Bab 28.

31.9K 3K 45
                                    

Votenya kakak. Gratis kok, tinggal klik logo bintang yang ada di sudut kiri bawah.

Next double up, kalo 700 followers.

🌺selamat membaca🌺

Nesya terdiam mematung saat mendengar perkataan tajam kakaknya. Ia kemudian tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.

"Kakak enggak usah bercanda tentang kematian." Ucap Nesya berusaha untuk tidak mempercayai perkataan kakaknya.

Begitu pun dengan Azhar, ia juga tidak mau percaya dengan perkataan Arsyad. Tidak mungkin ibu dan ayahnya yang tadi pagi masih sehat bahkan meminta maaf kepada mereka sudah meninggal. Mereka pasti baik-baik saja.

Tapi melihat Arsyad terdiam, membuat keyakinan dalam diri Azhar mulai menurun. Begitupun dengan Nesya yang sudah mulai menangis kembali.

Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Nesya segera menerobos masuk ke dalam kamar rumah sakit itu.

Langkahnya mulai melambat saat ia melihat di kamar itu terdapat dua sosok tubuh telah terbujur kaku, tertutupi oleh kain berwarna putih. Kedua sosok itu berada di brankar yang berbeda karena memang di dalam kamar itu terdapat dua brankar.

Nesya menggeleng tak percaya, air mata kembali membasahi pipinya. "Nggak! Ini pasti bohong!" Ucap Nesya yang telah berdiri di samping sebuah brankar.

Dengan perlahan, Nesya menyingkap penutup kepala itu hingga ke dadanya. Bibir Nesya bergetar, air mata semakin mengalir di pipinya.

"Ayah..." Lirih Nesya tak percaya.

Sedetik kemudian, Nesya menggeleng ribut, ia lalu mengguncang-guncang tubuh ayahnya. "Ayah, ini pasti bohong! Bangun ayah!" Histeris Nesya.

Tiba-tiba tubuh ringkih gadis itu dipeluk oleh seorang pria yang tak lain adalah Arsyad. Entah sejak kapan Arsyad dan Azhar telah ikut masuk ke dalam ruangan.

"Tenang dek..." Bisik Arsyad ditelinga Nesya.

Nesya kembali menggeleng ribut. "Seperti kata kakak, bagaimana aku bisa tenang jika ibu dan ayah meninggal!" Ucap Nesya membalikkan ucapan kakaknya.

Arsyad tak menjawab, ia justru semakin memeluk erat tubuh adiknya. Sedangkan sedari tadi, Azhar memperhatikan dengan raut wajah sendu.

Bukan hanya Arsyad dan Nesya saja, Azhar juga merasa sangat kehilangan. Apalagi ia belum menjawab permintaan maaf dari kedua orang tuanya.

Azhar dengan mandiri menggerakkan kursi rodanya mendekati brankar yang satunya lagi, tempat ibunya berbaring dengan kondisi yang sama seperti ayahnya.

Azhar dengan perlahan membuka penutup kepala dari tubuh yang ada di atas brankar itu, sehingga terpampang jelas wajah ibunya yang terdapat beberapa memar akibat kecelakaan itu.

Azhar memejamkan matanya untuk menghalau sesak yang mulai menghimpit dadanya. Tanpa sadar, setetes demi setetes air mata perlahan mengalir di pipinya.

Ia kembali membuka matanya dan terlihatlah tatapan sayu yang jarang diperlihatkan oleh pria itu.

'Kenapa...' batin Azhar.

'Kenapa ibu meninggalkan kami? Ibu tidak mau mendengar jawaban ku terlebih dahulu?' Lanjut Azhar membatin dengan raut wajah sarat akan keputus-asaan serta air mata yang sudah mengalir deras.

Semua hal yang dilakukan Azhar tak lepas dari pantau Arsyad. Ia melepas pelukannya pada Nesya kemudian berjongkok sembari mengacak-acak rambutnya.

"Argh!" Teriak Arsyad merasa frustasi karena melihat kondisi Nesya dan Azhar yang sama kacaunya.

Mendengar teriakan dari kakak pertamanya tentu saja membuat Nesya tersadar. Ia menoleh dan mendapati jika sang kakak sedang berjongkok sembari mengacak-acak rambut frustasi.

Nesya segera menghapus air matanya. Ia tidak boleh lemah! Ia harus menjadi penyemangat bagi kedua kakaknya.

Meski tak dapat dipungkiri jika Nesya juga merasa sangat terpukul. Mau bagaimana pun, orang tua pertama yang membuatnya merasakan kasih sayang adalah Tuan Bernard dan Nyonya Kanaya.

Nesya mendekati Arsyad terlebih dahulu. Ia menunduk kemudian dengan lembut mengelus punggung kakaknya yang mana hal itu membuat pria itu mendongak.

Hati pria itu merasa lebih baik saat melihat adiknya tengah tersenyum lembut. Arsyad cukup kagum dengan kecepatan pengendalian emosi dari Nesya. Padahal tadi adiknya itu masih menangis tersedu-sedu, namun sekarang, adiknya tengah tersenyum untuk menenangkannya.

Arsyad berdiri kemudian menolehkan pandangannya pada Azhar yang masih menangis dengan raut wajah putus asanya. Ia kembali menolehkan pandangannya pada Nesya hingga mata mereka saling beradu. Mereka kemudian mengangguk bersama.

Secara bersamaan, Nesya dan Arsyad menolehkan pandangannya kembali pada Azhar. Mereka melangkahkan kakinya mendekati pria yang tengah menangis itu.

Azhar tersentak saat merasakan pelukan dari sisi kanan dan kirinya. Ia menoleh dan mendapati yang memeluknya ternyata adalah kakak dan adiknya.

"Kakak jangan sedih, ada kami di sini." Ucap Nesya pada Azhar.

"Benar, masih ada kami di sini." Sahut Arsyad menyetujui perkataan Nesya.

Azhar menghapus air matanya. Kakak dan adiknya benar! Ia tidak boleh sedih, sebab masih ada mereka berdua yang akan menemaninya.

Azhar tersenyum menatap kakak dan adiknya bergantian, kemudian ia mengangguk.

TBC.

Rest in peace buat Tuan dan Nyonya Aditama.

Cinta Untuk Pria Bisu (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang