Pria yang sudah Zanna anggap sebagai pelindungnya, kakaknya, memiliki sisi tegas tapi juga lembut, perlahan mulai gila sejak ciuman pertama mereka. Seharusnya ciuman itu tidak pernah ada karena mengakibatkan hubungan keduanya menjadi rumit.
Arkan t...
Setelah pertikaian mereka tadi pagi, baik Zanna maupun Arkan hanya saling diam tak ada satupun diantara mereka yang berniat membuka pembicaraan lebih dulu. Zanna yang tampak selalu menghindar berpapasan dengan Arkan, dia lebih memilih mengurung diri di kamar seharian dan hanya keluar saat makan siang. Arkan juga melakukan hal yang sama, berdiam diri di ruang kerjanya berusaha fokus pada pekerjaan agar otaknya tidak hanya memikirkan gadis di bawah umur yang membuatnya hampir gila.
Tak terasa hari semakin gelap, seharian di kamar melakukan aktivitas membaca komik dan bermain hp membuat Zanna jenuh dan kebosanan. Sekarang mandi adalah tujuannya.
Selesai menyelesaikan ritual mandi, ia memakai piyama dan membuka buku pelajaran sebab baru mengingat kalau ada tugas sekolah yang harus dikerjakan.
Sebelum mengerjakan tugas, Zanna keluar kamar, menuruni tangga melangkah ke dapur. Dapur gelap gulita dan tak menemukan orang lain selain dirinya. Ia mengambil gelas, memasukkan cokelat bubuk dan susu ke dalam gelas, tiba-tiba bel berbunyi membuatnya menghentikan kegiatannya membuat cokelat panas dan harus membukakan pintu.
Berjalan ke depan, ia berpikir siapa sekiranya yang bertamu. Ia menyibak sedikit gorden dan mengintip dari jendela guna mencari tau siapa yang menekan bel. Tampak seorang perempuan sedang berdiri menunggu seseorang membukakan pintu untuknya.
Masih penasaran, Zanna membuka pintu, wanita berambut panjang pirang dengan setelan kantor yakni kemeja putih dan rok span pendek yang ketat itu tersenyum begitu ramah padanya. "Selamat malam, saya Aqilla, temen Arkan di kantor" ucapnya memperkenalkan diri.
Zanna menggeser tubuhnya ke samping mempersilahkan wanita yang bernama Aqilla itu masuk. "Masuk dulu mbak"
Aqilla melangkah masuk, kini mereka berdua berada di ruang tamu.
"Duduk mbak, biar aku panggil kak Arkan, kayaknya dia di kamar" ucap Zanna hendak melangkah tetapi ditahan Aqilla.
Zanna mengerutkan dahi, "kenapa mbak?"
"Biar saya saja yang kesana" Aqilla celingak-celinguk seolah sedang mencari sesuatu. "Jadi, kamar Arkan dimana?"
Zanna tercengang, wanita dengan setelan kantor ketat itu begitu berani, tapi tetap saja dia menjawab, "di lantai dua kak paling ujung sebelah kiri"
Aqilla mengangguk paham, melangkah anggun dan penuh percaya diri menuju kamar kakaknya. Wanita itu seolah menunjukkan padanya kalau dia begitu dekat dengan Arkan jadi tak sungkan memasuki kamar pria itu.
Zanna memandang kepergian Aqilla, entah kenapa dia sedikit tak suka dengan kepribadian wanita itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arkan berdiri meyandarkan sikunya di pembatas balkon kamarnya, ia termenung memikirkan sesuatu. Sesekali ia menegak champagne guna merilekskan tubuh dan otaknya.
Seseorang mengetuk pintu kamarnya membuat ia tersadar. Di rumah hanya ada dia dan Zanna, tentu saja ia mengira yang mengetok pintu adalah adiknya. Ia menjadi bersemangat memikirkan alasan Zanna ke kamarnya, apakah gadis itu lelah bersembunyi di kamarnya atau merasa kesepian dan membutuhkan dirinya?