Jangan Mendekat!

33K 3.8K 289
                                    

"Dadah!" kataku setelah Lila sampai di depan pintu rumahku. Ayash sudah berdiri di sana, jadi setelah Lila melihat ayahnya aku langsung bergegas pamit padanya dan naik ke atas.

Selama tiga hari aku selalu seperti itu. Aku langsung pergi ketika Lila melihat ayahnya sudah datang menjemput.

Aku tidak ingin dekat-dekat dengan Ayash!

"Cacar airnya Lila udah mulai kering belum, Nduk?" tanya Papa saat kami di meja makan.

"Udah. Tinggal nunggu ilang doang," jawabku.

"Nduk," panggil Mama.

"Hem," jawabku tanpa melihat Mama.

"Anu..."

Mendengar Mama terlihat ragu malah membuatku menatapnya sambil menyipitkan mata. Pasti ada sesuatu.

"Apa, Ma?" tanyaku tidak ingin Mama kelamaan menjeda dan membuang banyak waktu.

"Ndak pakai marah-marah loh ya," katanya seolah memperingatkanku.

"Nggak janji," jawabku.

"Kan bentar lagi kita punya gawe. Yang namanya punya gawe itu pasti ngerepotin banyak orang, dari bapak-bapak, ibu-ibu, sampai anak-anak muda desa." Mama kembali memulai.

"Ya terus?" tanyaku dengan nada tidak peduli.

"Kamu keluar-keluar sama karangtaruna ya? Biar mereka kenal kamu. Kan sebentar lagi kita ngerepotin mereka," lanjut Mama dengan halus dan sangat berhati-hati.

Fix. Orang-orang takut dengan marahnya aku. Kenapa sudah tahu marahku itu membuat mereka takut, tapi mereka masih melanjutkan hal-hal yang membuatku marah?

"Yang ngerepotin kan kalian bukan aku? Bukannya aku tinggal diem aja kalian yang ngatur? Ya sekalian Papa sama Mama aturin urusan minta tolong ke semua orang yang terlibat itu lah. Masa aku? Kan bukan aku yang mau ngerepotin mereka?" Aku menjawab dengan menyindir mereka.

"Iya, Nduk. Yang punya gawe memang orangtuamu, tapi kan kita ini masih orang-orang yang menjunjung kesopanan." Papa tiba-tiba ikut-ikutan menambahi.

Aku berdecak kencang. "Kalau sama aku itu nggak usah ngomongin soal kesopanan, Pa, Ma. Udah tahu kan tingkahku kayak gimana?" tanyaku balik sambil berdiri karena kebetulan acara makan malam kami sudah selesai dan aku segera meninggalkan mereka untuk kembali ke kamar.

Sekitar jam setengah delapan malam, pintu kamarku tiba-tiba diketuk oleh Mama. Aku membuka pintu dengan ogah-ogahan.

"Ya?" tanyaku.

"Kamu nggak perlu ngapain-ngapain. Kamu ikut kumpulan anak karangtaruna ya?"

Aku melebarkan mata. "Ngapain, Ma??" tanyaku ingin Mama mengulang permintaannya.

"Ya? Ikut aja... Cuma duduk aja, Nduk," bujuk Mama.

"Setor muka maksudnya?" tanyaku sewot.

"Ada Dani juga. Kebetulan anaknya udah balik dari Solo tadi pagi. Mau ya?"

"Males ah. Nggak kenal juga sama orang sini."

"Ada Dani. Nanti juga pasti kenal yang lain."

Aku membuang napas kasar. "Kapan?" tanyaku akhirnya.

"Jam delapan kumpulannya."

"Hah? Ini aja udah mau jam delapan, Ma!"

"Nggak apa-apa biasanya molor. Mama telponin Dani ya?"

Aku mengangguk paksa kemudian masuk ke dalam kamar untuk ganti baju. Aku segera mengganti bajuku dengan sweatshirt panjang warna cokelat dan celana panjang. Dan tidak lama menunggu Dani terlihat dengan motornya menghampiri aku yang sedang duduk di teras dengan ditunggui orangtuaku.

Clumsy SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang