"Akhirnya kita memang akan berakhir, Ay."
-Alano Putra Mahendra
***
Semua orang sibuk menyiapkan pernikahan Alan dan Kasih. Besok adalah hari di mana pernikahan yang tidak diharapkan Alan akan berlangsung. Ya, mereka akan menikah, jalan tengah untuk permasalahan kemarin adalah menikah.
Meski bibir Alan sampai berbusa karena kalimat-kalimat penolakan , hal itu tidak membuat semangat Karin, sang kakak ipar surut untuk menyiapkan acara yang meriah.
Kasih akan menjadi istri kedua Alan, karena Ayla masih resmi menjadi istrinya. Alan tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima.
Melihat Johan yang lagi-lagi menatapnya dengan tatapan kecewa, Alan tak mampu berkutik.
Selama itu pula Alan tinggal di rumah Johan. Ini semua atas permintaan Karin, agar Alan fokus pada pernikahannya dengan Kasih dan segera melupakan Ayla.
"Mbak, dekor yang ini kurang rapi," komentar Karin pada WO yang sedang merapikan dekorasi bunga-bunga.
Dia terlihat begitu sibuk. Mengatur pernikahan adiknya. Karin senang akhirnya Kasih akan menikah dengan Alan, setidaknya dia bisa mempercayai adik satu-satunya itu pada orang yang memang terpercaya.
"Oh, iya, Mas. Jangan lupa untuk makanannya harus sesuai request saya kemarin jangan sampai salah."
"Baik, Bu. Ada lagi yang mau ditambahkan?"
"Oh, iya, saya mau ganti dekor yang sebelah sana. Ganti model aja warna tetap."
"Baik, Bu, segera kami perbaiki."
"Udah itu aja."
Alan memandangi semuanya dari lantai atas. Melihat kesibukan orang-orang di rumahnya, membuat kepala Alan berdenyut.
"Al," panggil seseorang membuat Alan berbalik.
Itu Ken, cowok itu tengah berdiri di belakangnya. Di saat semua orang datang untuk menghakimi, Ken adalah satu-satunya orang yang datang untuk merangkul.
Alan bahkan tidak segan memperlihatkan sisi lemahnya pada Ken.
"Gue nyerah, Ken."
Helaan napas Ken bersamaan dengan kepulan asap mengembang di udara.
"Kenapa lo nyerah? Kenapa lo nggak berjuang, kalau memang lo nggak salah."
"Ayla, pergi, buat apa lagi gue berjuang."
Ken terkekeh melihat sisi Alan yang memang ia ketahui sejak dulu. Hal itu membuat Alan menoleh. Dia menatap Ken heran. "Kenapa lo ketawa?"
"Mana Alan yang dulu? Yang keras kepala, nggak mau ngalah."
"Gue bukan Alan yang dulu."
"Udah nggak ada harapan lagi."
"Jadi lo terima gitu aja tuduhan yang bakal lo sendiri nggak lakuin?"
Alan membisu, dia tak merespon perkataan Ken lagi.
"Ayo, Al, bangkit. Gue akan jadi orang pertama yang support lo."
"Udah telat, Ken. Gue udah nggak ada tenaga lagi."
Ken mengerutkan dahi. "Karena Ayla nggak ada?"
Tanpa Alan menjawab Ken sudah menerima jawaban lewat gestur tubuh Alan. Dia menyandarkan tubuh di kursi dengan kepala mendongak menatap langit.
Ken bangkit. Dia harus segera melakukan sesuatu. Sebelum pergi dia menepuk bahu Alan.
"Tunggu gue, Al."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alan : Mendadak Jadi Suami (Tamat)
EspiritualKehidupan Ayla Nur Afifah berubah jungkir balik karena dia dituduh tidur dengan seorang laki-laki yang ia kenal hanya sebatas namanya saja. Menjalani hari-hari sebagai istri seorang laki-laki bermulut pedas, sepedas bon cabe bernama Alan. Sifat mer...