Selamat membaca!!
•••••
Suasana kantin ramai para siswa yang membeli makanan atau minuman untuk mengisi perut mereka. Atau hanya sekedar duduk berkerumun di bangku kantin. Sudah pasti di iringi candaan ria supaya suasana tidak terlihat tegang.
Seperti pada bangku depan pintu masuk kantin sekarang. Dua siswa perempuan saling duduk berdampingan dengan semangkok bakso masing-masing di depan mereka. Salah satu darinya sibuk bercerita panjang lebar yang hanya dibalas gumaman dengan gadis berhoodie itu.
Syla melahap sebulat bakso sembari mulut yang masih berceloteh. "Kita itu harusnya pulang lebih awal. Guru-guru juga pasti nggak ada yang mau masuk kelas hari ini. Lagian ada rapat dadakan di kantor tadi." katanya memainkan garpu yang menusuk bakso di depannya. Menggigit sedikit demi sedikit dengan mata yang mengarah ke arah pintu masuk.
"Masih untung baksonya gak langsung nelan ke tenggorokan lo" ujar Marga datar. Dia sedari tadi hanya diam menyimak pembicaraan gadis di sampingnya.
"Ih, gua gak ngomongin bakso ya Mar" balas Syla memutar kedua bola matanya malas. Selalu saja begitu tanggapannya. Kalo nggak datar ya dingin. Depresi temenan sama orang datar, batin Syla menggerutu dalam hati.
"Iya, itu topik gue" sahut Marga sembari melahap bakso dengan santai. Dia menambah sambal lagi di mangkoknya. Kemudian sedikit mencicipi kuah bakso di depannya.
"Sambalnya kurang gak? Nih masih ada tiga mangkok sambal" tawar Syla menunjuk bangku lain yang masih ada mangkok sambalnya dengan garpu yang dipegang.
"Nanti gue beli pabrik lombok sendiri"
"Yang ada pertanian lombok, Mar. Mana ada pabrik lombok?" ujar Syla tersenyum masam dengan tanggapan gadis itu.
"Gua habis renovasi kemarin" jawab Marga.
"Renovasi pabrik lombok gitu?" tanya Syla sedikit menaikkan oktaf nadanya.
Dengan santai Marga mengangguk mengiyakan.
"Lo bego atau goblok sih?!" teriak Syla tepat di depan telinga Marga. Syla sudah kehabisan ekstra sabar berhadapan dengan gadis berhoodie kali ini.
Marga berdecak, "lagian lo cerewet banget"
Mata Syla sudah melotot tidak percaya, bisa-bisanya dia yang dari tadi duduk manis dengan gaya anggun sambil makan bakso di katai cerewet? Sungguh tidak ramah mulut temannya itu. "Lo ngatain gua, Mar?" tanya Syla sedikit tak percaya.
Marga hanya menghendikan bahunya acuh. Dia mendorong mangkok makanannya yang sudah habis ke tengah meja. Lalu beralih mengambil segelas es teh yang sudah di pesan tadi. Menyeruput perlahan untuk mengurangi rasa panas di tenggorokannya.
"Terserah lo" kata Syla mengerucutkan bibirnya murung. Dia sengaja menghentak-hentakkan kakinya di bawah meja pertanda masih kesal dengan gadis itu.
"Ada yang marah nih ya?" sapa Devan yang baru datang bergabung ke meja mereka bersama dua antek-anteknya.
"Keliatannya Mak lampir lagi marah sambil makan bulatan daging sapi di campur tai ayam" tambah Redo ngelantur hingga memperkeruh suasana.
"Emang bakso daging sapi ya? Gak sudi makan bakso deh gue, bumbunya pake tai ayam soalnya" ujar Devan polos, matanya menelisik semua temannya yang terlihat menahan tawa yang hendak meledak.
Dengan enteng, Toni menggeplak kepala laki-laki itu sampai membuat Devan terhuyung. "Sialan lo Van" umpatnya. "Mana ada bakso dikasih bumbu tai ayam? Dikibulin Redo, bego banget lo"
"Maklum otaknya ketinggalan di selokan tadi pas berangkat sekolah" sahut Redo seraya tertawa kecil.
"Di becandain gitu aja di anggep serius. Herman gua, dulu emaknya ngidam apa pas hamidun Devan" kata Toni menatap orang yang di bicarakan dengan tatapan heran.
"Ngidam sapi bunuh diri kali ya" balas Redo terbahak dengan ucapannya barusan. Sampai kemudian dia tersedak air liurnya sendiri, diiringi terbatuk hebat seraya memukul lengan Devan yang berada di sampingnya dengan brutal.
Devan mengaduh kesakitan sambil berteriak minta tolong, "Bukan gue Re! Sumpah. Gue gak ngapa-ngapain lo. Jangan mukulin gue, anjing".
Padahal Redo memukulnya itu bukan masalah balas dendam, tapi ya gimana. Udah terlanjur biasa korban pukul teman.
Tanpa sadar gurauan mereka membuat mood Syla kembali membaik. Dia sedikit terkekeh menanggapi. Kemudian bersiap diri untuk menistakan laki-laki di depannya yang udah memelas.
"Mar, kayaknya yang dibilang temennya Devan bener deh" bisik Syla tepat di depan telinga Marga yang sengaja dikeraskan agar semua orang mendengar ucapannya.
Marga mengangguk sekali menanggapi. Kali aja benar. Devan memang paling polos dan super cerewet di antara kedua temannya. Terlebih kalo bertemu Syla. Sudah dipastikan mereka akan sering menggosip daripada berbicara yang berfaedah sambil ceramah amal soleh. Canda buzet.
"Tuh kan, Marga aja bilang benar. Memang Devan cocok tinggal di hutan sama sodaranya" ucap Redo bangga dengan opininya tadi. Dia membusungkan dada dengan rasa bangga sembari menepuknya beberapa kali.
"Baru aja gue duduk udah di nistain aja" gerutu Devan menatap satu per satu temannya dengan tatapan tajam.
"Udah gitu aja pantes" balas Redo menepuk bahu Devan berniat menguatkan batin laki-laki itu agar selalu tabah dan kuat menghadapi cobaan di dunia.
Devan mendramatis menarik perhatian agar di kasihani. Mukanya dipasang memelas mungkin, tangannya seolah meremas hatinya yang hancur berkeping-keping di cabik hewan buas, "Dedek ikhlas Mas. Dedek rela menderita dinistain kalo sama Mas."
"Aku sudah muak sama kelakuanmu Dek!" sentak Redo ikut-ikutan mendramatis suasana. Dia sengaja menampar pipi Devan seolah mereka menjadi suami-istri yang bertengkar hebat di urusan rumah tangga.
Plak.
"Mas! Tega kamu nampar Dedek?!" tanya Devan tak percaya dengan yang terjadi barusan. Tangan kanannya memegang pipi kirinya yang baru ditampar Redo.
Kedua bola matanya sudah menggenang air yang hendak mengalir keluar. Tapi, sumpah. Tamparannya keras banget woi, pipinya aja sampe kebas pengen minta di kompres es batu.
Tanpa aba-aba, Redo membelai pipi Devan dengan lembut. "Maaf Dek, Mas khilaf nampar kamu. Pasti ini sakit banget kan? Padahal aku sudah berusaha nahan, tapi setan di otakku udah gak sabar lihat pertunjukan kamu ditampar Dek." katanya bernada menyesal.
Toni yang melihat mereka semakin mendalami peran berdecak pelan. Kepalanya menggeleng heran melihat tingkah mereka. "Mulai kumat stresnya."
"Sialan." umpat Devan menepis tangan Redo yang menyentuh pipinya. Kemudian menatap jijik ke arah Redo yang melihatnya syok. "Bego banget, sialan!"
Tak lama semburan tawa terdengar riuh di telinga. Ya, mereka yang melihat adegan itu baru berani mengeluarkan tawanya yang ditahan mulai dari awal tadi.
Tak terkecuali Marga yang terkekeh melihat mereka. Disitulah dia merasa kebahagiaan yang terpancar di telung hatinya. Hanya sederhana, namun sangat istimewa baginya. Dia tersenyum tipis tanpa di sadari semua temannya.
Sedangkan Syla sudah tertawa terbahak-bahak dari tadi. Sampai memegang perutnya yang terasa kram akibat banyak tertawa terlalu lama. Matanya juga mengeluarkan air karena terhura tawa.
Kring-kring!
•••••
tunggu part selanjutnya
see you next👋
![](https://img.wattpad.com/cover/337830053-288-k199236.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MARGAREZA
Teen FictionBukan hanya kisah seorang gadis romansa di SMA. Ini sebuah kisah remaja yang menyukai hal-hal diluar batas. Pelampiasan lukanya yang terpendam. Bad Girl menjadi julukan gadis itu. [Margareza Inara] CERITA INI ASLI DARI PEMIKIRAN SAYA SENDIRI!! • •...