•Bab 3•

74.2K 6.2K 142
                                    

Baca WP boleh, tapi jangan lupa ibadah ya...

🌺selamat membaca🌺

Tangis kesedihan mengiringi pemakaman seorang gadis. Terlihat gundukan tanah bertabur bunga berwarna merah dengan jenis bunga sedap malam dengan batu nisan bertuliskan 'Anisha Calia Winston'

Pagi itu sudah sepi dari pelayat, menyisakan para keluarga Anisha saja. Mereka memang memutuskan untuk memakamkan jasad Anisha di pagi hari. Karena sebelum dimakamkan, jasad Anisha perlu di jahit di beberapa bagian. Terkhusus bagian tubuhnya yang robek, seperti kepala, perut, dan pahanya.

Bryan menatap kosong makam adiknya, ingatannya terlempar pada masa lalu saat adiknya ingin ikut bermain bersama tetapi malah di bentak dan diusir.

"Kak aku mau ikut main ya?" Anisha kecil menggerak-gerakkan tangannya dengan kaku membentuk sebuah bahasa isyarat.

Bryan yang saat itu sedang menggandeng Calvin, hanya menatap datar.

Bryan berencana mengajak Calvin bermain bersama teman-temannya tanpa mengajak Anisha namun Anisha keukeh ingin ikut.

Sebelah tangan Bryan yang tidak menggandeng Calvin terkepal dengan erat. Ia menatap tajam Anisha yang juga sedang menatapnya dengan penuh harap.

Ia sangat membenci adiknya yang satu ini, dulu memang ia mengharapkan adik perempuan, tapi jika keadaannya bisu seperti adiknya sekarang, ia jadi membencinya.

"Pergi! Jangan kesini!" Bentak Bryan sebelum menggendong Calvin kemudian membalikkan tubuhnya dan mulai melangkahkan kakinya menuju motor miliknya.

Anisha segera berlari mengejar Bryan. Ia menggenggam pergelangan tangan Bryan dengan erat.

Bryan yang sudah kepalang emosi pun menghentakkan tangan Anisha sehingga gadis kecil itu jatuh terduduk.

"Sudah ku bilang pergi! Aku malu melihat adik yang cacat sepertimu!" Teriak Bryan, membuat mata gadis kecil itu berkaca-kaca.

Calvin yang ada di gendongan Bryan pun berdecak kesal. "Dasar kakak cacat, ganggu aja tau gak" Ujar Calvin.

Anisha bangkit dan menggerakkan tangannya dengan bergetar. "Maaf" Bibir Anisha ikut bergerak pelan.

Anisha membalik badannya dan segera masuk ke dalam mansion, sedangkan Bryan menatap datar Adiknya.

Mengingat itu, membuat bibir Bryan bergetar. Ia mengatur nafasnya yang tersendat.

"Maaf..." Lirihnya dengan air mata yang mengalir.

"Maafin kakak, seharusnya kakak nggak malu memiliki adik yang kuat sepertimu..." Lirihnya menatap batu nisan itu sendu.

Air matanya mengalir deras sama seperti dengan yang lainnya tak terkecuali Arvin. Ia menyesal karena telah menyiksa putrinya.

Sama seperti Bryan yang menginginkan adik perempuan, dulu, Arvin sangat menginginkan seorang anak perempuan dan hal itu di kabulkan dengan lahirnya Anisha. Namun, lagi-lagi mereka malah membenci Anisha hanya karena Anisha tunawicara.

Sebegitu mengecewakannya kah? Sebegitu buruknya jika memiliki anak yang tunawicara. Anisha itu kuat, ia sudah cukup bertahan meski sering dirundung oleh teman sekelasnya bahkan dirundung oleh keluarganya sendiri.

Anisha pernah bercerita pada keluarganya jika ia dirundung, tapi mereka tidak peduli dan malah mengatai Anisha dengan sebutan 'lemah'

Anisha juga anak yang cukup berprestasi, ia pernah menunjukkan prestasinya pada keluarganya.

Cinta Untuk Pria Bisu (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang