Penyemangat

6.9K 342 0
                                    

"Jangan pernah pergi, Ay, gue butuh lo."

-Alano Putra Mahendra





***

Alan terbangun di kamar Ayla. Perempuan itu masih tertidur dengan memunggungi Alan. Tangan Alan yang menjadi bantal untuk Ayla ia tarik perlahan agar tidak mengganggu tidur Ayla.

Hari ini Alan menepati janjinya pada Ayla. Dia akan mengikuti pertandingan semi final kompetisi kejuaraan yang tengah tim-nya hadapi.

Sejak dulu impian Alan adalah bisa memenangkan kejuaraan ini. Alan berharap banyak pada kompetisi kali ini.

Dia mematut dirinya di depan cermin. Diraihnya tas berisi jersey dan juga keperluannya untuk latihan menjelang pertandingan sore nanti.

"Masih tidur," katanya pelan saat melihat Ayla yang masih tertidur. Mereka kembali tidur sehabis Subuh tadi.

Alan mengendarai motor kesayangannya dengan santai. Dia telah mengkonfirmasi pada coach Indra bahwa Alan akan turut andil di pertandingan kali ini.

"Akhirnya kamu datang, Alan," sambut coach Indra. Dia memeluk Alan sayang layaknya anak sendiri.

"Sorry atas kekacauan waktu itu coach. Kita jadi lawan tim yang sulit kali ini."

Jika saja kemarin tim Garuda Emas berhasil mengalahkan tim Cakrawala, maka kali ini di semifinal mereka akan mendapatkan lawan yang tidak seberapa sulit untuk dikalahkan. Tapi akibat kekacauan waktu itu, kali ini mereka akan mengalahkan tim Bintang Emas, tim yang terkenal dengan middle blocker mereka yang sulit ditembus.

"Semua orang bisa berbuat salah. Saya paham darah muda memang sering mendidih."

"Al, akhirnya lo gabung," sambut teman-temannya yang lain.

Alan tersenyum tipis. Dia masih disambut baik oleh teman-temannya. Coach Indra benar, semua orang bisa berbuat salah.

"Ayo, kita mulai."

Mereka semua mengambil pemanasan sebelum latihan. Elan tersenyum bangga, dia menyenggol lengan saudara kembarnya itu.

"The power of love," sindirnya.

"Nggak usah ngada-ngada. Lo, kan, yang nyuruh Ayla buat bujuk gue."

Elan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gengsi aja dibesarin. Nanti Ayla diambil orang tau rasa lo."

"Siapa yang mau ambil? Lo?"

Elan menggedikkan bahunya. "Bisa jadi."

"Bharatayuddha kita," kata Alan lalu lari mengelilingi lapangan.

"Definisi manusia gengsi, ya, macam dia. Suka tapi nggak mau ngaku."





***


Gedung olahraga menjadi saksi betapa berisiknya suara penonton menyambut tim kesayangan mereka yang akan bertanding sore ini.

Alan masih menjadi pemain cadangan. Dia akan berotasi dengan Ridho nanti. Saat ini timnya sedikit unggul dari tim Bintang Emas. Tim yang terkenal sulit untuk dikalahkan. Tim Alan harus mengalahkan mereka karena kemarin kalah dari tim Kevin.

Sesekali matanya menatap seluruh tribun, dia mencari seseorang.

"Cari siapa, Al?" tanya Haikal.

"Bukan siapa-siapa."

Wasit meniup pluit pertanda rotasi pemain berjalan. Sebelum masuk ke area, Alan melakukan tos pada Ridho yang posisinya digantikan oleh Alan. Melihat Alan masuk penonton yang didominasi perempuan itu menjerit-jerit.

Alan : Mendadak Jadi Suami (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang