tweleve

66 47 5
                                    

Selamat membaca!!

••••

Siang hari ini, Marga duduk di sebuah sofa ruang tengah. Setelah mendapat izin untuk dispensasi dari pak Makrus tadi, dia langsung pulang menuju rumah.

Kini gadis itu beralih merebahkan diri di sofa. Sembari bermain ponsel dengan membuka sebuah aplikasi Instagram. Mengusir rasa bosan yang mulai menimpa dirinya.

Tiba-tiba perutnya berbunyi. Tadi pagi dia tidak menyempatkan waktu untuk makan. Alhasil baru sekarang gadis itu merasakan perutnya terasa dililit karena tidak terdapat asupan yang di cerna oleh lambungnya.

Mumpung di rumah tidak ada siapapun, Marga bisa leluasa menggunakan fasilitas rumah tanpa ada yang mengawasi.

Gadis itu beranjak melangkah menuju meja makan. Tangannya membuka tudung saji melihat apakah ada makanan sisa sarapan tadi pagi.

Marga menghembuskan napas panjang. Hanya ada nasi serta telur goreng di dalamnya.

Setelah bergulat dengan pikirannya. Akhirnya dia memutuskan membuat mie instan untuk mengganjal perutnya saat ini.

Gadis itu mengambil sebuah mie instan kuah di lemari dapur. Kemudian dia mulai merebus air di panci kecil yang muat digunakan untuk sebungkus mie.

Sembari menunggu airnya mendidih, Marga mengetuk-ngetuk jarinya ke meja dapur. Dirasa airnya sudah mulai menampilkan gelembung, dia hendak mengambil gunting di gantungan samping lemari.

Barusaja menggapai gunting itu. Terdengar suara deruman mobil memasuki halaman rumah.

Marga kehilangan selera makan dan melupakan rasa laparnya tadi. Gadis itu segera mematikan kompor, lalu membuang air yang baru mendidih ke tempat cucian. Juga mengembalikan sebungkus mie yang belum sempat dibuka tadi ke dalam lemari.

Gadis itu berjalan tergesa-gesa menuju tangga. Saat menginjak ke anak tangga ketiga, suara bariton terdengar menginstruksi langkahnya.

"Beraninya kamu bolos sekolah, hah!?" teriak seorang pria yang berjalan mendekat ke arah gadis itu.

Dewi yang mengekor di belakang Rayyan terkejut. Seusai menginjakkan lantai rumah, suaminya langsung berteriak marah menatap seorang gadis yang hendak menaiki tangga.

Belum ada balasan dari Marga. Gadis itu hanya diam tak berniat membalikkan tubuhnya. Enggan melihat wajah murka sang ayah.

"Anak kurang ajar! Sini kamu!" teriak Rayyan yang terdengar lebih keras dari sebelumnya.

Marga hendak membalikkan tubuhnya saat suara Rayyan terdengar lebih keras lagi. Namun, naas. Tubuh gadis itu sudah ditarik paksa hingga membuatnya oleng ke belakang. Hampir terjungkal jika Rayyan tidak menarik kerah bajunya yang belakang.

Plak.

Suara tamparan terdengar nyaring di ruangan. Wajah Marga yang masih membekas lebam tertoleh ke samping. Terasa panas menjalar di area pipi kanannya.

"Beraninya kamu bertindak konyol di belakangku! Sudah berapa kali ayah bilang, hah?!" bentak Rayyan menatap gadis yang terdiam itu.

Pria murka itu mulai melepas ikat pinggang yang dia pakai. Matanya tak lepas memandang Marga tajam.

Marga menegakkan tubuhnya yang semula sedikit membungkuk. Balas menatap kedua mata sang ayah yang memerah menahan amarah. Seringaian muncul di wajahnya. "Marga udah siap nerima cambukan ayah." ujar gadis itu datar.

Pria itu tersenyum tipis melihat respon Marga. Tangannya sudah terangkat hendak melayangkan ikat pinggang itu ke arah tubuh sang anak. Namun, tiba-tiba lengannya ditahan seseorang.

Dewi menyentuh lengan Rayyan, menahan agar tidak melayangkan benda itu. Lalu berucap pelan serta hati-hati, "Mas, Marga memang mendapat dispensasi dari sekolah setelah ikut pameran seni tadi."

Wanita itu mundur beberapa langkah setelah mendapat penolakan kasar dari suaminya.

"Sudah ayah bilang. Jangan mengikuti hal yang tidak berguna!" teriak Rayyan kembali marah.

Rayyan mendekat ke arah gadis itu. Tak segan-segan, jari telunjuknya mendorong kasar dahi Marga hingga membuatnya mundur. "Masuk kamar dan belajar, Marga!" perintahnya tak mau dibantah. Setelah itu dia melenggang pergi.

Dewi baru berani mendekati Marga yang masih terdiam. Tangannya terangkat, mengusap pipi gadis itu yang memerah bekas tamparan dengan lembut. "Ayo, bunda obati dulu" ajaknya menatap iba.

Marga menepis pelan, "Gak usah" tolaknya dingin. Dia berlari menaiki tangga menuju ke kamarnya.

Sedangkan Dewi yang menerima penolakan dingin dari gadis itu, hanya menatap sendu. Tak dipungkiri hatinya merasakan sakit, setelah ditolak mentah-mentah oleh anaknya sendiri.

°

Mengendarai motor sport hitam dengan kebut-kebutan di jalanan menjadi salah satu hobi Marga setiap hari. Menyalip beberapa kendaraan yang menghalangi jalannya.

Gadis itu membelokkan stang motor setelah sampai di tempat yang dia tuju. Memarkirkan motornya di halaman rumah, lalu berjalan masuk tanpa mengetuk pintu.

Marga langsung disambut heboh oleh dua orang lelaki yang bersantai di ruangan itu.

"Tumben lo kesini siang hari?" celetuk Daniel yang memainkan ponsel sembari tiduran di sofa. "Lo bolos?" lanjutnya.

Lemparan kulit kacang mengenai tempurung laki-laki itu.

"Jangan suka nuduh bang," sahut Redo yang sibuk mengelupas kulit kacang di karpet bawah.

"Sialan lo! Gue gak nuduh lo ya," elak Daniel.

"Marga dapet dispen dari wali kelas setelah ikut pameran seni tadi."

Daniel manggut-manggut mengerti. Kemudian menegakkan tubuhnya menjadi duduk, "lo sendiri gimana? Bolos kan lo?!" tudingnya menyudutkan Redo yang memakan kacang.

Marga hanya diam mengabaikan ocehan kedua laki-laki itu. Dia memilih mendudukkan diri di sofa yang masih kosong. Mengambil sebungkus rokok yang ada di atas meja. Lalu mengambil satu batang gulungan kertas itu.

"Ga, lo lagi ada masalah?" tanya Redo yang menyadari pergerakan gadis itu. Matanya membulat saat mengetahui wajah Marga yang babak belur setelah tudung Hoodie-nya dibuka.

"Udah biasa. Gak usah kaget mukanya." ujar Marga datar. Dia mulai menyulut korek api ke ujung benda yang dipegangnya itu.

"Gak kaget gimana sih, Ga. Jelas-jelas muka lo babak belur kaya gitu." sangkal Daniel di lebih-lebihkan. Wajah laki-laki itu terlihat emosi dan tak terima Marga diperlakukan tidak adil oleh orang lain.

••••

tunggu part selanjutnya
see you next👋

MARGAREZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang