Selamat membaca!!
••••
Di dalam ruangan kelas, banyak siswa yang memakai seragam putih-abu duduk di kursinya masing-masing. Dengan sebuah papan kanvas yang sudah disiapkan oleh panitia. Hari ini kegiatan pameran seni berlangsung di dalam ruangan.
Kini Marga duduk di sebuah kursi yang berada di pojok ruangan belakang. Gadis itu hanya terdiam melihat beberapa murid yang bisa bercengkerama saling mengenal satu sama lain.
Tak lama, terdengar suara bel berbunyi nyaring. Beberapa panitia kembali menata papan kanvas yang dirasa masih kurang pas. Serta sedikit memberi arahan aturan kegiatan yang akan dilaksanakan beberapa menit lagi.
Marga menghela napas, lalu mengeluarkan sebuah pensil dari dalam tasnya. Beberapa menit kemudian, suara bel berbunyi yang kedua kali menandakan kegiatan sudah dimulai.
Dia memulai menggambar sketsa dengan hati-hati. Seolah dia menjadi pelukis handal yang dibayar jutaan oleh orang lain. Kepalanya terlalu dekat dengan kanvas, dia sedang fokus. Maklum, menikmati suasana tegang dalam perlombaan pameran.
Di pertengahan waktu, Marga berdecak, tangannya tak sengaja menyoret garis yang salah. Nasibnya lagi, dia lupa tidak membawa penghapus. Dia baru ingat, bahwa tidak memasukkan kembali, penghapus yang dipakai tadi malam saat menggambar di rumah.
Marga menegakkan tubuhnya yang semula membungkuk, matanya mengedar melihat sekitar. Semua siswa sibuk dengan aktivitasnya.
Beralih menoleh ke kanan, kedua bola matanya langsung membulat melihat ada penghapus yang di pegang siswa itu. Dengan terpaksa dia harus meminjam benda itu, demi sketsanya tergambar sempurna.
"Woi" panggil Marga dengan pelan, setengah berbisik.
Reflek laki-laki yang merasa terpanggil menoleh ke sumber suara. Kedua netranya membulat salah fokus melihat wajah gadis itu. Terdapat memar dan memiliki bekas luka yang baru mengering di bagian bibir.
Laki-laki itu masih menatap heran. Keningnya mengernyit tanda tidak mengerti. Lalu dia menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya.
Marga menggerakkan mulutnya "penghapus", sembari menunjuk benda yang dipegang di tangan kiri laki-laki itu.
Paham dengan gerak mulutnya, laki-laki itu mengangkat benda yang dipegang menunjukkan yang diminta. Setelah mendapat anggukan, dia melempar tepat ke arahnya. Dengan sigap, Marga menangkap benda kotak kecil yang sangat dibutuhkan sekarang.
Laki-laki berparas tampan itu masih enggan mengalihkan pandangan dari gadis yang duduk di sampingnya. Meskipun berjarak satu setengah meter, dia dapat melihat secara jelas luka goresan panjang pada lengan kiri gadis itu.
Jarum jam berputar cepat. Empat jam berlalu. Semua siswa sibuk berkemas, tak beda dengan Marga. Dia kembali memasukkan barang-barangnya yang sempat dikeluarkan tadi.
Marga diam mematung, membayangkan hasil lukisannya tadi. Dia kembali menghela napas, tadi saja sempat menyerah. Gambar sedikit tak beraturan karena warna yang kurang cocok. Dia mengumpat dalam hati.
Sibuk memikirkan hasil, sampai tidak sadar ruangan mulai sepi. Kebanyakan siswa sudah keluar, meninggalkan beberapa yang masih membersihkan sisa kerjaan.
Marga kembali memakai Hoodie. Dilanjut memasang tas di pundak kanan. Lalu dia berdiri, sambil menaikkan tudung Hoodie, kakinya melangkah santai keluar ruangan.
Belum sampai lima langkah, suara laki-laki terdengar memanggilnya. Membuatnya terpaksa berhenti tanpa memutar tubuhnya.
"Woi" panggil seorang siswa laki-laki. Perbedaan gambar logo sekolah yang dikenakan di seragam, memperjelas bahwa laki-laki itu dari sekolah lain yang sama mengikuti pameran seni disini.
Dengan malas, akhirnya Marga memutar tubuh menghadap orang yang memanggilnya beberapa detik yang lalu. Matanya menatap datar menunggu kalimat yang keluar dari mulut laki-laki itu.
Sesekali menelisik penampilan laki-laki itu. Terlihat dari baju seragam atas yang sedikit keluar, dasi miring serta rambut acak-acakan. Marga menyipit melihat name tag laki-laki itu. Jouzy Raxel Nuantio.
Tiba-tiba Jouzy menyodorkan sebuah pensil silver di hadapannya membuat Marga mengernyit bingung.
Marga masih terdiam tanpa berniat mengambil uluran pensil itu. Otaknya masih berpikir keras mencerna situasi ini. Bagaimana bisa ada di tangan laki-laki itu?
"Tadi pensil lo jatuh" kata Jouzy memulai percakapan, seolah paham bahwa gadis itu malas bertanya terlebih dahulu.
Marga langsung mengambil uluran pensil itu, "thanks" ucapnya singkat. Lalu berbalik melanjutkan langkah berjalan keluar ruangan.
Jouzy terdiam di tempat. Matanya masih anteng menatap punggung gadis berhodie itu. Gadis dingin itu pandai menutupi luka, monolognya dalam hati.
Baru kali ini ada cewek secuek itu yang dia temui. Biasanya rata-rata cewek akan heboh jika bertemu dengannya apalagi dalam posisi dekat seperti tadi.
"Jouzy, kamu mau cosplay jadi patung atau gimana?" teriak Bu Arimbi, guru pembimbing seni di SMANTA.
Sontak Jouzy tersadar, dia menoleh ke arah pintu yang terdapat wanita paruh baya menatap dirinya sambil berkacak pinggang.
"Sampai kapan kamu berdiri disitu Jouzy?" teriak yang kedua kali, karena belum ada jawaban sama sekali.
"Ini lagi mau jalan bu" sahut Jouzy menampilkan giginya cengengesan. Laki-laki itu mulai melangkah ke arah pintu menyusul guru pembimbingnya untuk segera pulang.
•••••
tunggu part selanjutnya
see you next👋
KAMU SEDANG MEMBACA
MARGAREZA
Fiksi RemajaBukan hanya kisah seorang gadis romansa di SMA. Ini sebuah kisah remaja yang menyukai hal-hal diluar batas. Pelampiasan lukanya yang terpendam. Bad Girl menjadi julukan gadis itu. [Margareza Inara] CERITA INI ASLI DARI PEMIKIRAN SAYA SENDIRI!! • •...