Bab 44.

32.8K 2.4K 236
                                    

Aku Up bab Versi WPnya ya

Arsyad turun dari mobil. Ia melangkah setengah berlari masuk ke dalam mansion. Arsyad baru saja pulang dari pasar modern karena mencari makanan ringan untuk Nesya sebagai permintaan maafnya karena sudah menghabiskan makanan.

Sebenarnya Arsyad tidak pernah membenci Nesya, ia hanya membutuhkan waktu untuk berpikir jernih setelah kenyataan aneh sekaligus mengejutkan yang ia terima dari sang adik.

"Di mana Nesya? Apa dia sudah pulang?" Tanya Arsyad pada Azhar ketika melihat pria itu duduk di ruang tamu.

"Tidak tahu." Sahut Azhar tak acuh.

"Jawab yang serius Azhar!" Geram Arsyad.

"Sudah ku bilang aku tidak tahu. Apa peduli ku? Jangan terlalu berlebihan. Paling nanti dia hanya sakit karena hujan." Ucap Azhar.

Arsyad menggeleng tak habis pikir. Bagaimana bisa sang adik bersikap seperti ini pada Nesya.

"Kau bilang dia hanya sakit? Dia bisa terkena hipotermia, bodoh!" Bentak Arsyad.

"Sudah ku bilang, jangan berlebihan kakak! Dia hanya akan terserang demam." Tampik Azhar tak mau kalah.

"Kamu bodoh atau bagaimana? Dia bakal terkena hipotermia karena sistem kekebalan tubuhnya sedang menurun!" Bentar Arsyad lagi.

"Kak, kecelakaan kemarin tidak akan membuat sistem kekebalan tubuhnya menurun." Ucap Azhar menggeleng pelan.

"Dia tidak pernah kecelakaan Azhar!" Teriak Arsyad kepalang emosi.

"Maksudnya?" Tanya Azhar tak mengerti.

"Dia, adik yang kamu benci itu sudah mendonorkan saraf di tangannya agar kamu bisa berjalan kembali. Dan kerena itu juga dia harus meminum obat penekan sistem imun agar sarafnya cepat sembuh, Bodoh!"

Mendengar itu, Azhar mematung. Apa kata kakaknya tadi? Nesya? Adik yang baru-baru ini ia benci adalah orang yang telah mendonorkan saraf untuknya?.

"Kakak jangan bercanda" Ucap Azhar menolak untuk percaya.

"Aku tidak bercanda, bodoh! Kalo bukan karena Nesya kamu tidak akan bisa berjalan hingga sekarang." Ucap Arsyad.

"Aku akan pergi mencari Nesya, kalau sampai dia kenapa-kenapa, kamu akan menanggung akibatnya!" Ucap Arsyad berlalu.

Tapi sebelum langkah pria itu semakin jauh, Azhar sudah lebih dulu menahan pergelangan tangan Arsyad.

"Aku ikut!" Ucap Azhar.

"Apa peduli mu? Bukankah kamu membenci adikmu?" Sinis Arsyad.

"Aku ingin membantu adik sekaligus orang yang sudah mendonorkan sarafnya untukku." Tegas Azhar tak mau dibantah.

Arsyad terdiam melihat kesungguhan sang adik. Ia kemudian mengangguk. "Baiklah, ayo."

Azhar dan Arsyad masuk ke dalam mobil dengan Arsyad di kursi kemudi dan Azhar di kursi samping kemudi.

"Lacak keberadaan ponsel Nesya." Titah Arsyad.

Azhar bergegas melakukan apa yang diperintahkan sang kakak. Tangannya dengan lihai mengotak-atik ponsel miliknya.

"Terakhir ponsel Nesya terlacak. Ada di dekat halte dengan jarak sekitar tujuh ratus meter dari sini." Ucap Azhar membaca hasil lacakan yang ada di ponselnya.

Tanpa mengatakan apa-apa, Arsyad menancap pedal gas mobil lebih dalam sehingga mobil itu melaju dengan cepat menuju tempat yang sudah disebutkan Azhar.

Tiba-tiba, Arsyad menekan pedal rem sekuat tenaga membuat mobil itu berhenti mendadak.

"Kenapa kak?!" Tanya Azhar setengah emosi.

"Lihat depan, ada kemacetan." Ucap Arsyad membuat Azhar turut mengalihkan pandangannya.

"Bukannya di depan sana itu halte bus ya." Gumam Azhar.

Arsyad yang masih bisa mendengar gumaman Azhar, tersentak. Ia segera membuka mobilnya dan berjalan menuju salah satu pengendara roda empat yang ada di dekatnya tanpa mempedulikan hujan yang turun membasahi tubuhnya.

"Di depan ada apa ya, pak?" Tanya Arsyad pada seorang pengemudi roda empat.

"Katanya ada kecelakaan di depan pak. Tabrak lari gitu." Ucap pengemudi itu.

"Oh gitu, ya udah pak, terima kasih." Ucap Azhar bergegas melangkah meninggalkan si pengemudi.

"Sama-sama mas!" Ucap si pengemudi setengah berteriak.

Azhar yang melihat kakaknya berlari ke arah halte pun ikut turun. Ia berlari berusaha mensejajarkan langkahnya dengan sang kakak.

Meski larinya tidak terlalu cepat dan masih setengah pincang akibat pemulihan yang belum optimal, tapi Azhar berhasil menyusul sang kakak.

"Ada apa kak?" Tanya Azhar sedikit berteriak lantaran bunyi hujan dan klakson bersahutan dengan suara mereka.

Arsyad tak menjawab, ia mempercepat langkahnya hingga membuat Azhar kewalahan dalam mengimbangi langkah sang kakak.

Tiba-tiba Arsyad berhenti, ia mematung memandang ke arah jalan. Azhar pun ikut menghentikan langkahnya, ia memandang sang kakak penuh tanya.

"Ada apa kak?" Tanya Azhar dengan kepala yang perlahan menoleh ke arah pandang Arsyad.

Pria itu ikut mematung seperti kakaknya saat melihat tubuh seorang gadis yang ada di pangkuan seseorang dalam keadaan bersimbah darah. Bahkan darahnya ikut mengalir mengikuti air hujan.

TBC.

Cinta Untuk Pria Bisu (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang