four

70 48 19
                                    

Selamat membaca!!

••••

Tepat pukul 20.00 WIB. Marga menuruni tangga sudah mengenakan pakaian santai serba hitam yang masih dilapisi hoodie hitam juga. Berlari kecil dengan satu tangan yang masuk ke dalam saku hoodie, sedangkan satu tangan lainnya memegang kunci motor sembari memainkan benda itu.

Ruang tamu yang dia lewati terlihat sepi. Mungkin bunda sudah berada di dalam kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya. Juga sang ayah yang belum pulang dari kantor, membuat Marga langsung bergegas keluar rumah tanpa berpamitan terlebih dahulu.

Itu kebiasaannya. Kalaupun keluar rumah sampai larut malam, orang tuanya tidak pernah mencari atau bahkan menelponnya seperti interaksi anak dengan kedua orangtua pada umumnya. Entah itu disengaja atau memang tidak sengaja melupakan keberadaan anaknya sendiri. Toh bagi Marga sungguh tidak masalah.

Gadis itu barusaja ingin membuka pintu depan, namun sudah terlebih dulu dibuka dari luar. Dan muncullah seorang pria paruh baya yang mengenakan kemeja putih lengan panjang dengan sebuah jas hitam yang tersampir di pundak pria itu.

Tatapan Rayyan menajam kearah gadis berhoodie tersebut. Dia masih bergeming di depan pintu. Marga pun sama seperti itu. Berdiri tanpa berniat memberi jalan kepada ayahnya. Dengan tatapan yang terpaku menatap lurus ke depan.

Beberapa menit kemudian, barulah Rayyan mengeluarkan suara untuk bertanya, "Mau kemana kamu?!"

Marga sedikit mendongak guna melihat wajah sang ayah yang masih menatapnya tajam sedari tadi. "Keluar" jawab gadis itu singkat, lalu menggeser tubuhnya ke samping kanan untuk memberi jalan ayahnya masuk ke dalam rumah.

Tanpa memperdulikan jawaban lawan bicaranya, Rayyan melangkah masuk tanpa bersuara lagi.

Marga berbalik badan melihat tubuh tegap ayahnya yang berjalan menuju sofa ruang tamu. Terlihat pria itu mendudukkan diri di sofa, karena sudah merasa kelelahan setelah berkerja seharian di kantor.

"Seharusnya kamu belajar di kamar. Bukannya malah keluyuran gak jelas kayak jalang di luar sana." suara tegas Rayyan kembali terdengar, "Nilaimu selalu jelek di semua mata pelajaran." lanjutnya.

Marga terdiam beberapa detik, lalu berbalik arah untuk segera keluar rumah tanpa menghiraukan ucapan ayahnya lagi. Tidak peduli semarah pria itu nantinya.

Langkahnya menuju ke garasi untuk mengambil kendaraan yang biasa Marga kendarai setiap hari. Tak lupa memakai sebuah helm di kepala, lalu mulai menyalakan mesin motor agar melaju keluar gerbang.

Marga mengendarai dengan kecepatan di atas rata-rata. Jalanan yang lumayan ramai tak membuatnya mengurangi tarikan gas yang dia genggam. Beberapa kendaraan lainnya dia salip tanpa takut dikomentari orang lain.

Pengendara lain mungkin sudah mengira gadis itu gila. Beraninya Marga menyalip sebuah truk kontainer yang melaju tinggi, juga dalam keadaan berlawanan dengan arah laju mobil. Bahkan ada yang mengumpat di tempat melihat kejadian itu secara langsung.

Gadis itu sendiri menyeringai di balik helm full face nya. Kebut-kebutan di jalan sudah menjadi salah satu kebiasaannya. 

°

Di depan sebuah pagar rumah minimalis yang sederhana, Marga menghentikan laju motornya. Masih dengan posisi menunggangi jok motor, dia menyalakan klakson sebanyak tiga kali agar segera dibukakan pintu pagar oleh orang di dalam rumah tersebut.

MARGAREZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang