"Jangan terlalu membenci. Kita nggak akan tau kapan rasa benci itu berubah jadi rasa cinta."
-Kenzie Aditya
***
Hubungan Alan dan Ayla membaik seiring berjalannya waktu. Alan tidak pernah lagi melontarkan kata-kata kasar pada Ayla. Yang ada dia semakin berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
Sekarang Alan lebih menghargai keberadaan Ayla sebagai istrinya, meski rasa gengsinya lebih besar dari rasa sukanya pada Ayla.
Kehidupan keduanya menjadi lebih baik. Setiap hari dilalui dengan tawa Ayla yang terdengar merdu di telinga Alan.
"Lo cantik kalau ketawa," kata Alan yang lagi-lagi membuat Ayla malu-malu.
Tangan Alan mengelus kepala yang selalu tertutup hijab itu. Keduanya menikmati senja di sore hari di balkon apartemen.
Sederhana, tetapi jika bersama orang yang tepat maka akan terlihat mewah.
Alan dapat merasakan hatinya yang selama ini ia kunci rapat-rapat mulai terbuka lebar menyambut kedatangan Ayla dengan suka cita.
Ayla menyandarkan kepalanya di dada bidang Alan menikmati pergantian waktu dari sore ke malam yang begitu mengagumkan.
"Gimana perasaan lo sekarang? Udah enakan?"
"Udah," jawab Ayla.
Sudah 2 hari ini Ayla mengeluhkan tidak enak badan. Kepalanya seringkali pusing dan dia tidak berselera makan.
"Syukur, deh."
"Gimana persiapan untuk pertandingan kamu?"
"Gue udah siap banget. Ini yang gue tunggu-tunggu dari dulu."
Ayla mendongak menatap wajah Alan. Alan begitu bersemangat setiap kali mereka membahas tentang voli. "Semoga kamu menang, ya."
"Gue nggak mau cuma didoain, gue maunya lo dateng dan liat gue berjuang."
"Pasti," jawab Ayla.
Senyum keduanya mengembang indah seindah senja di sore ini.
Alan selalu tertarik pada wajah cantik di sebelahnya. Senyum indahnya selalu membuat hati Alan tenang.
Alan akui, dia menyesal karena pernah begitu membenci sosok di sebelahnya ini.
Benar kata Ken, "Jangan terlalu membenci. Kita nggak akan pernah tau kapan rasa benci itu berubah jadi rasa cinta."
Alan akui lagi dia sudah mulai membuka hati untuk Ayla. Begitupun Ayla, meski rasa itu tidak tersirat tapi Ayla selalu berharap ada Alan di sampingnya.
Mereka sudah sama-sama saling membutuhkan satu sama lain. Meski kadang rasa gengsi Alan begitu besar untuk mengakui bahwa dia butuh Ayla.
"Gimana Yura?"
Ayla menggeleng pelan. "Aku rasa dia memang mau menjauhi Ken."
"Mereka udah sama-sama dewasa buat nentuin keputusan," kata Alan.
"Ken juga kayanya udah putus asa. Dia nggak mau memaksa," lanjutnya lagi.
"Aku harap mereka menemukan jalannya masing-masing."
"Iya gue juga."
"Udah Maghrib, gue mau ke masjid."
Senja sudah hilang dan bergantikan petang. Mereka memilih masuk ke dalam untuk menunaikan kewajiban.
Dalam doanya Ayla selalu melantunkan kebahagiaan untuk dia maupun Alan. Meski nantinya Alan bukan untuknya, Ayla harap Alan akan bersama orang yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alan : Mendadak Jadi Suami (Tamat)
SpiritualKehidupan Ayla Nur Afifah berubah jungkir balik karena dia dituduh tidur dengan seorang laki-laki yang ia kenal hanya sebatas namanya saja. Menjalani hari-hari sebagai istri seorang laki-laki bermulut pedas, sepedas bon cabe bernama Alan. Sifat mer...