Kayana Adhigana.
Rajata Arya Danadipa, berani sumpah demi apapun kalau pria itu sungguh sangat membenci pemilik nama itu. Perempuan yang tidak pernah ia kenal sebelumnya, tau-tau masuk ke dalam kehidupannya dan secara ajaib menjadi istrinya sekaligu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ayah tahu kamu marah pada Raja. Tapi apa yang kamu lakukan tadi sudah sangat keterlaluan, Kayana." cetus Pramana dengan nada suara kecewa.
"Bagaimana kalau gelas yang kamu lempar berhasil mengenai kepala Raja? Yakin, kamu tidak akan menyesal sudah menyakiti Raja seperti dia menyakiti kamu?"
Kayana yang tak berani memandang wajah Pramana, hanya menjawab pertanyaan tersebut dengan gelengan kepala. Jangankan Pramana, Kayana sendiri pun tidak pernah membayangkan kalau dia bisa berbuat sekasar itu kepada orang lain. Terlebih pada Raja yang selama ini selalu ia hormati.
Kayana tidak ingat bagaimana awal mulanya. Tapi tiba-tiba saja, emosinya tersulut dan tangannya bergerak sendiri untuk melemparkan gelas tersebut ke arah Raja. Apa mungkin dia bertindak seperti itu karena dia mulai marah pada dirinya sendiri yang sudah tidak berhati-hati, sehingga dia harus duduk di kursi roda seperti ini untuk waktu yang tidak sebentar, kemudian mencoba melampiaskan kemarahannya kepada Raja?
"Ayah tidak pernah mengajari kamu membalas perbuatan buruk orang lain, Yana. Sekalipun kamu membela diri dan mengatakan kalau apa yang dilakukan Raja tidak sebanding dengan perbuatan kamu barusan. Ayah tidak akan pernah mendukung dan membenarkan tindakan kamu." Pramana menggerakkan tangannya untuk menyentuh tangan Kayana yang terasa dingin.
"Yana, percaya pada ayah. Masalah apa pun bisa diselesaikan dengan baik tanpa melibatkan kekerasan. Ayah tidak suka putri ayah yang lembut berubah menjadi perempuan kasar. Ini bukan kamu." ucapnya dengan nada suara lebih lembut.
"Sekarang temui Raja, lalu minta maaf dan pastikan kamu tidak menggunakan kata-kata kasar." perintah Pramana sekaligus mengakhiri pembicaraan mereka.
Kayana mengangguk, kemudian menyaksikan sang ayah yang beranjak pergi dari hadapannya. Tanpa bantuan orang lain, Kayana bergegas menggerakkan kursi rodanya menuju kamar tamu yang ditempati oleh sang suami.
Meski rasanya malu menemui Raja setelah apa yang ia lakukan. Namun ayahnya benar. Masalah apa pun bisa diselesaikan dengan baik tanpa melibatkan kekerasan. Tindakan dan semua perkataan kasarnya sudah tidak mencerminkan dirinya. Kalau begitu, mulai sekarang Kayana akan perbuatan Raja tanpa menggunakan kata-kata kasar.
Kayana yang pada awalnya berencana menemui Raja di kamar tamu, berhenti menggerakkan kursi rodanya begitu mendapati sosok yang akan ia temui masih duduk di salah satu kursi makan.
Kayana tak segera bersuara ataupun menunjukkan tanda-tanda kehadirannya. Dari tempatnya, Kayana mengamati dengan seksama ketika Santika yang duduk di hadapan Raja, terlihat bersungguh-sungguh mengobati pelipis suaminya yang terluka.
Ada pertanyaan sederhana yang terlintas dalam benak Kayana saat melihat pemandangan itu. Sejak kapan mereka jadi seakrab ini?
"Syukurlah, lukanya tidak perlu dijahit." celetuk Santika sembari memasang perban dan plester luka di pelipis Raja. "Tapi pasti rasanya sakit sekali ya?" sambungnya dengan tatapan khawatir.