Bab 35.

28K 2.5K 40
                                    

Jangan lupa Vote kak.

Double up karena udh 700 folls.

Menuju End, makin cepet followersnya nambah, makin cepat cerita ini END.

🌺selamat membaca🌺

Jantung Nesya terasa berhenti berdetak setelah mendengar perkataan dokter Adnan. Air matanya tanpa permisi mulai mengalir deras.

"Lumpuh permanen?..." Lirih Nesya.

Azhar yang sedari tadi menyimak hanya menghembuskan napas pasrah. Untung saja sedari awal ia tidak pernah menaruh harapan lebih jadi ia tidak terlalu merasa kecewa.

"Apa tidak ada cara agar adik saya bisa sembuh kembali dok?" Tanya Arsyad.

"Ada. Saudara Azhar bisa sembuh jika ia melakukan operasi pencangkokan saraf. Sedangkan untuk pita suaranya masih bisa disembuhkan." Jawab dokter Adnan.

Mendengar itu tentu saja membuat mereka seperti mendapat secercah cahaya ditengah kegelapan. Tangis Nesya bahkan sampai terhenti.

"Pencangkokan? Caranya bagaimana dok?" Tanya Nesya tidak sabaran.

"Pencangkokan itu pergantian saraf yang sudah rusak dan putus dengan saraf baru. Untuk mendapatkan saraf baru itu sendiri bisa diambil dari saraf pasien di bagian tubuh lain, atau diambil dari pendonor yang suka rela mendonorkan sarafnya." Jelas dokter Adnan panjang lebar.

"Apakah saraf yang didonorkan bebas dari siapa saja dok?" Tanya Nesya lagi.

"Semua itu bebas karena saraf tidak perlu pencocokan ukuran seperti donor pita suara, jantung dan lain sebagainya."

Angin segar terasa semakin menerpa mereka saat mendengar perkataan dokter Adnan. Harapan untuk Azhar sembuh semakin besar.

"Untuk pita suara adik saya tidak apa-apa kan dok?" Kali ini Arsyad bertanya.

"Tidak apa-apa. Pita suaranya hanya perlu di obati saja. Sebentar, biar saya resepkan obatnya."

Dokter Adnan meraih sebuah kertas yang memang dikhususkan untuk menulis resep obat. Ia mulai mencatat apa saja yang perlu ditebus di apotek rumah sakit.

"Ini resepnya, silahkan tebus di apotek rumah sakit. Untuk cara meminum dan dosisnya sudah saya cantumkan dalam kertas itu." Ucap dokter Adnan sembari menyodorkan kertas yang tadi ia tulis.

"Baik dok, terima kasih." Nesya menerima kertas itu.

"Kalo begitu, kami permisi dok. Terima kasih karena sudah meluangkan waktu." Ucap Arsyad.

"Terima kasih kembali. Tuan." Ucap dokter Adnan ramah.

Aditama bersaudara berjalan meninggalkan ruangan. Sepanjang perjalanan, hanya ada keterdiaman di antara mereka.

Nesya dan Azhar masih memikirkan bagaimana Azhar bisa diriwayatkan mengalami kecelakaan lebih dari satu kali. Terlebih Nesya, dalam ingatannya, Azhar hanya mengalami kecelakaan satu kali.

Sedangkan Arsyad sudah berkeringat dingin. Ia bimbang ingin memberi tahu kebenarannya atau tidak. Tapi lambat laun, Azhar pasti akan mengetahui kebenarannya.

"Kalian duluan saja, kakak akan menebus obatnya terlebih dahulu." Ucap Arsyad pada kedua adiknya.

Nesya dan Azhar menurutinya. Mereka berpisah arah dengan Arsyad menuju arah apotek rumah sakit sedangkan Nesya dan Azhar berjalan menuju mobil mereka.

Arsyad tiba di apotek, ia kemudian mengantri menunggu giliran untuk menebus obatnya, karena memang banyak keluarga pasien bahkan pasien sendiri yang sedang menebus obat.

Arsyad duduk di kursi tunggu. Ia menunduk sembari mengacak-acak rambutnya frustasi saat mengetahui keadaan sang adik yang memerlukan pendonor.

Ia beralih menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi tunggu. Memejamkan mata berusaha mengurangi rasa penat dan pusing yang mendera.

"Selanjutnya." Ucap seorang suster membuat Arsyad membuka matanya.

Ia menolah ke samping kanan nya yang ternyata sudah kosong, berarti sekarang adalah gilirannya untuk menebus obat.

Dengan gontai, Arsyad bangkit. Tanpa basa-basi ia segera memberi kertas yang berisi resep obat pada suster penjaga apotek.

"Ini kak, pembayarannya bisa dilakukan di meja administrasi ya." Ucap suster itu sopan sembari menyodorkan kresek hitam berisi obat-obatan untuk Azhar.

Arsyad menerimanya kemudian tanpa mengucapkan apa-apa, ia berlalu pergi. Ia tidak peduli jika suster itu menganggap dirinya arogan, yang pasti sekarang, bagaimana cara memberi tahu kebenaran yang sesungguhnya pada sang adik.

Setelah tiba di parkiran, Arsyad bergegas masuk ke dalam mobil. Dapat Arsyad lihat jika kedua adiknya sudah duduk rapi dengan sabuk pengaman yang telah tersampir di tubuh mereka.

Arsyad mengambil posisi yang nyaman kemudian memasang sabuk pengaman miliknya.

"Jalan pak." Titah Arsyad pada sang supir.

***

Mobil yang membawa Aditama bersaudara tiba di kediaman mereka. Satu persatu dari mereka mulai turun. Nesya mendorong kursi roda Azhar masuk ke dalam diikuti oleh Arsyad di belakangnya.

Tiba di ruang keluarga, tangan Nesya tiba-tiba di tarik oleh Arsyad. Ia membawa gadis itu menuju kamar terdekat, meninggalkan Azhar yang sama-sama terkejut di ruang keluarga.

Nesya yang terkejut pun berusaha sekuat tenaga untuk melepas cengkeraman tangan Arsyad pada pergelangan tangannya namun kerena tenaga yang dimiliki Arsyad lebih besar, tentu saja hal itu tidak membuahkan hasil apa-apa.

Setelah mereka memasuki kamar, Arsyad menyentak tangan Nesya kasar.

"Bagaimana ini?" Tanya Arsyad panik.

Nesya tentu saja kebingungan, ada apa dengan kakaknya ini. Apa yang dimaksud kakaknya.

"Ada apa kak?" Tanya Nesya membuat Arsyad menatap gadis yang ada di depannya ini dengan raut wajah tidak percaya.

"Kenapa kamu bertanya? Seharusnya kamu panik karena mau tidak mau kita harus memberi tahu Azhar." Ucap Arsyad panik.

"Memangnya memberi tahu apa?" Tanya Nesya masih tidak mengerti.

Arsyad menghembuskan napasnya lelah, sepertinya sang adik melupakan sesuatu.

"Baiklah, kakak tidak tau apakah kamu lupa atau bagaimana. Tapi yang harus kamu ingat adalah..." Arsyad menjeda perkataannya sejenak.

"kita yang menyebabkan Azhar mengalami kecelakaan untuk kedua kalinya!" Tekan Arsyad membuat gadis itu terdiam.

TBC.

Cinta Untuk Pria Bisu (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang