Selamat membaca!!
•••••
Pagi ini sebuah meja makan sudah dipenuhi menu makanan yang beragam. Mulai dari sayuran serta lauk pauk yang menyehatkan bagi tubuh. Terlihat ramai makanan yang tersaji.
Sangat berbeda jauh dengan makhluk yang mengelilingi meja tersebut. Keluarga kecil yang sedang sarapan bersama.
Duduk berhadapan sembari menyantap makanan dalam keadaan hening. Entah itu tradisi di rumahnya atau memang lagi tidak ada topik yang dibahas disitu. Tapi yang lebih pasti harusnya diselingi percakapan kecil agar tidak terlalu canggung di meja makan.
Mereka sama-sama enggan membuka suara terlebih dahulu. Alhasil hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring.
Pukul enam lebih lima belas menit. Marga segera menghabiskan sarapannya setelah mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Kepalanya hanya menunduk menatap piring, enggan mendongak yang langsung berhadapan dengan sang ayah.
Rayyan Dirgazeevan, seorang laki-laki yang menyandang pimpinan di sebuah perusahaan. Matanya yang tajam cukup di segani orang-orang bawahan. Ketika berbicara, tatapannya cukup mengintimidasi lawan bicara. Tegas dan wibawa, tempramental yang sudah tercetak sejak dini. Sungguh malang orang yang menjadi sasaran laki-laki itu.
Rayyan berdehem pelan sebelum memulai berbicara kali ini, "Ada masalah di sekolahmu?" tanyanya datar. Tidak menyebut nama yang ditanyai, namun dia menatap tajam gadis di depannya.
Sudah jelas pertanyaan itu ditujukan kepada Marga. Gadis itu langsung mendongak. Kedua netranya bertubrukan dengan tatapan tajam Rayyan.
Beradu beberapa detik, "Tidak ada" jawab Marga singkat. Tanpa sadar dia mendesis ngilu saat punggungnya bertabrakan dengan kursi. Namun, dia tahan sekuatnya agar tidak ada yang mendengar.
Lalu beralih mengambil tisu karena memang sudah selesai sarapan. Mengusap mulutnya, lalu mengambil segelas air putih untuk melegakan tenggorokannya.
Dewi yang berada di samping suaminya berusaha mencairkan suasana. Dia mengambilkan buah apel yang sudah di kupas lalu menyodorkan ke arah Marga, "Makan buah apel dulu, biar semangat belajar di sekolahnya" katanya tersenyum lugu.
Sebagai bentuk menghargai pemberian orang, Marga menerima satu potongan buah apel.
"Makasih Bun," ucapnya memakan kunyahan dengan gerakan pelan. Kakinya mengetuk-ngetuk lantai menunggu menghabiskan kunyahan apel sampai masuk ke dalam lambung.
Marga menghentikan kunyahannya sejenak. Dia baru teringat bahwa kemarin dia di ikutkan pameran seni di sekolahnya.
Gadis itu kembali menatap Rayyan yang masih duduk menghabiskan kopi susu di sebuah cangkir. "Besok Marga ikut pameran seni," kata Marga tanpa basa-basi.
Rayyan mendongak, "Buat apa? Kalo tidak penting sama peningkatan nilai kamu mending tidak usah." ujarnya tegas. Mata tajamnya sudah mulai menyiratkan rasa ketidaksukaan.
"Gak butuh ijin ayah," kata Marga datar lalu menghendikan bahunya acuh. Melanjutkan mengambil potongan apel lagi di piring.
"Nggak papa kamu ikut pameran seni. Buktikan kalo kamu bisa dan pasti hasilnya bagus. Iya kan?" suara Dewi terdengar membela Marga.
Marga hanya tersenyum tipis. Hanya Dewi yang selalu mengapresiasi usahanya dari kecil. Rayyan? Tidak sama sekali pun.
"Iya Bun," balasnya kepada sang Bunda.

KAMU SEDANG MEMBACA
MARGAREZA
Teen FictionBukan hanya kisah seorang gadis romansa di SMA. Ini sebuah kisah remaja yang menyukai hal-hal diluar batas. Pelampiasan lukanya yang terpendam. Bad Girl menjadi julukan gadis itu. [Margareza Inara] CERITA INI ASLI DARI PEMIKIRAN SAYA SENDIRI!! • •...