Bab 26

68 9 1
                                    

Aku tertegun cukup lama. Wanita di hadapanku memasang wajah penuh empati karena memang begitulah pekerjaannya.

"Saya sangat menyayangkan, Anda baru tahu sekarang. Seharusnya Ibu Anda memberi tahu. Maaf juga, saya tidak mem-follow up karena Ibu Anda memutus pengobatan. Tapi, di luar itu, saya senang bertemu Anda secara langsung. Dulu yang berhasil saya temui hanya mereka berdua." Begitu penuturan terakhir dari wanita yang aku temui berkat petunjuk di berkas milik Ibu.

Pada akhirnya, aku keluar dari ruangan dengan wajah pucat. Sekar menghampiri penuh rasa bersalah. Ketika hendak menuntun, kutolak bantuannya dengan mengangkat telapak tangan. Sekar mengerti. Gadis itu terus mengikutiku yang berjalan tak tentu arah. Mungkin ia takut kakaknya akan lompat dari jembatan dan mati tragis di jalan raya.

Aku terdiam di trotoar, menengadahkan wajah ke arah langit gelap. Bagaimana bisa aku tak menyadarinya? Bagaimana jika semua orang tahu, apa yang sudah terjadi? Apakah aku akan hidup tenang setelah ini? Semua pertanyaan itu berkompilasi, menciptakan kerumitan yang makin kompleks. Sekar mungkin berpikir aku tak menerima keadaan ini. Faktanya, aku lebih takut dia mengetahui dosa yang sudah aku perbuat terhadap Andi.

"Sejak kapan kalian sadar?"

Ragu-ragu, Sekar menjawab, "Ibu bilang sejak kita diusir Kakek."

Oh, tentu saja. Bajingan itu pelakunya. Ia yang membuat kepribadianku terpecah seperti ini. Dokter tadi bilang, ada dua alter yang ada di diriku. Satu bernama Sam, satu lagi Dita. Pada akhirnya, aku mengerti semuanya.

Dita adalah salah satu alterku. Selama ini Sekar bukan penghalangku. Ia tidak rela jauh dari Dita. Sudah lama aku mempertanyakan, dari mana Sekar tahu tentang tragedi pelecehan itu. Padahal, ia masih kecil saat itu dan Ibu jelas tidak akan membahasnya di depan Sekar. Ternyata, Dita-lah yang menceritakan semuanya. Dita terbentuk sebagai sosok pelindung saat aku ketakutan luar biasa. Wanita dewasa itulah yang ternyata memikat Sekar.

"Mbak tahu gimana ibu kita. Semua yang aku harapkan dari seorang ibu, cuma ada di Dita," tutur Sekar seraya menundukkan pandangan.

"Kalau sosok itu pergi, bagaimana?"

Sekar tampak terkejut. Sontak ia memandang sendu. Namun, detik kemudian ia kembali menurunkan pandangan.

"Mbak tersiksa? Kalau iya, silakan lepaskan."

"Kenapa? Sudah lelah?" tanyaku.

Mata kami kembali bertatapan. Sekar mengangkat kedua bahunya.

"Kenapa Ibu menutupinya?" tanyaku kembali.

"Kakek bakal membatalkan perjanjian kalau tahu yang terjadi sama Mbak."

Kami kembali hening. Aku mengerti kata terpotong saat mereka berdebat di kamar dulu.

"Aku bakal kasih tahu Mbak Nara tentang Sa-"

Sa ... yang ternyata Sam. Mereka sudah tahu. Hanya aku yang bodoh seorang diri. Aku seperti boneka yang sedang mereka mainkan. Sam adalah alter keduaku. Ia muncul saat aku ketakutan. Hari itu otakku menciptakan sosok yang bisa melindungi. Terbentuklah Sam, pembunuh lelaki predator. Sam pelindungku. Begitulah yang dokter itu jelaskan.

Jika main cocoklogi lagi, semua sudah menemukan ujung pangkalnya. Tragedi ditemukan mayat di taman, ternyata berhubungan dengan pemerkosaan mahasiswi. Berita lanjutan itu muncul beberapa pekan setelahnya. Hari itu aku berada di taman, tepat pertama kali bertemu dengan Sam. Aku rasa, Sam-lah pelakunya.

Kukira aku tertidur. Ternyata Sam mengambil alih tubuhku. Seperti pengakuannya, ia akan membunuh lelaki berhidung belang dengan memotong alat kelamin mereka. Hipotesaku, pelecehan mahasiswi yang dilakukan orang misterius itu tercium oleh Sam. Alterku itu lantas mengambil alih kesadaranku dan melakukan pembantaian. Sam benci sekali kasus penderaan macam itu.

Sam muncul tak hanya di kasus pemerkosaan. Biasanya kehadiran alterku itu bersamaan dengan petrikor. Dokter bilang, aroma yang aku benci itu seperti lonceng pemanggil Sam.

Aku salah paham. Kukira Sam tahu banyak hal tentangku karena Hadiwijaya memberikan setumpuk catatan untuknya. Ternyata Sam tahu karena ia bagian dari diriku.

Jadi, pembunuh itu bukanlah Sekar yang tak rela Dita pergi. Bukan pula Ibu yang ketakutan kehilangan kesempatan, mendapatkan kursi kebesaran di rumah Hadiwijaya. Bukan pula Hadiwijaya. Pembunuhnya adalah Sam, alterku. Atau lebih tepatnya ... aku!

"Ada dua cara alter mengambil alih tubuh host. Dengan mengambil alih sepenuhnya, hingga host tak sadarkan diri atau mengizinkan host untuk melihat dirinya." Dokter menjelaskan cara alter bekerja.

Di hari kematian Andi dan lelaki di taman itu, Sam mengambil alih kesadaranku sepenuhnya. Ia sering mencemooh karena ingin aku memiliki karakter yang teguh. Ia ingin aku bangkit dan meninggalkan traumaku. Ia tidak ingin aku seperti ombak yang bisa ditarik maju dan mundur oleh orang-orang di sekeliling.

Tujuan Sam menggambar simbol semicolon bukan sekadar mengenalkan diri melainkan memberi tahu bahwa akulah si pesakitan itu. Ia juga memberi tahu bahwa dalam simbol itu ada namanya. Sam, berasal dari kata semicolon. Kenapa aku tak pernah menyadari ini?

Yang dikatakan Hadiwijaya betul bahwa aku seorang pembunuh.









SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang