh bermanja-manja di saat orang lain tetap berusaha untuk hidup di tengah-tengah masalah berat yang membebani. Tapi bukan berarti masalah yang aku hadapi harus dikesampingkan dan tidak ada. Semua orang punya masalah hidup mereka sendiri kan? Dan masalah hidupku tetap nyata meskipun akan terlihat remeh bagi sebagian orang.
Ketika kami sampai di lantai bawah, semua orang sudah ada di sana. Mariah dan Evan sedang membuat sarapan. Ethan sudah kembali sibuk dengan konsol permainan video, sedangkan Ella dan Max terlihat berada di luar, aku tidak bisa melihat apa yang mereka lakukan dari dalam. Kami yang duduk lebih dulu di meja makan. Dan aku merasa tidak nyaman jika harus menunggu seperti ini. Aku seperti seorang nyonya rumah yang sedang menunggu sarapan selesai dibuatkan oleh pelayan. Tapi kenyataannya, Mariah lebih cocok menjadi seorang nyonya rumah dan aku yang menjadi pelayanannya.
Aku bangkit berdiri dan Immanuel memegang lenganku. “Mau ke mana?”
“Aku ingin membantu,” balasku, lalu aku berjalan menuju konter dapur, tempat Mariah dan Evan membagi-bagi tugas mengerjakan berbagai kegiatan dapur. Beberapa tumpuk panekuk sudah tersaji di atas piring, Evan masih membuatnya, orang yang akan sarapan lebih banyak. Panekuk itu tidak akan cukup—seolah-olah mereka benar-benar akan merasa kenyang dengan semua makanan tersebut. Sedangkan Mariah sedang mencuci beberapa piring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Membeku #2
Vampire[Lengkap] [Vampir] [17+] "Aku harus membayar semua yang sudah aku perbuat. Nathan diculik karena aku. Immanuel berjanji jika rencananya akan berhasil. Aku mempercayainya, dia adalah seseorang yang sangat aku cinta, tapi apa yang menunggu kami bukanl...