-II-087-29-

44 9 0
                                    

SETELAH selesai sarapan, Max pamit untuk pergi bekerja, sedangkan kami mengobrol di ruang keluarga. Mariah pamit untuk mengerjakan tugas rumahnya. Kami mengobrol tentang bagaimana rencana ulang kami setelah Mariah menolak untuk membantu.

“Kita akan gagal,” kata Ethan.

“Jangan berkata seperti itu,” balas Ella.

“Aku hanya berpikir realistis,” jawab Ethan. “Kita tidak tahu bagaimana tempat itu sebelumnya. Kita belum pernah ke sana. Ribuan bahkan jutaan vampir dengan postur dan cara bertarung seperti Max menunggu kita, siap bertarung. Dengan hadirnya Max dan Mariah saja persentase keberhasilan kita masih lima puluh lima puluh, apalagi tanpa mereka? Max dan Mariah sudah pergi dari tempat itu selama tiga ratus tahun, dan bukan tidak mungkin tempat itu sudah banyak berubah. Dengan cara berkembang biak Matthew yang gila dan peraturan aneh yang dia buat, benteng mereka pasti menjadi benteng yang paling kokoh dan sulit ditembus di bumi saat ini.”

“Aku pernah ke sana,” kata Immanuel.

“Ya, hanya dari luarnya saja, itu pun dari jarak ratusan meter. Kau tidak tahu bagian dalamnya seperti apa dan lainnya. Katamu, kemampuan kita terbatas karena tempat itu terbuat dari asteroid raksasa aneh yang ditemukan Matthew, yang membuat kemampuan ekolokasi kita terganggu.”

Ella hanya diam, Evan seperti sedang berpikir keras, tangannya mengusap-usap bibirnya. Dan aku berusaha sebisa mungkin untuk tetap optimis.

“Kau pernah ke sana?” tanyaku, pada Immanuel.

Immanuel mengangguk.

“Kapan?”

“Setelah mengalami zing denganmu, aku pergi bersama Ayah untuk menanyakan apa maksud Matthew mengendalikan vampir tingkat rendah dan menyerang dinding terluar kota Sexo,” jelasnya. Lalu dia menunduk malu. “Aku berusaha menghindari pikiranku yang selalu dipenuhi olehmu. Aku hampir datang ke rumahmu hanya untuk melihat wajahmu dari jauh, tapi aku tahu kau bagian dari keluarga yang mungkin memusuhiku, jadi aku berusaha menahan dorongan itu. Dan daripada aku datang ke rumahmu tiba-tiba, lebih baik aku menenangkan diri dengan menjauh, ikut bersama Ayah mengunjungi kakak tertuanya.”

Aku pun merasa jengah. Aku tidak memercayai kata-katanya meskipun itu cukup membuatku melayang ke langit. Siapa juga perempuan yang tidak bahagia mendengar laki-laki yang disukainya menggila karena dirinya? Kata-kataku jadi membingungkan karena perasaan senang ini. “Kau sampai merasa seperti itu?”

Immanuel mengangguk dan tersenyum, lalu menatapku. Perutku seperti dipenuhi kupu-kupu ketika dia melakukan itu. Aaaaa! Dia benar-benar membuatku meleleh. Tapi aku harus mengalihkan semua perasaan itu dulu, ini bukan saatnya. Aku harus fokus pada masalah ini. Oke, tadi dia bilang dia pergi setelah mengalami zing denganku. Itu adalah ketika dia menghilang selama seminggu. Lalu aku pergi ke kantor Ayah dan ...

“Apa itu ketika aku melihatmu berada di kota pulau?” tanyaku, begitu saja, langsung mengatakan kalimat yang terlintas begitu saja di benak.

Immanuel sedikit mengernyit. “Kau melihatku di kota pulau?”

Aku mengangguk meskipun sebenarnya menyesali apa yang aku katakan. Maksudku, kemampuanku adalah rahasia, hanya keluarga dan orang-orang di Organisasi Pemburu Iblis saja yang tahu akan hal itu. Padahal aku berubah untuk fokus, kenapa juga aku harus berkata seperti itu?

“Kau menggunakan jalur mana waktu pergi ke sana?” tanya Evan, pada Immanuel, yang tiba-tiba ikut dalam pembicaraan.

“Dia dan Ayah menggunakan jalan pesisir barat,” jawab Ella.

“Kapan tepatnya kau melihatku di kota pulau?” tanya Immanuel, padaku.

“Mungkin maksudnya reruntuhan kota Vancouver,” kata Evan.

Membeku #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang