Sialan betul perempuan kampungan itu. Aku baru sadar kalau dia ternyata langsung kabur setelah melihat perbuatan menimbulkan musibah untuk orang lain.
Ayash berdiri di depanku, Dani, dan Jepri. Hingga luka kami selesai di obati dia tidak bertanya apapun, yang dia lakukan hanya membantu kami untuk mendapatkan perawatan dari dokter, dan dia juga yang membayarnya.
Aku sudah jelas tidak punya uang, Dani masih sekolah, dan Jepri dompetnya ketinggalan di stan. Tapi Ayash tidak bertanya atau mempermasalahkan siapa yang akan membayar sih, karena dia tahu-tahu sudah pergi ke bagian administrasi untuk melakukan pembayaran.
Selesai dengan pembayaran, kini dia berdiri di depanku. Di samping kananku ada Dani, dan di sebelah kiriku ada Jepri. Ayash melipat tangannya di dada. Tidak, dia tidak marah. Hanya nampak berpikir sesuatu saja sebelum bertanya.
Kami bertiga persis anak sekolah yang akan diinterogasi guru BK setelah melakukan kenakalan.
"Kenapa minyak sebanyak itu bisa tumpah? Kalian tadi ngapain? Main-main di depan minyak panas?" tanyanya akhirnya. Dia benar-benar bertanya tanpa ada nada menyindir atau sarkas. Dari cara bicaranya, dia memang penasaran dan ingin tahu.
Aku menunggu seseorang untuk menjawab karena aku malas menjawab pertanyaannya, tapi baik Jepri dan Dani tetap diam.
"Dan," gumamku padanya agar dia segera menjawab pertanyaan Ayash.
"Kamu sih, Mbak. Aku suruh balik nggak mau, malah diladenin," ujar Dani pelan.
Aku berdecak kesal.
"Udah terlanjur. Jangan salah-salahan," tegur Ayash tanpa nada marah atau kesal.
"Ada apa?" tanya Ayash lagi. "Kalian berantem?" lanjutnya mencoba menggali informasi. Tangan kemudian membagikan air mineral kepad aku, Dani, dan Jepri. Kami bertiga tadi berteriak seperti orang kesetanan karena kesakitan pada saat luka kami sedang dirawat suster. Tenggorokanku rasanya ingin putus. Dani dan Jepri bahkan teriakannya lebih kencang daripada teriakanku.
Mengingat sakitnya lukaku, aku ingin mengumpat keras-keras di depan muka Siti. Kemudian aku ingin meneriakinya "Bajingan lo, Sit!"
Otakku sudah membayangkan pembalasan apa yang akan aku lakukan untuk Siti.
"Sama Siti." Akhirnya aku menjawab pertanyaan laki-laki di depanku itu sambil menatapnya sekilas. Setelah mendengar jawabanku, Ayas membuang napas kasar. Di batinnya mungkin berkata, "Siti lagi, Siti lagi." Memang perempuan satu itu jelmaan dedemit.
Dani tidak tahan lagi ingin mengeluarkan kekesalannya, akhirnya dia menjelaskan apa yang terjadi. "Siti tahu-tahu dateng. Cocote loh pengen tak sumpel tenan! Gawe perkoro, de'e sing mulai. Mbak Sisi uwis tak kon bali wae, eh malah ditanggap. Dek kae loh Mas, pas bapak ibuke Mbak Sisi moro nang omahe Siti, diungkit meneh. Mbak Sisi jane yo ra ngegas, tapi koyo kompor manasi banyu. Yo uwis akhire Siti nyenggol gerobake Jepri, terus minyake numplak!" Dani bicara dengan cepat tanpa jeda dengan bahasa Jawa pada Ayash seolah sedang mengadu. Wajahnya penuh kekesalan, bibirnya manyun-manyun. Nah betul. Harusnya kalau kesal tidak perlu ditahan. Keluarkan semuanya.
(*Mulutnya loh pengen aku sumpal beneran! Bikin masalah, dia yang mulai. Mbak Sisi uda aki suruh balik aja, eh malah diladenin. Waktu itu loh Mas, waktu bapak ibuknya Mbak Sisi dateng ke rumah Siti, di ungkit lagi. Mbak Sisi sebenernya enggak ngegas, tapi kayak kompor manasin air. Ya udah, akhirnya Siti nyenggol gerobaknya Jepri, terus minyaknya tumpah!)
"Lambene durung gelem mandeg yen minyake durung numpak. Bareng minyake numplak malah minggat. Su, Asu! Njaluk dikelekne nang kali bocah kae!" lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Clumsy Sisi
RomanceMama bilang kalau menantu idamannya itu harus PNS. Kalau usaha peternakan yang diwariskan oleh orangtuaku bangkrut, paling tidak masih ada suami yang punya penghasilan tetap dan stabil. Dan Ayash adalah nama laki-laki pilihan orangtuaku. Katanya, Ay...