thirteen

63 47 6
                                    

Selamat membaca!!

••••

Seorang gadis berpenampilan tomboy barusaja memasuki ruangan yang disebut markas oleh mereka. Sebenarnya bukan markas. Rumah sederhana itu merupakan rumah pribadi milik Daniel. Pemilik rumah pun mengizinkan mereka menggunakan rumahnya sebagai tempat pulang dikala mereka merasa nyaman. Seperti di rumahnya sendiri.

Gadis berjaket kulit itu, melangkahkan kaki mendekati Marga yang duduk anteng di sofa ruangan. "Pantes gak nyaut. Orangnya lagi cosplay tuli ternyata." sindirnya terdengar pedas.

Queensha Brillian, atau Sasa. Gadis berkuncir kuda itu terlihat sangat kesal dengan respon Marga yang masih saja cuek kepadanya.

Dengan gerakan santai, Marga melepas earphone yang terpasang di kedua telinganya. Dia menoleh menatap wajah kesal orang di sampingnya itu. Alisnya sedikit terangkat melihat tatapan Sasa yang seolah mengintimidasinya.

"Lo berantem lagi?" tanya Sasa merubah gaya nadanya menjadi datar.

Marga menghela napas panjang, "Gak ada begal di siang hari"

Sasa mendengus, "Maksud gue ayah lo."

"Lagi berantem atau enggak gak menjamin gue selamat berada di rumah."

Sasa beranjak menuju lemari besar yang ada di ruangan itu. Mengambil sekotak obat P3K di dalamnya. Lalu kembali duduk seperti semula.

"Mau ngapain lo?" tanya Marga sedikit menyentak. Matanya menatap benci ke arah Sasa yang mulai membuka kotak itu.

"Gue mau berubah profesi jadi dokter dulu" ujar Sasa di sela kegiatannya.

Puk.

Lemparan bantal mengenai kepala gadis berkuncir kuda itu. Sontak Sasa menoleh menatap tajam sang pelaku yang juga menatapnya tak kalah tajam.

"Sialan lo, Re!" umpat Sasa balik melempar bantal sofa itu hingga mengenai wajah laki-laki yang duduk di karpet bawah.

"Agak shick shack shock gue denger lo pengen jadi dokter." ujar Redo setelah menaruh bantal tadi untuk dibuat bantalan rebahannya.

"Sirik aja lo." sarkas Sasa.

Gadis itu sudah menuang obat merah ke kapas yang dia pegang. Lalu menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan posisi Marga.

Dengan paksa, dia menarik wajah Marga agar menghadap kearahnya. Sedikit mencengkeram dagu gadis itu agar tidak bisa menolak perbuatannya. "Lo tinggal diem. Gak usah nolak." tekan Sasa memaksa.

"Gue gak butuh diobati, Sa." kata Marga hendak menghindar. Namun, cengkeraman pada dagunya membuat Marga tidak bisa mengelak.

"Berisik" desis Sasa berubah dingin.

Daniel yang baru keluar dari kamar menatap heran kedua gadis yang saling duduk berhadapan itu. "Tumben kalian akur" celetuknya.

Sasa menoleh, lalu berkata "Bang, tolong ambilin es batu sama handuk kecil."

Laki-laki berkaos hijau itu tersentak, "Buset, lo nyuruh gue Sa?"

"Cepet!" sentak Sasa menekankan setiap kata.

MARGAREZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang