twenty four

36 22 7
                                        

Selamat membaca!!

°

Pagi menjelang siang ini, ada empat orang saling menunjuk temannya siapa yang akan masuk terlebih dahulu. Pagi-pagi sudah membuat ribut di depan rumah orang, merupakan hal buruk yang tidak patut dicontoh. Mereka saling beradu mulut tak ada yang mau mengalah.

"Lo dulu lah, siapa yang ngajak kesini." suruh Devan mendorong tubuh Syla yang kecil. Tindakannya membuat Syla membalas tatapan jengah.

"Dari dulu juga mesti lo yang masuk duluan, Van," balas Syla.

Seorang laki-laki berambut Curly berjalan mondar-mandir sesekali mengintip halaman rumah itu. Rumah bercat tembok oranye tersebut terlihat sepi. Mobil yang biasanya terparkir di garasi, hari ini juga tidak ada. "Kayaknya Marga lagi keluar," celetuk Redo.

"Kata siapa?" sahut Raxel yang masih nangkring santai di jok motor. Laki-laki itu menunggu temannya yang kebingungan membuka pagar rumah. Haruskah permisi atau langsung nyelonong saja. Toh, rumah yang mereka singgahi seperti tidak ada orang di dalamnya.

Devan mendekat ke pintu gerbang, mencoba mendorongnya. Berhasil. Ternyata sedari tadi gerbang tidak dikunci sama sekali. Sia-sia mereka menunggu orang rumah membukanya.

"Dari tadi kek lo," tuduh Redo seenaknya menerobos bersama Syla.

"Ngatain gue mulu, anjir" balas Devan tak terima. Laki-laki itu masuk dengan menaiki motor. Diikuti Raxel dibelakangnya.

"Mar?" panggil Syla ketika sudah sampai di depan pintu depan. Dipencetnya bel beberapa kali, namun tak ada sahutan sama sekali.

"Gak ada orang," celetuk Devan yang sudah kehilangan kesabaran. Laki-laki itu berdiri menyandar pada tiang teras.

Raxel melirik ke arah garasi, "Itu motornya ada. Marga ada di rumah," ujarnya ketika melihat sebuah motor sport hitam yang biasa dipakai Marga setiap hari.

"Masuk aja deh. Takutnya Marga kenapa-napa," kata Redo yang ternyata berhasil membuka pintu. Kebetulan memang tidak dikunci. Entah itu sengaja atau orang tua Marga lupa mengunci sebelum keluar.

"Gak biasanya ada orang teledor kayak gini," balas Raxel.

Mereka melangkah masuk dengan berani. Tidak berpikir tindakannya masuk ke dalam rumah tanpa meminta izin termasuk kriminal apa bukan. Nyelonong begitu saja seolah tidak ada larangan.

Di ruang tamu, Redo bersama Devan dengan santai langsung duduk di sofa. Mengibaskan tangan di depan wajahnya dengan sebuah kertas yang mereka ambil di atas meja. Definisi tamu adalah raja, mereka terapkan secara nyata.

"Panas banget disini," keluh Redo seenaknya.

"Jangan seenaknya sendiri, Do. Ini di rumah orang," peringat Devan. Padahal dia sendiri juga melakukan hal yang sama. Gak ngaca ya brodi.

Syla menerka kamar Marga pasti ada di lantai atas. Mengingat di bawah hanya ada satu kamar yang sepertinya untuk tamu. Gadis itu berjalan menuju tangga diikuti Raxel yang mengekor saja. "Om Rayyan sama Tante Dewi kemana ya? Masa ninggalin Marga sendiri, padahal anaknya lagi sakit."

"Kemungkinan memang pergi," sahut Raxel seadanya. "Mungkin mereka buru-buru makanya gak sempet kunci rumah sama gerbang."

"Logika lah, nanti kalo kemalingan yang disalahin siapa?" balas Syla ngegas. Nadanya bisa meninggi dalam sekejap mendengar perkataan Raxel.

MARGAREZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang