Bab 45. (Versi WP)

31K 1.6K 35
                                    

Altalaric menaiki motornya dengan perasaaan kacau. Air matanya tanpa sadar mengalir sedikit demi sedikit. Bagaimana ia akan menyampaikan perasaan pada gadis pujaan hatinya, sedangkan ia sendiri telah membuat gadisnya kecewa.


Alaric menancap gas motornya dengan cepat. Namun karena perasaannya kacau dan kaca helmnya mengabur karena hujan, Alaric tanpa sadar menabrak seseorang sehingga terdengar bunyi dentuman yang sangat keras.

Alaric membuka helmnya kemudian segera mengedarkan pandangannya. Namun selanjutnya ia terdiam saat melihat korban yang ia tabrak adalah gadis yang ia cintai.

Nesya Aditama, itulah gadis yang baru saja ia tabrak. Sekarang gadis itu terlihat bersimbah darah dengan keadaan yang sudah tidak sadarkan diri.

Alaric mendekat dengan tubuh yang bergetar tak percaya. Kakinya terasa benar-benar terasa seperti jelly bahkan hanya untuk berdiri saja ia tidak bisa.

Alaric jatuh berlutut di samping tubuh Nesya yang bersimbah darah. Bibirnya bergetar mengucapkan sebuah kata. "Nesya..."

Ia menarik tubuh Nesya ke pangkuannya dan mulai menangis tersedu-sedu.

Kemarin ia baru saja membuat gadisnya kecewa dan sekarang ia telah menabrak gadisnya hingga membuat tubuh ramping gadis itu dipenuhi darah.

Beberapa pengemudi yang lewat menghentikan kendaraan mereka. Beberapa dari mereka ada yang berteriak histeris tapi ada juga yang menghubungi ambulans serta polisi.

Kemacetan berangsur-angsur mulai terjadi lantaran beberapa polisi yang sudah datang menutup jalan dengan garis polisi.

Dari kerumunan orang-orang terlihat keempat laki-laki yang berstatus saudara mematung. Mereka adalah Arsyad dan Azhar yang berasal dari keluarga Aditama serta Bryan dan Calvin yang berasal dari keluarga Winston. Tak hanya mereka saja, di sana juga ada Clarissa dan Arvin yang juga ikut mematung.

Entah bagaimana mereka bisa tiba di sana, yang pasti mereka datang karena pelacak yang pernah dipasang Bryan pada barang-barang Nesya berakhir di sana.

Bryan memang sudah menceritakan semuanya pada ayah, ibu dan adiknya. Pada awalnya, mereka menganggap Bryan hanya membual karena terlalu merindukan adik perempuannya namun Bryan berhasil membungkam mereka dengan bukti yang ia kumpulkan selama beberapa hari.

Bunyi sirine ambulans menyadarkan mereka dari keterdiaman. Secara serentak, keenam orang itu melangkah mendekati tubuh Nesya yang ada di pangkuan Alaric.

"Cepat bawa ke rumah sakit!" Teriak Arvin panik.

Ambulans yang baru tiba, mengeluarkan brankar kemudian mengangkat tubuh bersimbah darah yang ada di pangkuan Alaric ke atas brankar.

Keenam orang itu memaksa ingin ikut lewat ambulans tetapi suster mengatakan hanya satu orang saja yang dapat menemani pasien menuju rumah sakit.

Pada akhirnya, mereka sepakat bahwa yang menemani Nesya ke rumah sakit melalui ambulans adalah Azhar sedangkan yang lain akan menyusul menggunakan kendaraan pribadi.

Selanjutnya Ambulans mulai melaju membelah jalan yang masih dituruni rintik hujan. Sirine dibunyikan agar para pengemudi lain memberi jalan.

Dalam ambulans, terlihat Azhar yang menangis tegugu di samping Nesya. "Dek, kakak minta maaf. Kamu boleh hukum kakak, tapi kamu harus berjanji untuk bertahan."

Terus kata-kata berjenis seperti itu keluar dari mulut Azhar. Ia tetap bicara meski tau jika Nesya tidak akan merespon.

Beberapa saat kemudian, mobil ambulans itu tiba di rumah sakit diikuti beberapa mobil di belakangnya.

Baik suster maupun mantri dari rumah sakit itu dengan sigap menurunkan tubuh Nesya dari ambulans. Dengan setengah berlari, mereka mendorong brankar yang di atasnya terdapat tubuh Nesya menuju ruang UGD.

Dari belakang, terdapat Arvin, Clarissa, Bryan, Calvin, Arsyad dan Azhar yang menyusul. Masing-masing dari mereka telah mengucurkan air mata dengan deras. Apa lagi Clarissa, wanita paruh baya itu bahkan hampir pingsan saat dalam perjalanan ke rumah sakit.

Mereka syok dan trauma karena harus kembali menyaksikan tubuh putri semata wayang mereka dalam keadaan bersimbah darah.

Mereka tidak masalah jika Anisha menempati tubuh orang lain bahkan jika keadaan Nesya sekarang lebih buruk dari sebelumnya, mereka tidak peduli. Yang mereka takutkan adalah kehilangan Anisha untuk kedua kalinya.

"Pasien kritis, cepat!" Teriak salah seorang suster.

Tubuh Nesya di dorong masuk ke dalam ruangan sedangkan keluarga pasien diminta menunggu di luar ruangan.

"Mohon bapak, ibu untuk menunggu di luar." Ucap Seorang suster kemudian menutup pintu UGD.

Beberapa saat kemudian, pintu UGD kembali terbuka lebar, para suster berbondong-bondong keluar mendorong brankar Nesya.

"Dok tunggu, ada apa?" Ucap Arsyad menghentikan langkah dokter Adnan.

"Pasien mengalami kekurangan banyak darah dan gagal jantung akibat hipotermia yang sempat menyerangnya sebelum kecelakaan." Jelas dokter Adnan.

"Sepertinya pasien akan membutuhkan donor jantung sesegera mungkin jika jantung pasien kembali berhenti berdetak." Lanjut dokter Adnan membuat mereka semua terdiam.

Tiba-tiba Azhar dan Bryan berdiri membuat mereka semua mengalihkan perhatian kepada kedua pria itu.

"Aku bisa jadi pendonor, dok!" Ucap Azhar dan Bryan yakin.

"Azhar!"

"Bryan!"Sela Arsyad dan Clarissa bersamaan.

Dokter Adnan menghela napas. " Kalian tau jika mendonorkan jantung sama saja dengan mengorbankan nyawa kalian?" Tanya dokter Adnan.

Kedua laki-laki itu kompak mengangguk. "Tau dok!"

"Baiklah, tapi kalian wajib mengisi dokumen pernyataan dan tanda tangan persetujuan yang akan dibawakan oleh suster saya. Jika sudah, kita akan melakukan tes apakah jantung kalian ada yang cocok dengan pasien atau tidak." Ucap dokter Adnan kemudian berlalu meninggalkan dua keluarga itu.

"Kenapa kalian berpikir ingin mendonorkan jantung kalian?!" Hardik Arvin.

"Kami hanya ingin ayah, lagi pula ini saatnya kita berkorban untuk adik."
Balas Bryan sedangkan Azhar hanya menyimak.

"Tidak begitu juga Bryan, kita bisa mencari pendonor yang lain, untuk apa mengorbankan diri kalian sendiri!" Ucap Arvin emosi, Clarissa mengelus bahu suaminya untuk meredakan emosi.

"Kamu juga Azhar, benar kata paman, lebih baik kita cari pendonor dari pada harus kamu yang mendonorkan." Terus Arsyad.

"Terserah!" Ucap mereka berdua secara bersamaan, membuat yang lain hanya bisa menghela napas pasrah menghadapi sifat keras kepala dari kedua remaja itu.

Beberapa saat kemudian, seorang perawat membawa dua dokumen di tangannya, ia segera memberikan dokumen itu pada Bryan dan Azhar.

"Tolong diisi dan ditanda tangani, setelah itu ikuti saya untuk memeriksa kecocokan jantung kalian dengan pasien." Ucap suster itu.

Tanpa pikir panjang, Azhar dan Bryan mengisi formulir itu sedangkan yang lain hanya memperhatikan dengan raut wajah bermacam-macam. Ada yang pasrah ada yang marah dan berniat menegur tapi diurungkan.

Selanjutnya Azhar dan Bryan menyerahkan dokumen yang sudah mereka isi. Sang suster membaca dokumen itu sekilas kemudian kembali menatap Azhar dan Bryan bergantian.

"Sekarang mari ikuti saya."

Mereka berdua akhirnya berlalu mengikuti suster itu ke sebuah ruangan.

TBC.
Bab 46 udh up, langsung aja scroll ke bawah

Cinta Untuk Pria Bisu (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang