twenty two

52 26 0
                                    

Selamat membaca!!

°

Seorang gadis mengambil segelas air di dapur masih mengenakan seragam sekolah. Kali ini, Marga tidak mengenakan Hoodie seperti biasa. Berdiri di depan dispenser sambil meneguk air putih yang baru dia ambil. Baru tiga kali tegukan, gadis itu reflek melepas gelas kaca yang dia pegang. Menyebabkan serpihan kaca yang berserakan di lantai yang dia pijak.

Tangan Marga menyentuh leher bagian belakang. Dia merasakan sesuatu menghantam keras tepat di area yang dia sentuh saat ini. Bau amis menyeruak indra penciumannya. Gadis itu merasakan aliran yang merembes ke bawah melewati punggung. Kini seragam putihnya sudah berubah warna bercak merah.

"Bajingan kamu!" bentak Rayyan yang datang dari belakang. Dengan ringan, kepalan tangan kekar itu menonjok tubuh ringkih Marga. Membuat gadis yang menahan sakit itu kehilangan keseimbangannya.

"Brengsek, dasar anak pungut!" teriak Rayyan marah.

Marga tersentak. Pengakuan seorang ayah mana yang berani mengatakan hal yang tidak pantas diucapkan. Hatinya berdenyut nyeri. Rasa sakitnya tak sebanding dengan luka yang ternganga lebar di lehernya.

"A-ayah?" ucap Marga terbata dengan perasaan campur aduk. Kedua netranya menatap nyalang wajah sang ayah yang memerah.

"Jangan sekali-kali mulut kamu, manggil saya ayah lagi! Dasar anak tak tahu diuntung!" teriak Rayyan kesekian kali.

Kini Rayyan mengambil sebuah sapu yang ada di dapur. Tanpa berperasaan, pria itu melayangkan gagang sapu tepat mengenai punggung Marga. Hingga membuat gadis itu jatuh duduk bersimpuh di lantai. Suara ringisan yang terdengar sangat perih.

Sakit. Tenggorokan Marga terasa tercekat. Ingin membalas perkataan sang ayah pun, tak bisa mengeluarkan suara. Gadis itu terbatuk hebat. Disaat seperti ini, Marga meremas dadanya yang tiba-tiba terasa sakit. Nafasnya ikut tersengal hebat. Gadis itu berusaha bangkit meskipun gagal.

"Gara-gara anak sialan ini, nama saya ikut tercoreng!" bentak Rayyan. Tangannya tak tinggal diam. Pria itu menarik rambut Marga sampai kepalanya terdongak paksa.

"A-pala-gi.... Yah?" tanya Marga tersendat lirih.

"Seharusnya kamu sadar diri!" Rayyan menghempaskan cengkeramannya pada rambut gadis itu.

Penderitaan tak berhenti disitu. Rayyan melayangkan kepalan tangannya hingga mengenai wajah gadis yang terduduk di bawahnya.

Marga berdesis ngilu, kepalanya terus menunduk merasakan bau anyir yang keluar dari hidungnya. Tanpa sadar, kedua tangannya terkepal erat menahan sakit di semua anggota tubuhnya.

Pria dengan kemeja putih itu masih tega mencengkeram kedua pipi Marga, "Jadi anak yang berguna, jika tidak ingin semua ini terjadi."

Marga berdecih. Matanya menatap datar wajah sang ayah. "Meskipun Marga gak ngelakuin kesalahan, ayah pasti tetep kayak gini. So? Omong kosong mana yang ayah bicarakan?" balasnya dengan berani.

Rayyan menggeram, tangannya hendak melayangkan kembali. Namun, urung ketika suara teriakan perempuan terdengar menggema.

"Mas, hentikan!" jerit Dewi. Wanita itu baru saja memasuki rumah dan langsung disuguhkan pemandangan yang tidak mengenakkan. Melihat anak gadisnya mendapat kekerasan dari suaminya sendiri membuat hati Dewi terasa nyeri.

MARGAREZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang