Selamat membaca!!
°
Seorang laki-laki berjalan ke arah sofa ruang tamu dengan sebuah kotak P3K ditangannya. Kaos oblong serta celana pendek yang dikenakan terbukti bahwa Raxel sedang berada di rumah. Raxel memandang heran sikap Marga yang hanya diam.
"Lo bener-bener cuek ya?" tanya Raxel polos. Tangan laki-laki itu sibuk mempersiapkan obat merah serta kapas di meja.
Marga hanya berdehem menanggapi. Kedua matanya menatap dengan jeli setiap sudut ruangan itu. Hingga pandangannya terpaku pada sebuah figura yang ada di samping vas bunga, tepatnya di sisi tangga. Terdapat foto berisi tiga orang yang harmonis jika dilihat baik-baik.
Jika boleh jujur, Marga juga ingin memiliki keluarga yang baik-baik saja seperti yang ada di foto tersebut. Ayah yang baik. Ibu yang peduli, bahkan sangat. Namun, naas. Dunia tak berpihak kepadanya. Pada kenyataannya, ayahnya merupakan seorang tempramental terhadap anaknya sendiri. Meskipun tidak melakukan kesalahan, tetap Marga yang kena hajar. Kalau boleh buat, dia bisa memilih pergi.
"Ga, obati luka lo!" titah Raxel menyerahkan sebuah kapas yang sudah ditetesi obat merah.
Marga menoleh, memandang datar laki-laki yang duduk di dekatnya itu. "Gak usah," tolaknya mentah-mentah.
Raxel melotot tak terima, "Udah dikasih numpang, gak ngehargain."
"Gue gak minta," kata Marga datar.
Terlihat jelas wajah masam laki-laki berkaos itu. Dia merasa usahanya tak dihargai sama sekali oleh Marga. Alhasil Raxel beranjak menuju dapur dengan perasaan dongkol.
Raxel mematikan kompor setelah air di pancinya sudah mendidih. Memindahkan air panas itu ke dalam wadah dan juga ditambahkan air dingin sedikit. Dia mengambil handuk kecil dari lemari.
Ketika melangkah ke ruang tamu, Raxel terkejut dengan gadis yang beberapa jam lalu dia bawa ke rumahnya. Marga melepas Hoodie serta kaosnya, hanya menyisakan tanktop saja yang dikenakan.
"Woy, lo ngapain buka baju disini?" teriak Raxel reflek menutup matanya menggunakan lengan kiri. Sedang tangan kanannya membawa sebaskom air panas yang direbusnya tadi.
Gadis yang duduk di sofa itu menoleh, memandang heran reaksi Raxel yang berlebihan. "Gak usah jelalatan," ucap Marga datar.
"Tubuh lo manis juga," sahut Raxel menyeringai. Dia mendudukkan diri di sebelah gadis itu.
Kedua netra Marga menyipit, menatap sang tuan rumah dengan tajam. "Sialan lo!" umpatnya.
"Bercanda kali. Masih enakan Tante girang," candanya. Raxel mulai mengambil handuk kecil yang sudah tercelup air panas di baskom, lalu dengan telaten diperasnya handuk itu. Dirasa sudah cukup, Raxel meyuruh Marga memutar tubuh agar membelakanginya.
"Luka lama, ngapain di kompres," tanya Marga malas.
"Lama? Ini kelihatan jelas masih baru, ada bercak merahnya juga. Mata lo katarak ya?"
Raxel menelan salivanya susah payah. Matanya terpejam sebelah ketika tangannya hendak menyentuh punggung Marga yang tertutupi tanktop. Meskipun banyak luka yang menggores, tak menutupi kemulusan kulit itu jika bersih dari luka. Jantungnya berdegup kencang seakan mau keluar dari tempatnya.
"Keras banget detak jantung lo," kata Marga spontan.
Reflek Raxel menyentuh dadanya sendiri. Merasakan detakan menggila yang merambat ke sekujur tubuhnya. "Lo dengar? Penyakit gue lagi kumat btw."

KAMU SEDANG MEMBACA
MARGAREZA
Teen FictionBukan hanya kisah seorang gadis romansa di SMA. Ini sebuah kisah remaja yang menyukai hal-hal diluar batas. Pelampiasan lukanya yang terpendam. Bad Girl menjadi julukan gadis itu. [Margareza Inara] CERITA INI ASLI DARI PEMIKIRAN SAYA SENDIRI!! • •...