Celoteh Sam menjadi candu untukku. Acap kali lelaki itu menceritakan ini dan itu, berkenaan dengan masa lalu. Aku seperti dibawa lagi pada masa itu. Masa bahagiaku saat Ayah masih hidup.
“Apa kamu masih ingat, ayahmu pernah mengajak naik kereta lokal, satu gerbong bersama orang-orang yang membawa unggas? Saat mau turun, ayahmu membeli jeruk dari penjaja dalam kereta. Sebelumnya, penjual memberimu satu jeruk yang manis. Setelah turun dari gerbong, ternyata satu kresek yang kalian beli rasanya asam semua. Kamu masih ingat, bilang apa waktu itu?”
“Ayah, apa penjual jeruk itu menghipnotis lidah kita?” Aku mengulang kalimat yang sama, persis dengan ucapan hari itu. Mataku berkaca-kaca. Aku rindu Ayah. Merindukan lelaki yang jika bersamanya aku bisa menjadi diri sendiri. Hanya Ayah, manusia yang tidak pernah menuntutku sempurna.
Sam tergelak. “Akhirnya, mau tidak mau, kalian habiskan jeruk itu dengan wajah menahan kecut. Nara, naifmu dulu dan sekarang memang tidak pernah hilang.”
Sam bukan manusia biasa. Dia misterius dan ajaib. Ada sensasi berbeda ketika bersamanya. Bersama Sam, aku seperti membawa sebuah buku yang bisa kapan saja aku buka. Tinggal sebut halaman berapa, tahun berapa, ia akan menceritakannya. Ia tak kalah canggih dengan ponsel pintarku.
Sekarang aku tak banyak lagi bertanya tentang siapa Sam. Terakhir kali bertanya siapa dirinya, Sam menjawab dengan nuansa horor. “Aku pembunuh profesional. Meski begitu, aku nggak sembarangan membunuh. Ya ... bisa dibilang, pembunuh khusus.”
“Khusus?”
“Aku hanya membunuh lelaki predator dengan cara memotong alat kelaminnya.”
Semenjak itu, keyakinanku untuk tidak melepas Sam jadi makin kuat. Tentu semua ini tak mungkin kebetulan. Sam mengetahui seluruhnya tentangku, seolah-olah ia merupakan bagian dari ingatanku. Ia mengaku sebagai pembunuh yang memiliki cara khas dalam membunuh. Kondisi tersebut mirip dengan jasad Andi. Kurasa semua memiliki benang merah. Aku hanya perlu mengurai sedikit demi sedikit dengan tetap menemui lelaki itu.
Aku perlu tahu, apa hubungan Sam denganku di masa lalu? Apa hubungannya dengan Andi sehingga ia membunuh lelaki itu? Jika memang benar Sam pelakunya. Dan sejauh apa Andi mengenal Hadiwijaya?
“Mau rokok?” Sam membuyarkan lamunanku.
“Di sini area bebas asap rokok.”
“Persetan!” umpat Sam.
Kulihat sekeliling. Suasana jam makan siang sama seperti kemarin, selalu ramai. Namun, kenapa tidak ada yang menegur si pecandu nikotin ini? Aku saja terganggu dengan asapnya. Kelihatannya paru-paru mereka tak masalah dengan itu. Di negeri ini memang pandai membuat aturan, tetapi lemah dalam menjalankannya.
“Benefit apa yang rokok berikan sama tubuhmu?”
“Kebebasan. Rokok ini kayak obat. Diperuntukkan bagi orang-orang yang butuh kebahagiaan, seperti kamu.” Jawaban Sam sungguh sarkas.
“Kenapa selalu kemari? Maksudku ... kenapa nggak mengajak bertemu di luar? Berikan aku nomor ponselmu. Mungkin kita harus bertemu di luar supaya aku bisa diajak merokok bersama.”
“Kamu yakin, mau merasakan benda yang bisa mengantarkanmu pada kebebasan ini?”
Kulihat wajah Sam sedikit mencemooh. Mungkin ia tak yakin dengan ajakanku, tentang rokok. Sebenarnya aku sendiri tidak yakin. “Kayaknya aku memang perlu mencoba.”
“Oke!”
“Jadi, berapa nomor ponselmu?”
Sam mendikte nomor ponselnya. Aku mengetiknya di gawaiku.
“Aku libur Senin depan. Mau ke pantai bersama?”
“Baiklah. Hubungi saja aku.”
Sayangnya, sejak saat itu Sam tak lagi bisa aku temui.
![](https://img.wattpad.com/cover/327457277-288-k147304.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolon
Misterio / SuspensoSetelah kematian Ayah, petrikor menjadi aroma yang kubenci. Bagiku, aroma tersebut seperti kutukan yang selalu menggandeng kejutan yang tak pernah kuminta. Seperti saat ini, setelah malam kemarin ia bertandang, esok harinya aku disuguhkan oleh jasad...