"Itu resiko buat orang yang udah berani datang ke kehidupan gue. Sekarang lo rasain sakit itu, Ayla."
-Alano Putra Mahendra
***
"Makasih banyak ya, Han. Kamu udah repot-repot anterin aku."
Farhan mengangguk. Dipandanginya gedung apartemen di hadapan mereka. Ada rasa mengganjal di hatinya kala mengingat kenapa Ayla bisa tinggal di sini sekarang.
"Kalau butuh apa-apa, kamu bilang aja samaku, La. Jangan sungkan."
"Insyaallah, aku siap bantu kapan pun kamu butuh."
Ayla mengangguk lalu tersenyum manis. Dia sangat bersyukur memiliki teman sebaik Farhan. Sepulang dari toko buku Farhan tadi, sepeda Ayla rusak. Beruntung saat itu Farhan lewat dan menawarkan untuk mengantar Ayla pulang.
"Kamu memang temanku yang paling baik, Han. Makasih sekali lagi."
Deg
Teman. Ya, teman. Farhan tersenyum getir, kata teman terus terngiang-ngiang di dalam kepalanya. Tampaknya ia memang harus sadar diri sekarang.
Dari kejauhan suara bising motor mendekat. Semakin dekat. Hingga saat motor itu melintas di depan mereka, sang pengendara mengegas-ngegas motornya hingga mengeluarkan asap.
"Astaghfirullah," ucap Farhan. Tangannya terus mengipas-ngipas wajahnya agar asap itu menjauh.
Setelah puas, pengendara yang menggunakan helm dan jaket hitam itu berhenti. Dia membuka helmnya. Tampaklah wajah orang yang baru saja menganggu ketenangan mereka.
"Kamu?" Ayla menatap Alan sedikit tak suka.
"Siapa, La?"
"Dia Alan, Han."
Farhan tahu siapa Alan. Alan adalah nama suami Ayla. Dipandang Alan yang kini juga tengah menatapnya tak suka.
"Pacaran nggak tau tempat," sindir Alan.
"Mas, nggak modal bener pacaran di sini," ucapnya dengan nada sarkas.
"Kami nggak pacaran, saya cuma antar dia pulang."
Alan berdecih. Dihidupkannya lagi motornya lalu masuk ke area parkiran.
"Maafin Alan, ya, Han."
Farhan tersenyum lantas mengangguk. "Nggak apa-apa, kok, La."
"Udah mau maghrib, aku pulang dulu, ya."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumusalam. Hati-hati, Han."
Setelah mobil Farhan meninggalkan area gedung apartemen, Ayla meluangkan kakinya masuk ke dalam.
Ayla menatap sebentar orang yang berada di dalam lift, lalu masuk. Hanya ada mereka berdua di sana. Ayla melirik Alan yang sedang asik mendengarkan musik menggunakan earphone sambil menggoyang-goyangkan kepalanya.
"Lumayan juga pacar lo."
Ayla sontak langsung memandang Alan di sebelahnya. Laki-laki itu kini tidak lagi mengenakan earphone.
"Dia bukan pacarku."
"Terus?"
"TTM?"
"Teman tapi mesra?"
Ayla memandang Alan lagi. "Urusan di kamu apa, ya?"
Alan tertawa garing. Tangan yang semula berada di saku itu kini ia keluarkan dan membenarkan rambut coklatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alan : Mendadak Jadi Suami (Tamat)
EspiritualKehidupan Ayla Nur Afifah berubah jungkir balik karena dia dituduh tidur dengan seorang laki-laki yang ia kenal hanya sebatas namanya saja. Menjalani hari-hari sebagai istri seorang laki-laki bermulut pedas, sepedas bon cabe bernama Alan. Sifat mer...