Ternyata aku hanya overthinking saja. Karena tidak ada hal buruk yang terjadi setelah aku melihat orangtua Ayash. Lagi pula, pasti orangtua Ayash punya urusan penting lain dengan Papa. Mereka juga punya peternakan, barangkali mereka berniat untuk melakukan kerja sama atau pengembangan lain? Who knows...
Meskipun tidak ada hal buruk yang terjadi dua hari ini, entah kenapa aku malah merasa resah. Tidak mungkin hidupku akan damai begini selamanya. Pasti sebentar lagi Mama atau Papa akan menarikku ke peternakan untuk memeras menyeroki kotoran sapi atau mengambil telur ayam yang baru saja bertelur dan terasa hangat di tangan.
Aku berjongkok di depan tanaman melati yang ditanam di sepanjang tembok belakang rumahku. Tanamannya lebat dan bunganya banyak. Tangan usilku sedari tadi sibuk memetiki melati yang sebetulnya aku juga tidak tahu untuk apa. Aku hanya ingin membunuh rasa bosanku saja.
"Mbak Sisi."
"ASTAGA!"
Aku hampir tersungkur ke depan karena kaget.
"Bikin kaget aja sih! Nggak tahu orang lag-" kalimatku tidak selesai karena sebetulnya aku tidak tahu aku ini sedang apa berjongkok bermenit-menit dan memetiki melati.
"Apa?!" tanyaku ketus kepada Ayash.
Ah... Melihatnya aku jadi malu karena drama kabur dari rumah beberapa hari yang lalu. Ish! Menyebalkan sekali melihat wajahnya! Aku jadi menyesal karena kabur dari rumah dan bertemu dia malam itu.
Sial sekali! Terlalu memalukan.
Ayash terlihat masih memakai seragamnya, artinya dia belum pulang ke rumah, padahal tadi seingatku aku keluar rumah sudah pukul empat lebih. Lalu dia perlu apa kemari?
"Kalau mau cari Papa atau Mama, mereka belum balik. Kamu cari ke kandang sapi atau kadang ayam aja sana," usirku yang tanpa sadar membuang melati-melati yang sudah aku kumpulkan tadi dan meninggalkan begitu saja.
Ketika aku berjalan untuk masuk ke pintu belakang rumah, aku tidak mendengar suara langkah mengikuti. Berarti benar, dia ada urusan dengan Papa atau Mama dan memilih menunggu orangtuaku datang.
Aku tidak pergi ke kamar, rasanya aku masih punya perasaan tidak tega. Jadi aku memilih menunggu di dapur, di mana aku masih bisa terlihat dari luar. Barangkali Ayash akan menitipkan pesan untuk Papa atau Mama, dia tidak usah susah-susah untuk mencariku lagi.
Sedikit lebih lama dari yang aku duga, namun pada akhirnya Ayash menunjukkan pergerakan. Aku buru-buru pura-pura mengupas pisang tanpa aku sadari.
Ayash masuk ke dalam rumah lalu menghampiri aku yang sedang duduk di dekat meja makan di dapur. Rumah ini memiliki dua meja makan, meja makan yang ada di dapur, dan meja makan utama yang ruangannya terpisah dengan dapur.
"Ngapain kamu kumpulin lagi?" tanyaku ketika aku melihat Ayash meletakkan melati-melati yang tadi aku petik di depanku.
Dia seperti orang bodoh, dan maaf kalau aku kasar. Aku tidak heran dia selalu menurut kepada orangtuanya dan bisa disetir dengan mudah oleh orangtuanya.
"Kamu tadi petikin, kamu butuh kan?"
Aku mendengus pelan. "Enggak. Tadi emang aku buang," jawabku sambil memainkan kulit pisang yang sudah terlepas dari buahnya. Sementara buahnya aku letakkan di atas tisu.
Apa aku kelihatan seperti orang nggak jelas ya? Pikirku saat menyadari kalau aku sedang melakukan hal yang tidak jelas dengan memetik banyak melati, dan selanjutnya bermain kulit pisang yang buahnya malah ditelantarkan.
"Biasanya Papa sama Mama pulang jam empat atau jam limaan. Kamu susul aja kalau mereka nggak bisa dikontak," usulku.
"Mas Ayash to?" entah dari mana, Bulik Lastri yang membantu di rumahku datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Clumsy Sisi
RomanceMama bilang kalau menantu idamannya itu harus PNS. Kalau usaha peternakan yang diwariskan oleh orangtuaku bangkrut, paling tidak masih ada suami yang punya penghasilan tetap dan stabil. Dan Ayash adalah nama laki-laki pilihan orangtuaku. Katanya, Ay...